Thank God : Masih ada Pria Indonesia yang Gentleman..!!!

Rabu, Juni 23, 2010


Saat pertama kali melihat thriller-nya di TV, saya sudah bertekad untuk menonton film ini, Tanah Air Beta. Film yang disutradarai oleh Ari Sihasale dan dibintangi oleh Alexandra Gottardo. Film ini sama saja dengan genre film yang selalu diusung Alenia Picture's, selalu bertema keluarga dan sebagian besar mengambil setting di wilayah Indonesia Timur. Kali ini giliran Nusa Tenggara Timur, tepatnya di wilayah Kupang. Berhubung saya campuran orang sana (Daddy saya orang Flores, Timor dan Mami saya Ambon-Belanda) maka saya ingin mengetahui wilayah Tanah Timor ini. Film ini bercerita mengenai Tatiana dan anaknya Meri yang terpisah dari anak sulungnya, Mauro, pasca referendum Timor-Timur. Tatiana yang berada di bagian Timor sedangkan anaknya Mauro tinggal di Timor Leste. Selama menanti kabar dari relawan mengenai keberadaan Mauro, Tatiana menjadi guru di sekolah darurat. Di sana ia mengajar anak-anak yang orang tuanya memilih untuk bersama dengan Indonesia. Meri pun ikut bersekolah disana. Ending ceritanya bisa ditebak kalau akhirnya Tatiana dan Meri bertemu kembali dengan Mauro.

Film ini membangkitkan lagi rasa nasionalis sebagai anak bangsa. Seperti film-film macam Nagabonar Jadi Dua, Merah Putih, dll. Walaupun selama saya menonton, masih ada saja orang Indonesia yang mencela orang Timor karena kondisi fisik yang berbeda. Padahal sama saja kan, kita semua basudara besar. Sama-sama orang Indonesia. Lahir putus pusar, makan, dan hidup di tanah yang sama. Kenapa selalu ada perbedaan ? Perbedaan yang sedihnya lahir dari sesama orang Indonesia sendiri.

Ada hal menarik yang saya temukan dari film ini. Akhirnya saya menemukan refleksi pria Indonesia yang gentleman disini. Pria yang betul-betul berkorban, melindungi, memperjuangkan, dan menghibur. The Man who always there for me. Si Doel lewat deh. Sialnya, sosok gentleman itu ada pada wujud lelaki kecil berusia 10 tahun. *Siaaalll...

Carlo nama lelaki kecil itu. Teman sekolah Meri yang jahil padanya tapi sebenarnya hatinya baik. Carlo menjadi yatim piatu dan kemudian diasuh oleh Abu Bakar. Scene-scene berikutnya menunjukkan bahwa betapa gigihnya Carlo mencari Meri hingga ke perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste. Bukan main-main, dengan modal baju di badan, Carlo mencari Meri. Mulai dari naik bus Kupang-Kefa, hingga jalan kaki sampai perbatasan. Ketika akhirnya berhasil menemukan Meri yang kelelahan dan pingsan, Carlo membawanya ke Puskesmas. Saat Meri kehausan, Carlo berusaha mencari air untuk Meri tanpa memperdulikan dirinya yang juga haus. Waktu Meri kelaparan, Carlo berusaha mencarikan makanan. Ketika Carlo tidak sengaja menjatuhkan harmonika milik Mauro di sungai, Carlo berusaha keras mencari gantinya. Ada adegan yang paling romantis, ketika mereka sudah tiba di perbatasan dan Meri yang putus asa mencari Mauro. Carlo kemudian berusaha menyemangati Meri sambil menyanyikan lagu Kasih Ibu, lagu yang sering dinyanyikan Meri dan Mauro sewaktu kecil. Meri pun rela memberikan baju yang tadinya ingin diberikan sebagai kado untuk Mauro kepada Carlo karena kasian melihat baju Carlo yang kumal dan keringatan.

Carlo lelaki kecil yang gentleman. Tidak ada pengeluhan baginya ketika menyangkut "urusan" Meri. Carlo jalan kaki di atas aspal yang panas dan berlari di antara bukit-bukit yang tandus. Berbanding terbalik dengan pria bermotor yang masih mengeluh jika jarak yang dituju jauh dari jarak rumahnya sendiri. Carlo demi Meri mencarikan makan dan minuman. Berbanding terbalik dengan para lelaki yang masih hitung-hitungan kalau memberi. Carlo yang menghibur Meri. Carlo yang jahil sebagai tanda sayangnya. Carlo yang cemburu kepada Mauro. Carlo yang minta maaf karena kejahilannya pada Meri. Carlo yang menepati janjinya pada Meri untuk tidak mencuri. Carlo yang selalu berusaha mendapatkan kepercayaan Meri. Carlo yang pantang mundur.

Carlo oh Carlo...

You Might Also Like

0 comments