Traveling

Melancong ke Laos

Selasa, Agustus 21, 2012


Tak pernah terlintas di benak saya untuk mengunjungi Laos. Laos atau orang-orang menyebutnya Lao merupakan negara yang terletak di sebelah barat Thailand. Saya mengetahui tentang negara Laos hanya karena mempelajari ASEAN saat sekolah dulu. Saat pertama kali tiba di Vientiane, ibukota Laos, saya sampai ternganga melihat ketiadaan kehidupan disana. Untuk ukuran sebuah ibukota negara, Vientiane terbilang sepi. Pembangunan belum terbilang banyak. Kendaraan yang melintas dapat dihitung dengan jari. Satu-dua orang yang lalu lalang pun adalah turis. Kemana penduduknya?

Sembari mencari penginapan, pikiran saya sibuk mengamati keadaan sekitar. Kota ini sangat cocok untuk merenung. Tempat yang jauh dari keramaian dan hening. Saya dan dua orang teman saya, Dayan dan Jihad sepakat untuk mencari penginapan. Untungnya di Laos berlaku dua mata uang, selain Kip yang merupakan mata uang Laos, mereka juga menerima Bath sebagai alat tukar. Keuntungan ini membuat saya dan teman-teman tidak perlu grasa-grusu mencari money changer. Setelah mendapat penginapan dengan harga yang terjangkau, kami pun memutuskan jalan-jalan di sekitar Vientiane. Pemandangan yang saya temukan dapat dibilang gersang. Di dekat hotel tempat kami menginap terdapat taman hiburan tempat masyarakat berkumpul. Mungkin kalau di Makassar taman itu seperti anjungan pantai Losari. Di seberang taman itu kita dapat melihat Thailand dari seberang dan aliran sungai Mekong yang masyur. Adapula patung King Anuovong yang berdiri dengan megahnya. 

Sayangnya kami tidak bisa terlalu lama di Laos. Waktu yang diperlukan untuk ke Laos memakan hampir 2 hari untuk pulang-pergi. Sedangkan kami harus segera kembali masuk kantor untuk menjalani magang di KBRI Bangkok. Saya tak sempat ke Pha That Luang, Buddha Zamrud, apalagi Vang Vieng. Mungkin suatu saat nanti saya akan kembali kesana.


King Anuovong's statue


di seberang itu Thailand loh :p


sepinyaa......

Foto-foto dibawah ini diambil di salah satu Wat (kuil ) yang ada di kota Vientiane. Saya baru menyadarai juga kalau kuil-kuil Buddha memuat diaroma kehidupan Buddha dari lahir sampai mencapai moksa di dinding-dinding kuil-nya. Kuil Emerald Buddha di Grand Palace, Bangkok juga membuat hal yang sama. Hal itu mengingatkan saya pada ke-12 gambar perjalanan Yesus Kristus dalam memanggul kayu salib ke Golgota hingga kematiannya pada gereja Katolik. 

kata Mami arsitekturnya mirip dengan rumah adat Palembang








Salah satu kantor pemerintah yang ada depan hotel. Tulisan-tulisan di Laos hampir semua menggunakan bahasa Perancis. Dahulu, Laos merupakan koloni Perancis. 


 naik sepeda keliling kota....


jalan raya yang sepi


sungai Mekong, salah satu sungai terpanjang di dunia


Meski saat siang hari Laos begitu sepi, ketika matahari tenggelam, satu-persatu penduduk kota mulai keluar. Malam hari adalah saat penghuni kota keluar untuk berdagang di pasar malam atau sekedar mencari hiburan. Ternyata, Laos tidak sesepi yang saya duga. 


Sehimpun Puisi

From My Desk

Sabtu, Agustus 18, 2012



dingin beku air conditioner
tak mempan hilangkan hangat di hatiku
wajahmu hilangkan sepat
walau hanya sesaat




Love Story

Pertukaran

Jumat, Agustus 17, 2012



Semua hal tentang tata cara makan bisa dipertukarkan. Piring kaca bisa ditukar dengan piring plastik. Gelas bisa ditukar dengan sebotol bir. Dan sendok bisa diganti dengan sumpit. Sama hal-nya saat dunia malam menjadi saksi bagaimana dua orang satu bangsa dapat saling tidak memahami karena perbedaan kultur di antara mereka. Memang benar, yang kita butuhkan adalah waktu yang lebih panjang dan kesempatan yang banyak.



Note: lamat-lamat terngiang lagu Yang Kumau-nya Krisdayanti, " karena sesuatu yang peka buat kita jadi masalah....yang kumau ada dirimu tapi tak begini keadaannya...."

Life Story

Pesta Kemerdekaan

Jumat, Agustus 17, 2012

*picture diculik dari DP-nya Techank*



Sebuah pertanyaan tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya, "Berapa harga sebuah pesta kemerdekaan?"

Jari saya hampir tersayat pisau cutter saat memotong undangan konser piano dalam rangka perayaan hari kemerdekaan RI ketika magang di kedutaan kemarin. Kedutaan membuat dua acara yang berbeda dengan dua undangan yang berbeda pula. Undangan pertama adalah undangan formal dengan bahan kertas khusus berlogo emas burung Garuda yang merupakan undangan gala dinner para pejabat penting dan warga Indonesia disana. Undangan kedua desaign-nya lebih berwarna dan terkesan lebih santai meskipun suasana formal tetap terasa. Undangan kedua-lah yang menjadi tanggung jawab saya untuk diurus. Sebuah undangan untuk menghadiri konser piano Sudiarso Duo, duo pianis ibu-anak yang setelah saya searching merupakan pianis langganan kedutaan RI. Salah satu contohnya adalah mereka pernah tampil dalam acara yang diselenggarakan KBRI di Praha.

Setelah melihat tempat gala dinner dan konser, saya pun iseng-iseng mengkalkulasikan berapa banyak dana yang dikeluarkan negara untuk menggelar acara seperti itu. Makan Malam Kenegaraan digelar di hotel mewah di Bangkok dengan lebih dari 1700 tamu. Itu belum termasuk dengan goddie bag yang dihadiahkan kepada setiap tamu. Sedangkan konser piano itu meski bekerja sama dengan salah satu Universitas disana tetap memakan biaya yang tinggi. Pesta kemerdekaan merupakan pesta yang mahal di luar negeri. Sedangkan di dalam negeri sendiri, untuk membuat bendera merah putih dan menghias jalan dengan lampu warna-warni, pemerintah kita masih pelit untuk mengucurkan dana. Miris. Pesta Kemerdekaan kita begitu mewah di luar negeri sedangkan di dalam negeri aura kesenyapan mengiringi 17 Agustus. Tidak ada lagi lomba-lomba menyambut perayaan kemerdekaan atau panggung rakyat. Entah apa yang dilakukan ketua RW dan RT saat ini.

Ketika hal itu coba saya diskusikan dengan salah seorang teman, jawaban yang saya terima semakin membuat hati saya mencelos. "Ya, mungkin karena waktunya bertepatan dengan bulan puasa," begitu jawab kawan saya. Lagi-lagi agama dijadikan pembenaran untuk ketidakpedulian kita. Padahal meskipun bulan Agustus tidak bertepatan dengan bulan puasa, toh perayaan kemerdekaan tetap senyap. Tidak ada perasaan senang atas kemerdekaan yang telah direnggut selama 67 tahun. Ataukah kita sebenarnya belum merdeka? sehingga kita pun acuh tak acuh menyambut perayaan kemerdekaan itu.




Special Moment

With Leo

Jumat, Agustus 17, 2012

ikojg

Karena sampai sekarang belum bertemu dengan Leonardo DiCaprio, jadi untuk sementara foto dulu dengan tiruannya. Siapa tahu bisa "memancing" untuk bertemu dengan Leo yang asli hihihiii.....:p



Located : Madame Tussauds Bangkok, Siam Discovery

Fotografi

My Nights

Minggu, Agustus 12, 2012



 big yellow taxi 



 accross to you



can't you see the red light? 



don't!



intersection



 Dayan di khaosan road



Mr. Brightside



located : seputar Samsen, Khaosan, dan RCA
photo by : Meike

Special Moment

Ting Tong!

Selasa, Agustus 07, 2012


Someone sent us a letter. We found it in front of our room. It made me, Dayan, and Jihad shocked! hihiiii...:p

Love Story

Peristiwa Jam 2 Subuh

Senin, Agustus 06, 2012

Perasaan saya campur aduk. Ada senangnya, ada sedihnya, dan ada kemarahan yang mengepul sampai ke ubun-ubun. Taksi yang membawa saya dari daerah Nana (daerah red line di Bangkok) pada pukul setengah 3 subuh menjadi saksi bagaimana remuk redamnya asa yang setiap hari saya naikkan ke langit. Asa yang saya bungkus rapat-rapat dalam mimpi setiap malam.

Saya tidak bisa mendustakan, meski saya memegang teguh ajaran feminisme tapi saya senang dengan perhatian-perhatian yang diberikan oleh para lelaki apalagi bila lelaki itu telah menyemikan hati saya. Perhatian sekecil apapun akan terasa sangat berarti meskipun tidak disengaja.

Lalu siang ini kamu menegur saya.
"Gimana pulangnya kemarin malam?"

Dengan menahan gondok saya menjawab, " Ya diturunin di jalan..."

Dan setelah itu kamu melengos pergi.

Jderrrr.....
Saya menatap punggung kamu yang sedang menerima telpon. Dalam hati ingin rasanya saya lemparkan patung Rama-Shinta yang sedang menari itu ke kepalamu supaya kamu punya rasa peka pada orang lain. Saya tidak tahu masa lalu kamu seperti apa hingga membentukmu menjadi seapatis itu. Saya juga bukan siapa-siapamu yang dapat merubahmu menjadi orang yang punya rasa. "Penjual Daging" di pinggir jalan yang kamu sebut itu pasti memiliki simpati melebihi kamu.

Malam yang ditunggu-tunggu itu menjadi jawaban akan tanda-tanda yang berasal dari  alam bawah sadar saya setiap hari. Saya tidak tahu bagaimana endingnya dan meski ini bukanlah sebuah ending, saya menyerahkan akhir ini pada sang Sutradara. Ia lebih tahu mana akhir cerita yang bagus.

Saya terkenang dengan bbm yang dikirimkan sahabat saya Alvidha tempo hari, "Jangan terlalu kecewa. Tuhan itu baik."


Cerita Lagu

A House Is Not A Home

Minggu, Agustus 05, 2012


*tumblr


by Luther Vandross


"A chair is still a chair
Even when there's no one sittin' there
But a chair is not a house
And a house is not a home
When there's no one there to hold you tight
And no one there you can kiss goodnight..." 


PS : kangen rumah :'(