Love Story

1000 Hari

Minggu, Oktober 23, 2022

Waktu saya masih single, hampir setiap hari saya berkhayal bertemu soulmate saya. Eitsss... saya masih tetap dalam misi menyelamatkan dunia kok. Hanya saja, rasanya lebih menyenangkan kalau tidak sendirian. Lalu, Tuhan begitu baik menganugerahkan kepada saya manusia unik yang kemudian menjadi partner saya. Namanya Omi, bukan nama sebenarnya. Itu panggilan kesayangan teman-teman saya di kampus untuk dia. 

Saya dan Omi sudah berelasi selama tiga tahun. Dalam tiga tahun itu, ada banyak suka dan duka yang kami alami. Jujurly, ini relasi saya yang paling lama dan paling aneh. Kebetulan si Omi memang manusia langka. Ada 1 banding sejuta yang seperti dia. Berelasi dengan Omi berarti siap-siap membuang semua fantasi dan ekspektasi klise tentang bagaimana berelasi seperti orang kebanyakan. Omi punya caranya sendiri untuk mencintai saya. Omi membuat saya keluar dari zona nyaman. Ia memberi saya pengalaman yang sama sekali lain. Kami punya cara sendiri dalam berelasi. 

Kalau dulu saya disibukkan dengan bagaimana mendapatkan kekasih, maka sekarang saya disibukkan dengan bagaimana merawat relasi. Yap, namanya juga dua individu beda budaya dan keluarga, proses mencari keseimbangan itu tidak mudah, kawan. Yang satu dari timur, satunya dari barat. Satunya suka sayur, satunya pemakan daging. Yang satu suka musik metal, satunya suka musik R & B. Yang bikin kami tetap bersama adalah karena kami ingin tetap bersama. Hubungan kami ini terdiri dari tiga pihak. Pihak ketiga itu adalah Pribadi yang mempertemukan dan menyatukan kami. Dia adalah dasar, tujuan, dan fokus hubungan kami. Kami berdua mencintai Pribadi ini. Tapi, karena kami gak mungkin menggapai Dia, makanya kami saling merangkul untuk bisa dekat denganNya. Kalau tidak ada Dia, kami bisa bubar atau bahkan tidak bakalan berelasi sejak awal. So, we are so blessed. Saya dan Omi masih terus belajar dan semoga kami terus bisa saling menemani sampai akhir 

Postingan ini buat Omi. Ya kali, siapa tahu dia blogwalking ke blog ini dan membaca postingan ini hehehe. I love his witty smile

Selamat 1000 hari, Omi. 


Life Story

Jalan-Jalan

Kamis, Mei 19, 2022

Pikiran ini muncul waktu sedang di dalam kereta api dari Yogyakarta menuju Solo. Kita bisa saja cepat sampai ke tujuan. Tetapi, kita akan melewatkan banyak pemandangan. 

Bukankah hidup ini lebih bermakna justru ketika kita menikmati setiap menitnya? 

HealingJournal

Day 11: Hilal

Rabu, April 13, 2022

Hilalnya sudah kelihatan. Memang bukan cahaya yang dinanti. Bukan nasib yang berubah. Tetapi, perspektif.


Apa lawan dari tragedi? Komedi. 

HealingJournal

Day 10: Reward

Senin, April 11, 2022

Hari kesepuluh. Tiba-tiba tanpa diduga saya mendapat uang sebesar Rp.250.000 dari bank BNI sebagai reward karena terlalu sering menggunakan mbanking. Hmmm… saya jarang sih mendapat model reward atau hadiah begini jadi disyukuri saja. Inikah yang dinamakan keberuntungan? Tidak perlu usaha, tapi bisa langsung dapat?

Sementara sesuatu yang diusahakan itu lain lagi. Kadang rasanya letih. Kadang terganjal. Kadang mau menyerah. Sekarang rasanya seperti menunggu nomor antrian. Saya masih menanti.

HealingJournal

Day 9 : Mari Kita Olahraga!

Minggu, April 10, 2022

Sudah tiga hari belakangan ini saya memantapkan diri untuk berolahraga. Kalau orang lain berolahraga untuk hidup sehat, saya berolahraga supaya bisa makan lagi hehehe. 

Bercandaaaa! Jadi ceritanya, berat badan saya naik drastis disebabkan beratnya beban salib yang membuat beta lari ke makanan. Abis makan langsung tidur kayak ular, jadinya kurang gerak kan. Akibatnya, badan saya menjadi tidak seimbang seperti badan Pikachu: gede di atas, tapi kakinya mungil. Tubuh mengirimkan informasi itu melalui lutut yang mulai ngilu-ngilu pertanda tidak kuat menumpu badan saya. Begitulah...apa boleh buat. Biar kita tetap kuat menjalani derita hidup ini, mari kita barengi dengan berdoa dan berolahraga. 

Awalnya, saya memulai acara olahraga ini dengan niat dulu. Kumpul niatnya sekitar dua bulan. Lalu mikir dulu mau memilih olahraga apa. Tidak ada proses instan dalam berolahraga. Tapi, kita bisa memilih yang mana yang nyaman. Mau lari, malas karena medannya gak oke. Mau ke gym mahal. Ya, udah goler-goler di tempat tidur dulu sambil ngemil kue taiyaki dan nonton Netflix. 

Lalu, saya ingat akan sepeda statis peninggalan Eyang yang tidak terpakai. Dulu Eyang membeli sepeda statis itu untuk melatih gerakan persendiannya pasca kena serangan stroke. Setelah googling khasiat naik sepeda statis, ternyata cocok dengan kebutuhan saya. Kenapa tidak naik sepeda beneran? karena saya tidak berani naik sepeda di jalan yang ramai, buta arah, dan tidak punya sepedanya juga.

Bagaikan marmut yang berlari di roda yang tidak bergerak, begitulah saya dengan sepeda statis ini. Cara olahraganya biasa saja sih. 10 menit dulu untuk 2 hari. Lalu nanti naik jadi 15 menit. Nanti naik lagi 20 menit begitu seterusnya sampai saya sanggup sepedaan 30 menit x dua kali sehari pagi dan sore. Kedengarannya gampang ya naik sepeda statis doang. Tapi, gengs, 10 menit itu rasanya kayak lamaaaaa banget. Apalagi kalau beban kayunya ditambah. Beneran sama aja kayak lari deh. Keringatan juga kita. 

Supaya saya tidak bosan dan merasa proses ini berat, saya membutuhkan distraksi supaya saya tidak fokus ke waktu. Caranya dengan mendengarkan lagu atau kalau tidak sambil nonton film. Lumayanlah bisa membantu meski kadang mengeluh juga, "Hahh...udah capek begini ternyata baru 4 menit?"

Kalau orang lain olahraga menggunakan lagu-lagu yang upbeat dan ceria, saya kebalikannya. Saya menggunakan lagu-lagu cinta yang sedih-sedih manja. Kayak tadi nih sepedaan diiringi lagunya Vierra dan Stinky hahahaha. Sebenarnya sih ini pereferensi saja gess. Kebetulan saya kalau terhanyut melankolia jadi suka lupa sama waktu. Kan tujuan saya memang mengalihkan diri dari waktu biar bisa enjoy sama olahraganya dan bukan pada hasil olahraganya. Yang penting konsisten! Eaaaaa. 

Udah dulu ya, selamat Minggu Palma dan salam olahraga!