Special Moment

Selamat Jalan, Mbah...

Selasa, Januari 29, 2013



Kami semua memanggil perempuan tua itu dengan sebutan Mbah.

Selama belasan tahun mengenalnya ia selalu tampak sama, sepuh dan rapuh. Kehadirannya selalu menimbulkan rasa sayang bercampur iba. Namun, ia tak pernah mau menyusahkan orang. Tak mau juga terus-terusan bergantung pada orang. Dalam hari tuanya, ia berjuang untuk bertahan hidup juga melawan kesendiriannya dengan berjualan kue. Hasil jualan kue itulah yang memberinya kehidupan. Di hari-hari khusus, Gereja juga memberinya amplop diakonia untuk menambah pundi-pundinya.

Umur saya mungkin masih 7 atau 8 tahun waktu bertemu Mbah. Ia sudah lama tinggal dalam gubuk kecil di belakang rumah Oma Ati. Oma Ati adalah kakak tertua Oma Lin (Oma kandung saya). Satu-satunya alasan mengapa ia dipanggil Mbah karena ia berasal dari Jawa dan keberadaannya di rumah itu adalah karena kemurahan hati Opa Minggus, suami Oma Ati dan Oma Ati yang senang menampung orang untuk tinggal di rumahnya. Menurut wasiat Opa Minggus, Mbah tidak boleh keluar dari rumah sampai ia meninggal. Mbah sudah tidak punya keluarga lagi. Ia juga tak punya suami atau anak. Entah ia pernah memilikinya atau tidak pernah sama sekali. Seperti rumah tua, kehidupan Mbah adalah misteri bagi saya. Saya sering bertanya-tanya seperti apa kehidupan Mbah dimasa mudanya. 

Kadang-kadang kita memandang kasihan orang yang menjalani kehidupannya seorang diri. Kita mungkin pernah bertanya-tanya bagaimana bila mati dalam keadaan tak ada sanak saudara yang menangisi kita. Tak ada anak-cucu yang kehilangan kita. Bahkan untuk menyebutkan apakah ada kekasih yang terpukul atas kepergian kita merupakan sebuah ironi yang besar. Mbah meninggalkan warisan bagi saya, bukan sebuah kumpulan resep kue buatannya apalagi emas permata. Mbah meninggalkan pelajaran penting bahwa kita harus tetap bertahan hidup dan berjuang melawan kesendirian kita. Musuh manusia adalah perasaan ditinggalkan, kesepian, dan penolakan. Satu-satunya cara untuk hidup adalah keberanian untuk menjalaninya dengan ikhlas. Mbah memiliki keberanian itu. Keberanian yang membuatnya kuat dalam usia yang sudah senja.

Saya lalu teringat penggalan bait puisi yang dikarang oleh Aslan Abidin, seorang penyair dari Sulawesi Selatan: "Tak ada yang mencintaimu setulus kematian". Mungkin kematian-lah yang paling mencintai Mbah. Kematian-lah yang menjadi pahlawan untuk menghentikan penderitaan Mbah. Kematian-lah yang memeluk dan menjemputnya untuk kembali mengecap kebahagiaan. Ya, kematian-lah kekasihmu, Mbah.

Selamat jalan, Mbah. 



PS : setelah ia meninggal, saya baru tahu kalau namanya Mbah adalah Dewi Ribka. 

Review Film

Rectoverso Movie

Kamis, Januari 24, 2013

Saya tidak sabar untuk menonton film Rectoverso yang diangkat dari bukunya Dewi "Dee" Lestari. Lebih tepatnya saya tidak sabar menunggu pada bagian "Hanya Isyarat". Mungkin karena proximitas atau karena seolah-olah kisah itu menyinggung saya (padahal orang-orang dari seluruh dunia juga pernah mengalami hal itu hihihi...). Tapi, untuk menonton keseluruhan film saya sudah tidak sabar :D




Sehimpun Puisi

Mengenang "Kereta"

Rabu, Januari 23, 2013

*tumblr*


Saya menemukan puisi lama milik Sitok Srengenge yang berjudul Kereta secara tak sengaja. Bukan...bukan... tak pernah ada yang kebetulan di dunia ini. Bukan secara kebetulan seseorang tiba-tiba salah mengklik sebuah web dan malah nyasar ke sebuah blog yang memuat puisi ini. Puisi ini cukup panjang, tapi saya hanya memilih beberapa bait terakhir untuk disimpan dalam notes ini. Mungkin sebagai pengingat, mungkin sebagai kenangan. 

Suatu saat nanti, saya akan membacakan puisi ini. Mungkin hanya untuk diri saya sendiri, mungkin ketika saya mengingatmu, mengingat kita. Tapi saya berharap, kelak saya, kamu, kita akan mengerti bahwa dalam perjalanan ini, ada kalanya kita bertemu dengan seseorang yang mengubah hidup kita.

Kereta 
oleh : Sitok Srengenge

Dua garis rel itu, seperti kau dan aku, 
hanya bersama tapi tak bertemu 
Bagai balok-balok bantalan tangan kita bertautan, 
terlalu berat menahan beban
Di persimpangan kau akan bertemu garis lain,
begitu pula aku 
Kau akan jadi kemarin, kukenang sebagai pengantar esokku 

Mungkin kita hanya penumpang, 
duduk berdampingan tapi tak berbincang, 
dalam gerbong yang beringsut ke perhentian berikut 
Mungkin kau akan tertidur dan bermimpi tentang bukan aku, 
sedang aku terus melantur mencari mata air rindu 
Tidak, aku tahu, tak ada kereta menjelang mata air 
Mungkin kau petualang yang (semoga tak) menganggapku tempat parkir 
Kita berjalan dalam kereta berjalan
Kereta melaju dalam waktu melaju 

Kau-aku tak saling tuju 
Kau-aku selisipan dalam rindu 
Jadilah masinis bagi kereta waktumu,
menembus padang lembah gulita
Tak perlu tangis jika kita sua suatu waktu,
sebab segalanya sudah beda 
Aku tak tahu kapan keretaku akan letih, 
tapi aku tahu dalam buku harianku kau tak lebih dari sebaris kalimat sedih

Love Story

Hope

Senin, Januari 21, 2013

Hoping is trap. There's always reason to wait and stay.

Sebenarnya jika menggunakan logika komunikasi, sudah jelas bahwa jawaban yang saya dapatkan itu negatif atau untuk sedikit menghibur hati bisa dikatakan "belum". Namun gara-gara makhluk sial bernama "harapan" yang terselip dalam kotak Pandora inilah, semua logika komunikasi itu terbantahkan. Berganti dengan ilusi-ilusi yang ujung-ujungnya malah bikin sesak. Selalu ada kata "mungkin" atau "barangkali". Selalu ada pembelaan untuk fakta yang nyata-nyata tak sejalan dengan yang diharapkan. Saya benci pembelaan. Tapi dalam kasus ini, saya suka sekali membuat pembelaan.



Special Moment

Kartu Pos Keliling Dunia

Kamis, Januari 17, 2013

kartu pos siap keliling dunia


Kartu Pos adalah jenis surat yang sering dianggap sepele oleh sebagian besar orang. Namun, sebagian besar orang lain justru menganggap kartu pos sebagai cinderamata yang tak terlupakan. Sewaktu kecil saya suka mengumpulkan kartu-kartu pos yang dikirimkan penggemarnya Mami ( Mami saya penyiar RRI). Dulu bentuk kartu pos tak semenarik sekarang. Berukuran persegi panjang, berwana cokelat, dan tanpa gambar. Sangat monoton dan membosankan. Kartu-kartu pos itu dikirim dari orang-orang yang berasal dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Si Mami jarang membaca kartu-kartu itu, makanya dia senang-senang saja memberikan kartu-kartu pos itu kepada saya yang digunakan sebagai uang-uangan. 

Kartu pos juga mengingatkan saya kepada Kak Dwi Ananta. Dia adalah satu-satunya orang yang pasti akan meminta dikirimkan atau dibawakan kartu pos kalau saya sedang ke luar negeri. Namun sayangnya, saya tidak bisa mengirimkannya langsung via pos karena masalah waktu dan tidak tahu dimana kantor pos di negara-negara tersebut. Alhasil kartu-kartu pos itu hanya kubawakan sebagai oleh-oleh. Akan tetapi respon yang kuterima dari Kak Dwi sungguh luar biasa. Ia senang sekali seperti dibawakan dress atau sepatu. Saya bisa membayangkan bahwa ia akan lebih senang lagi jika mendapatkan langsung kartu pos itu dengan cap negaranya masing-masing. 

Kartu pos kemudian menjadi sesuatu yang berbeda maknanya ketika dua seniorku, Kak Jun dan Kak Dwiagustriani hijrah ke luar negeri. Kartu pos pertama datang dari Kak Jun yang saat ini tinggal di Melbourne, Australia. Pesan dalam kartu pos itu cukup singkat. Ia mengucapkan selamat atas jabatan pengurus yang saya pegang di KOSMIK dan sedikit kata-kata motivasi agar saya tetap "dream" and "believe". Disitulah saya mengalami sensasi yang luar biasa saat menerima sesuatu yang dinanti-nantikan. Kartu pos itu memang tiba cukup lama, lebih sebulan. Pesannya pun juga singkat. Namun, maknanya sangat dalam.

Selanjutnya kartu pos kedua kuterima dari Kak Dwi. Kak Dwi dan baby Ara sekarang tinggal di Ohio, Amerika Serikat bersama suaminya yang juga seniorku, Kak Yusran. Keluarga Darmawan ini sangat baik dan cukup dekat dengan saya. Suatu  hari Kak Dwi meminta alamat rumahku. Pada waktu itu saya langsung menebak-nebak akan dikirimkan apa. Beberapa benda bahkan terlintas di kepalaku. Beberapa minggu sebelum Natal, kartu pos itu tiba di rumah. Sama seperti kartu pos dari Kak Jun, kartu pos dari Kak Dwi juga tiba kira-kira sebulan dari setelah ia mengirimnya. Saat menerima kartu pos dan membaca pesannya, airmata saya langsung meleleh. Ini memang hanya kartu pos biasa. Bukan pula benda-benda yang bermunculan di kepala saya. Tapi beberapa baris kalimat dalam kartu pos bergambar sebuah kapel di Ohio University ini sungguh mahal. Saya langsung mengucapkan terima kasih pada Kak Dwi. 


kartu pos dari Kak Jun dan Kak Dwi


Waktu terus berjalan, dan kedua kartu pos itu masih saya simpan. Kuselip dalam diary dan kadang-kadang membacanya kembali seperti sebuah jimat. Minggu lalu, saat saya menemani Pak Sastra berbelanja oleh-oleh di Somba Opu, saya melihat rak yang penuh dengan kartu pos. Sempat terbesit pikiran untuk membeli namun karena tidak tahu mau berkirim dengan siapa, niat itu tertunda. Ternyata malam harinya, semesta memberi petunjuk. Gara-gara membaca postingan Kak Dwiagustriani  tentang berkirim kartu pos dengan kawan-kawan dari penjuru dunia, saya pun tergerak untuk bergabung. Saya lantas mengikuti jejak Kak Dwi dan bergabung dengan Postcrossing.com, dengan bergabung di klub itu, saya pun menerima alamat-alamat untuk dikirimi kartu pos. Alamat-alamat itu semuanya berasal dari luar Indonesia.

Akhirnya, saya meminta Mami untuk membelikan kartu pos. Maklum saja kantornya dekat dengan Somba Opu dan kantor pos jadi bisa sekalian nitip untuk dikirimkan. Ada 5 kartu pos yang akan dikirimkan. Sebuah kartu pos untuk bayi bernama Elliot di Amerika, seorang remaja bernama Zuzanna di Polandia, seorang perempuan bernama Denise di Jerman, seorang gadis bernama Natalia di Rusia, dan seorang perempuan bernama Inese di Latvia. Sayangnya, tak ada satupun lelaki (Elliot-nya masih baby sih..hihihi...). Kelima kartu pos akan dikirim esok hari, itupun kalau si Mami tidak sibuk. Saya berharap kartu pos itu dapat tiba dan diterima dengan selamat. Oiya, setelah kartu-kartu itu terkirim, saya akan mendapat kartu-kartu pos dari strangers, entah dari negara mana. Untuk menerima kartu-kartu pos itu, saya harus bersabar. 

Semoga.

Special Moment

Tamu Dari Malaysia (part.II)

Rabu, Januari 16, 2013

ki-ka : Vincent, Ckhalik, dwi, Mr.Chumphon, Sari, saya, Amdya, Nani, Dissa, April, Ivon, Satkar, dan Tio (photo by: Fitri, edit: Ivon)  


Setelah kepulangan Pak Sastra beberapa hari yang lalu, akhirnya pada hari selasa kemarin kami anak KKN International Malaysia-Thailand mendapat tamu kedua. Kali ini kami menyambut kedatangan Mr.Chumphon Rattanapong Kaewsom yang biasa kami panggil abang Jackie. Bang Jack adalah seorang lelaki berkebangsaan Thailand yang sedang mengambil program Ph.D di UUM. Mungkin karena profesinya sebagai dosen Ilmu Politik di Maejo University, Thailand yang membuatnya datang ke Sulawesi Barat untuk melakukan konferensi disana bersama Pak Sastra, Dennis, dll.  

Kedatangan Bang Jack agak berbeda dengan Pak Sastra. Kami harus menemani Bang Jack bertemu dengan pihak Unhas untuk membicarakan lanjutan kerjasama dan sebagai bentuk apresiasi juga dari pihak UPT KKN karena beliau banyak membantu memfasilitasi kami selama di Malaysia-Thailand dulu. Sayangnya, saya datang terlambat saat acara ramah tamah dengan Prof.Dadang, WR I Unhas. Alhasil saya tidak mengetahui pembicaraan yang dilakukan Bang Jack dengan pihak Unhas yang diwakili Prof. Dadang, Pak Hasrullah (Ketua UPT KKN Unhas) dan Pak Zaeni (Sekretaris UPT KKN Unhas), Ckhalik (ketua delegasi KKN International), dan beberapa teman-teman seperti Nani, Satkar, Sari, Ivon, dll . 

Sambil menunggu pertemuan yang sedang berlangsung, saya menunggu diluar ruangan bersama Amdya, Dissa, April, Fitri, Erwin, Tio, Dwi, dan Vincent. Setelah pertemuan itu selesai, kami pun mengajak Bang Jack untuk makan siang. Kami mengajaknya makan siang di RM Ayam Goreng Penyet di Perintis. Pada sessi makan siang ini, kami dan bang Jack saling melepas rindu dengan saling bercakap-cakap kadang pula bercanda, meskipun kendala bahasa kerap-kali membuat pembicaraan tidak nyambung namun kerinduan itu terbayar sudah.

Setelah makan siang, kami bersama Pak Nasir (dosen HI) lalu mengantar Bang Jack ke Universitas Fajar karena beliau harus menjadi pembicara mengenai konflik Thailand disana. Rombongan kami -lebih tepatnya Bang Jack- telah ditunggu disana. Selama Bang Jack menjadi pembicara, kami pun setia menunggu.

ki-ka : Dwi, Ivon, Satkar, Mr.Chumphon, April, dan saya (photo by : Nani)

Keesokan harinya, kami pun kembali menemani Bang Jack untuk mengunjungi beberapa tempat wisata termasuk anjungan Pantai Losari dan benteng Rotterdam. Karena bang Jack beragama Buddha, ia pun meminta diajak ke kuil untuk berdoa. Kami pun menemaninya berdoa di Kuil Naga Sakti Xian Ma di jalan Sulawesi.  

bersama Mr.Chumphon (photo by: Dissa)



ki-ka : Sari, saya, dan Dilla di Klenteng Xian Ma (photo by: Dissa)

Sayangnya perpisahan kami dengan beliau tidak berjalan romantis seperti dengan Pak Sastra. Karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan, kami terpaksa berpisah melalui telepon. Bang Jack menelpon kami satu-per satu, mengucapkan terima kasih serta harapan bahwa suatu saat nanti kami akan berjumpa kembali. 





Special Moment

Tamu Dari Malaysia (part.I)

Rabu, Januari 16, 2013

Sedikit saja bagian dari peristiwa hidup kita berubah, maka seluruh rangkaian cerita hidup kita juga akan ikut  berubah. Begitulah kira-kira pemikiran Benjamin Button yang kupinjam untuk tulisan ini. Seandainya saja, satu babak dalam peristiwa itu terlewatkan, maka semua kisah akan berubah, bahkan mungkin hidup tidak akan membawaku mengenal mereka.

Kemarin, saya bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah saya bayangkan akan bertemu dengan mereka di kota Makassar. Mereka adalah Pak Sastra yang baru kutahu bernama asli Pak Tiang, seorang Siam berkebangsaan Malaysia. Pak Sastra inilah yang banyak menolong saya dan teman-teman KKN International di perbatasan Malaysia-Thailand kemarin. Pak Sastra datang dalam occasion konferensi bersama beberapa dosen HI di Unhas yang berlangsung di Universitas Sulawesi Barat. Setelah konferensi itu selesai, Pak Sastra, Dennis (roomate-nya Mr.Chumpon alias abang Jeckie), Yam, dan seorang lagi yang kulupa namanya berkunjung ke Makassar. Tujuan Pak Sastra jelas, ia ingin bertemu kami, "anak-anak piara"-nya sewaktu KKN kemarin. Dennis, Yam, dan seorang lagi yang kusebut Mr.Unknown diajak jalan-jalan mengelilingi kota Makassar bersama Pak Yakub (dosen HI, yang apartemennya kami tinggali dulu). Karena mereka berempat berbicara dalam bahasa Thai, saya langsung teringat kembali kehidupan saya sewaktu di Thailand dulu.


ki-ka : saya, Yudith, Pak sastra, April, dan Amdya *photo by : Nani


Sebagai tuan rumah, tentu saja saya dan teman-teman saya menjadi tuan rumah yang baik. Menjadi guide dan memberi sambutan yang menyenangkan. Kami patungan membawa Pak Sastra jalan-jalan, memperlihatkan kota Malassar kepadanya. Pak Sastra sangat senang bertemu kami, ia memaksa untuk mentraktir kami, tapi tidak kami biarkan. Selama ia di Makassar, ia dibawah tanggung jawab kami.  

Sebelumnya, saya menghabiskan waktu bercerita dengan Dennis. Dennis, Yam, Mr.Unknown, termasuk Pak Sastra adalah lecturer di tempat asalnya. Dennis sendiri adalah dosen di Thaksin University, universitas yang sudah dua kali kukunjungi. Saya dan Dennis bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Ia mengatakan bahwa ia merasa seperti di rumah saat berada di Indonesia. Dennis bilang orang-orang Indonesia seperti orang Thai sangat ramah dan hangat. Ia bercerita bagaimana ia disambut dengan hangat sewaktu di Majene. Dennis membandingkan karakter orang Indonesia (Makassar) dengan orang Malaysia, ia bilang orang Malaysia itu tertutup tak sama dengan orang Indonesia. Apa yang dikatakan Dennis kuiyakan, karena saya pun merasa demikian. 

Saat Pak Sastra, Yam, Dennis, Mr.Unknown berbicara dalam bahasa Thai, entah mengapa saya mengerti. Mereka berbicara tentang harga makanan, tentang cuaca yang panas, serta betapa antusiasnya mereka melihat foto-foto chinatown di masa lampau di salah satu warkop di jalan Sulawesi, tempat kami mengajaknya makan nyuk-nyang. Kenangan sewaktu di Thailand bangkit kembali. Hanya butuh waktu seminggu sebelum saya merasa seperti di rumah sendiri. Orang-orang Thai menganggap kami adalah bagian dari mereka. Mungkin karena karakter wajah yang sama, banyak orang Thai  bahkan turis asing mengira saya juga orang Thai atau Filipina. Satu hal lagi, ternyata Pak Sastra dan orang-orang Thai ini sulit mengucapkan nama saya. Sehingga saya harus mengajar mereka mengucapkan nama saya dengan benar (tapi tetap gagal) :(


saat menemani Pak Sastra, di bandara *photo by : Nani


Sampai akhirnya Pak Sastra sudah bisa mengucapkan nama saya, di saat itu pula ia harus kembali ke negaranya setelah sebelumnya harus ke Bandung dan Jogya dulu. Saya dan teman-teman saya melepas kepergiannya ke bandara. Kami masih tidak percaya bertemu dengannya lagi. Belum tentu saat kami ke Malaysia, kami berjumpa lagi dengannya. 

Saya jadi teringat bagaimana seandainya saya tidak jadi ikut KKN dulu. Saya mungkin tidak pernah mengenal dan berjumpa dengan mereka. Dan ketika mungkin bersisian dan bertemu di jalan, kita mungkin tidak akan pernah saling menegur. 


Love Story

Bertemu Kembali

Selasa, Januari 15, 2013

*pict deviantart*


Sambil menuliskan ini, suara Stevie Wonder mengalun pelan, "...in a cafe or sometimes on a crowded street. I've been near you, but you never noticed me..."

Akhir-akhir ini saya memikirkan bila seandainya kita bertemu kembali. Apakah kamu masih mengenaliku atau kamu sudah lupa bagaimana wajahku? Apakah kamu masih ingat dengan namaku dan masih bisa dengan benar mengucapkannya? Kadang-kadang saat jalan-jalan di pusat perbelanjaan atau duduk nongkrong di cafe, saya sering teringat tentangmu dan berharap seperti lagunya D'Bagindas bahwa kamu juga mengingatku walau hanya seperti angin berlalu.

Sudah beberapa hari ini kamu tidak terlihat aktif di dunia maya. Dunia yang menghubungkan jarak kenyataan di antara kita. Saya harus akui bahwa kadang-kadang rasa rindu itu memang tak tahu malu. Apalagi mengingat siapakah saya ini bagimu. Namun, entah mengapa saya tetap senang, menikmati setiap proses yang terjadi di antara kita. Menebak-nebak kapan kita bercakap-cakap sampai larut malam dan saling mengirimkan lagu lagi. Apa yang kamu lakukan beberapa waktu lalu cukup membuatku ge-er. Dan kalaupun aku salah, biarlah aku berbahagia dengan khayalan itu, bahwa diam-diam kamu juga memperhatikan apa yang aku ucapkan....memperhatikan aku.

Masa depan selalu menjadi misteri. Entah kapan kita akan bertemu kembali. Apakah sudah direncanakan, secara tak sengaja, atau seperti adegan di film Benjamin Button, kamu menontonku di televisi, lalu tersenyum dan mengingat kenangan kita. Sungguh saya tidak berani membayangkan bila kita bertemu dan kamu malah memalingkan wajahmu, pura-pura tak kenal. Mungkin saya melihatmu tapi kamu tidak menyadari keberadaan saya. Versi paling menyedihkan adalah saya melihatmu dari kejauhan bersama istri dan anak-anakmu, tampak sangat bahagia.

Untuk sementara saya hanya bisa mengirimkan salam padamu lewat angin yang kuharap dapat menerpa wajahmu. Mungkin saya hanya bisa mengucapkan rindu lewat sinar matahari yang membuatmu tetap hangat dalam cuaca yang dingin. Mungkin saya hanya bisa melantunkan doa untukmu lewat udara yang sama-sama kita hirup, meski terpisah jarak dan waktu.

Kudengar Stevie Wonder kembali bernyanyi lirih, "...Maybe someday, you'll see my face among the crowd. Maybe someday, I'll share your little distant cloud..."

Cerita Lagu

Thank You, Stevie

Selasa, Januari 15, 2013




Terima kasih sudah menemani mengerjakan skripsi sampai subuh seperti ini.



You are the sunshine of my life 
That's why I'll always be around
You are the apple of my eye
Forever you'll stay in my heart

(You're The Sunshine of My Life - Stevie Wonder)

Cerita Lagu

Raindrops Keep Falling On My Head

Minggu, Januari 13, 2013


Lagu "Raindrops Keep Falling On My Head" merupakan salah satu lagu lama yang menjadi primadona untuk muncul sebagai soundtrack film. Bahkan di abad 21 sekalipun, lagu ini tak pernah mati menemani sosok Forrest Gump sampai Peter Parker menjalani scene melankolis di film-film mereka.

Di samping lagu-lagu India, lagu-lagu pop baru, atau kembali ke selera asal, lagu oldies, Raindrops Keep Falling On My Head masuk di list lagu-lagu andalan saya dalam mengerjakan skripsi. Saya suka melodi, musik, suara B.J.Thomas, dan tentu saja liriknya. It's perfect combination to bring  you mellow.

Sambil menuliskan postingan ini, suara gemuruh guntur terdengar nyaring, menemani B.J.Thomas yang menyanyikan lagu ini disaat saya juga sedang mengerjakan skripsi.

Hujan pun turun.
Saat itu, B.J Thomas pun bernyanyi, " 'Cause I'm never gonna stop the rain by complainin'...because I'm free nothin's worryin' me..."

Love Story

Karena Cinta Bukan Batu dari Langit

Jumat, Januari 11, 2013



"Tak ada cinta muncul mendadak, karena dia anak kebudayaan, bukan batu dari langit..."
- Pramoedya Ananta Toer  -

Tulisan di atas telah mengganggu pikiran saya akhir-akhir ini. Tulisan itu muncul sebagai display picture BBM dari seorang teman saya. Pada gambar itu terdapat kaos bertuliskan kalimat di atas lengkap dengan  foto Pram yang bersahaja. Pram adalah salah satu penulis favorit saya, kalimat-kalimat yang ia rangkai adalah segelas air putih untuk menebus rasa haus akan bacaan tentang keadaan disekitar saya. Lalu setelah kenyang dengan kata-kata Pram yang menyejukkan, muncul-lah kata-katanya yang membuat saya serasa digigit nyamuk. Saya gatal untuk menggaruk otak saya memikirkan makna kalimat itu. Benarkah demikian?

Lalu teringatlah saya pada teman SMP saya dulu. Suatu hari dia pernah berkata begini," Jangan pernah mau menikah dengan orang dari suku X ya...amit-amit....mereka itu pelit lagi kikir....bla..bla..bla...," begitulah kata teman saya itu. Percaya atau tidak saya cukup menghindari laki-laki yang datang dari suku X seperti yang diceritakan teman saya itu. Tanpa sadar saya terpengaruh ucapannya. 

Kemudian muncul sinetron dan film-film yang menampilkan wajah pria-pria ganteng yang didominasi berasal dari suku tertentu dan hasil perpaduan kaukasoid. Maka secara tak sadar, stigma pria idaman pun menempel pada mereka. Bahwa pria-pria dari suku tersebut sangatlah adorable dan patut dikenalkan kepada orang tua. Ketika kemudian saya bertemu seorang lelaki dari suku tersebut, percaya atau tidak saya benar-benar terpikat pada pandangan pertama. Sayangnya, setelah mengenal lebih jauh, rupanya hukum "kualitas di atas segalanya" jauh lebih menentukan. Saya kecewa, pria tersebut tidak seperti di film-film.  Ia memang  adorable tapi sama sekali tidak gentleman

Pram mungkin benar, cinta memang tidak jatuh dari langit. Masing-masing kita telah membawa gambaran sosok ideal yang ingin dicintai. Gambaran itu tercipta dari perpaduan pengalaman dan impian hasil olahan media yang terus diproduksi. Membuat beberapa orang-orang yang citranya mirip tontonan mainstream menjadi idola dimana-mana. Mereka tidak pernah menunggu untuk dicintai, mereka adalah sekumpulan orang yang kelabakan menerima cinta. Terlalu banyak menerima cinta. Orang-orang seperti itu tanpa sadar memiliki prinsip "patah satu tumbuh seribu". Gerombolan orang-orang yang jarang galau dan cepat sekali move on.

Di lain sisi, ada orang-orang yang menjadi anomali. Mereka tidak termasuk kelompok mainstream. Orang-orang itu harus dikenal dan diakrabi lebih dulu sebelum mereka dapat bercahaya dengan caranya sendiri. Mereka dalam kehidupan nyata "terpilih" untuk merasakan "cinta pada bayangan". Beberapa diantaranya beruntung untuk menuliskannya, membuat buku yang menyentuh pasar, terkenal, dan menikmati hasil sakit hatinya dalam rekening yang terus bertambah. 

Mungkin Pram benar, cinta memang bukan batu yang jatuh dari langit. Namun, bisakah ia menjelaskan mengapa ada yang seberuntung Habibie dan Ainun yang diciptakan dengan frekuensi yang sama? atau mengapa harus ada yang semenderita Somad yang rela mengejar-ngejar neng Olga-nya? Atau manakah yang lebih mengerikan dari kisah Layla dan Majnun?

Saya jadi ingat percakapan saya dengan Kak Rahe saat ia berkunjung ke Makassar beberapa waktu yang lalu.

"Saya yakin setiap orang punya jodohnya masing-masing. Bila waktunya tiba mereka akan dipertemukan."
"Bagaimana kalau ada yang tidak memiliki jodoh?"
"Pasti ada."
"Kalau tidak bertemu jodohnya sekarang mungkin jodohnya lahir di zaman yang berbeda."
"Kalau lahir di zaman yang berbeda berarti tidak pernah ketemu dong?Atau mungkin jodohnya sudah terlanjur menikah duluan dengan orang lain."
"Mungkin jodoh tidak harus berstatus pasangan, siapa tahu datang dalam wujud sahabat, atau hewan peliharaan..?"

Kami lantas terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Mungkin kami belum menemukan jawaban yang tepat.

Saya menyerah memikirkan tentang cinta. Terlalu rumit bahkan setelah menggunakan berbagai macam mazhab dari barat atau timur.

Saya pun tak kuat lagi menggaruk otak saya. Saya pun jatuh pada kesimpulan sementara: Cinta mungkin bukan batu dari langit. Cinta adalah anugerah yang diberikan semau-maunya sang Pemilik Kehidupan kepada semau-maunya yang Ia pilih. Semuanya pada akhirnya tergantung dan suka-suka Dia. 



NB : kesimpulan sewaktu-waktu dapat berubah

Life Story

Hujan Rintik-Rintik

Senin, Januari 07, 2013

pic *taken from*


Ini bukan puisi karangan Kak Aan (Aan Mansyur) yang "rintik"-nya berganti menjadi "rintih". Ini benar-benar rintik. Bila hujan adalah seorang gadis maka ini adalah air matanya yang baru meleleh satu per satu di pipi. Meskipun kenyataan di lapangan hujan turun deras sekali--gadis itu ternyata menangis tersedu-sedu. 

Bencana selalu datang dengan membawa kawan baiknya, harapan. Baik dan Buruk tak lebih dari dua sisi mata uang yang saling menempel. Dibalik banjir yang kian mewabah dari daerah ke daerah, semangat gotong royong masyarakat tetap padu. Banyak gerakan kemanusiaan yang digalang oleh sekumpulan orang-orang yang peduli akan sesamanya ini. Mereka -meskipun hujan tetap deras mengguyur- masih setia menunggu bantuan yang nanti akan disalurkan kepada para korban banjir ataupun longsor. Beberapa bahkan tetap membantu meskipun rumahnya sendiri terendam air. 

Hujan rintik-rintik kali ini membawa kembali mereka yang jarang di rumah untuk pulang, untuk berteduh. Hujan membawa mereka kembali untuk berkumpul dengan anak, istri, saudara, bahkan untuk memberi ruang bagi dirinya sendiri. Hujan memberikan kehangatan meskipun cuaca menghadirkan udara dingin yang menusuk. Ada yang bermalas-malasan di tempat tidur, berkumpul di ruang keluarga sambil mendengarkan hiruk-pikuk hujan, dan ada yang sibuk berkelana dengan pikirannya sendiri disaat ada orang-orang yang juga sibuk menimba air yang masuk ke dalam rumahnya. Mereka bersiaga, semua orang berjaga-jaga.

Segala sesuatu memiliki limitnya sendiri. Rambo hilang karena sudah waktunya ia harus pergi. Mahasiswa semester akhir bersiap-siap mengajukan judul skripsi karena memang waktunya sudah demikian. Luka yang basah juga akhirnya mengering, karena sudah waktunya ia akan sembuh, bahkan hujan yang paling deras turun pun pada akhirnya lelah dan berhenti, memberi jeda untuk bisa menjemur pakaian.

Tak ada yang abadi, termasuk bagi hujan yang turun rintik-rintik...

Life Story

What's Next Step?

Jumat, Januari 04, 2013



Perempuan yang kutemui di gedung rektorat itu bertanya kepadaku dalam bahasa Inggris.

"So, what's your next step?"
saya pun menjawab, "Well, I'll plan to continue my post-graduate," sambil memberinya senyum manis.

Dia melanjutkan lagi, "Oh my dear, you should go to abroad."
Dan lagi-lagi saya menjawab sambil tersenyum, "That's all what I'm dream of..."
Terakhir dia berkata, "With many things you've done, I guess you have many oppurtunity."
Saya tersenyum lagi sambil mengamini apa yang dia ucapkan. 

***

Kemewahan terindah yang dimiliki manusia adalah bermimpi. Kita merencakan hal-hal yang ingin diwujudkan. Meskipun ketuk palu dimiliki oleh Yang Kuasa, toh tak ada salahnya kita menuliskan cita-cita dan berusaha menggapainya. Meskipun nanti semesta membawa kita ke arah lain, saya yakin itu juga membawa kita kepada kebaikan. Karena meskipun boleh bermimpi, boleh berencana, kita tetap tak bisa melihat masa depan.

Akhir-akhir ini, saya merasa seperti Musa yang menunggu itinerary selanjutnya dari Dia. Sama seperti Musa juga, saya memiliki banyak kekurangan. Namun, karena Ia sudah berjanji menyertai, segalanya menjadi terasa ringan. Banyak kejutan-kejutan manis yang Ia berikan. Setelah langkah awal sudah dilewati, kini saya harus melanjutkan ke langkah berikutnya.

Akan tetapi, tiba-tiba saya dihinggapi rasa takut. Saya takut apabila saya malah tidak mampu menyelesaikannya. Saya takut akan mengecewakan orang-orang yang menaruh harapannya di pundak saya. Saya takut menghancurkan mimpi saya sendiri. Lebih tepatnya saya takut menghadapi apabila apa yang saya impikan tidak terwujud. 

Kelemahan yang dimiliki manusia sejak purba adalah rasa takut. Adam takut dimarahi Tuhan karena memakan buah pengetahuan makanya ia mengalihkan kesalahan kepada Hawa, berharap Hawa-lah yang menanggung semua kesalahan dan Adam tidak dimarahi Tuhan. Tapi rasa takut juga harus disyukuri karena lewat rasa takut kita akan menjauhi apa yang tidak baik. Kita akan berusaha menghindari apa yang akan mencelakakan kita. Lewat rasa takut ada usaha untuk melakukan yang baik.

What's next step?
Saya akan melakukan apa yang bisa saya lakukan. Tetap mengerjakan apa yang menjadi bagian saya. Lalu biarkan  hasilnya menjadi milik Dia. Semua akan baik-baik saja....pada akhirnya. 





Mantra Kalimat

Pesan Tahun Baru

Selasa, Januari 01, 2013



God gives His hardest battles to His toughest soldiers.


-Unknown-





Happy New Year 2013
teruslah berjuang sampai akhir :)



Tuhan memberkati