Life Story

Wake Up, Meike...!!!

Kamis, Maret 25, 2010


" Nilai bisa diulang, tapi Hidup tidak bisa diulang..." (Kemas Fahrizal)



Tumben Kemas bisa berkata sebijak itu. Biasanya anak itu yang selalu diwejangi kata-kata bijak. Tapi begitulah, seseorang bisa menjadi dewasa, bijak, dan berubah ke arah yang lebih baik justru ketika mereka mendapatkan cobaan atau pengalaman pahit.

Akhir-akhir ini saya selalu merasa down. Hidup saya seperti hampa dan kosong. saya sakit karena kehidupan asmara saya yang menyedihkan. Tiap malam saya meratapi nasib saya, menangis, dan mengeluh. Saya tahu itu menyakiti diri saya, tapi entah mengapa saya lebih menuruti emosi daripada logika saya. Sekarang saya menyadari, apa yang saya lakukan sia-sia. Mungkin saya bisa lebih enakan setelah menangis, tapi ternyata tidak menyelesaikan masalah. Ternyata, Tuhan tidak ingin melihat saya seperti itu.

Saya percaya Tuhan berbicara kepada kita melalui berbagai media. Ia bisa memakai iklan di TV saat kita menonton, bisa melalui film, bisa melalui lagu, bisa melalui bacaan yang sedang kita baca, bisa melalui mimpi, bisa melalui perkataan orang lain, atau yang lebih ekstrim bisa melalui wahyu dan Tuhan telah berbicara kepada saya melalui kematian salah seorang teman saya. Sebelumnya Tuhan telah berbicara kepada saya melalui perkataan orang lain. Melalui teman-teman saya, melalui orang tua saya, tapi saya terlalu batu untuk diberitahu. Hingga kemudian datang kabar duka tak disangka-sangka dari teman saya. Dia meninggal sehari setelah ulang tahunnya. Besar kemungkinan ia mengalami serangan jantung. Tapi kami yakin, ini sudah rencana Tuhan. Dia teman yang baik. Dia salah satu teman seperjuangan saya ketika di SMA. Selamat Jalan Okta....

Ya. Kematian menegur saya untuk lebih bersyukur dengan hidup saya. Ternyata hidup ini begitu singkat. Kita tidak tahu kapan akan berakhir. Jadi, nikmatilah hidupmu. Biarkan masalah yang ada semakin menguatkan kita, semakin membuat kita lebih baik. Mungkin akhir-akhir ini saya terpengaruh buku Mitch Albom. Professor Morrie bilang, "Sidharta mengajarkan : rasakanlah kesedihanmu sampai sedalam-dalamnya...dan lepaskan...."(kurang lebih seperti itu kayaknya) dan saya melakukannya. Saya merasakan kesedihan dan kepedihan saya, kemudian melepaskannya. Rasanya lebih baik walaupun tidak sepenuhnya sembuh. Namun, seiring berjalannya waktu, semuanya akan berubah. Saya akan menertawakan hari itu ketika saya bersama anak dan suami saya yang sedang pergi berlibur nanti. Ini tidak buruk bukan pula bagus. Namun, kita harus jatuh untuk bisa bangkit kembali. Dulu saya bilang, masa sekolah saya sangat tidak menyenangkan. Hanya gara-gara "faktor X" itu, lalu saya melupakan hal lain yang jauh lebih berharga dari itu. Saya mendapat pengetahuan, prestise, persahabatan, dan pengalaman yang merubah pribadi saya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ternyata banyak kejadian yang tak disadari yang membuat saya berpikir kembali " Masa sekolah saya sangat SEMPURNA..."

Sejujurnya saya rindu kembali ke masa itu.

Life Story

Okeyy....FINE...!!!!

Sabtu, Maret 20, 2010



" Look at me
You may think you see who I really am
but you're never know me..."


Baiklah, ini memang agak berlebihan. Maaf buat orang-orang yang kecewa dengan saya akhir-akhir ini. Tapi ini lebih baik daripada saya memutuskan untuk memakai Narkoba, masuk pergaulan bebas, atau ikut sekte sesat. Mungkin merokok bisa saya lakukan, tapi saya tidak mau. Saya memilih untuk ngemil coklat saja dan makan sebanyak-banyaknya untuk membuat pikiran tenang.

Menulis. Menulis adalah salah satu media untuk melampiaskan emosi saya. Suatu ketika Affandy pernah marah akan suatu hal. Ia melemparkan cat merah ke atas kanvas-nya dengan penuh kemarahan dan hasilnya voila...tercipta gambar abstrak yang indah. Sebuah gambar yang justru menghadirkan sensasi bagi siapapun yang melihatnya. Lukisan ini pun menjadi salah satu mahakarya dari Affandy.

Seperti Affandy dengan lukisannya begitu pula Meike dengan tulisannya. Saya tahu emosi seseorang mempengaruhi tulisannya dan karena emosi saya sedang tidak stabil, maka saya lebih banyak menumpahkan kemarahan saya dalam tulisan-tulisan saya. Untung saja saya tidak mendapatkan tugas membuat berita, coba kalau tidak? berita yang saya buat pasti akan mengandung kemarahan yang sepatutnya tidak pantas berada dalam sebuah berita. Maka dengan penuh emosi jiwa, saya menulis. Saya menulis mengenai apapun yang terjadi dalam hidup saya akhir-akhir ini. Tidak perlu ada sensor, toh kehidupan memang seperti itu. Semakin disembunyikan semakin terbongkar. Dengan menulis saya bisa menjadi Tuhan dalam semua tulisan saya. Saya yang mengatur. Saya punya hak preogatif untuk memutuskan apa yang ingin saya tulis. Baiklah, agak berlebihan lagi. Tapi mau bagaimana lagi? mood saya sedang "lucu-lucu-nya"...

Malam ini saya berpikir, tidak ada salahnya merasakan kesedihan. Bukan dosa kan kalau kita ingin menangis? Dosa-kah seseorang bila ia menangis? Saya tidak suka menangis. Tapi akhir-akhir ini saya jadi suka menangis, entah itu karena bahagia atau sedih. Tangisan tidak selalu menyatakan kekalahan kita karena tidak kuat menghadapai masalah hidup. Tangisan bukan berarti kita lemah. Sebaliknya, dengan menangis kita merasa kuat. Saya selalu merasa lebih baik setelah menangis. Saya menangis karena saya manusia. Manusia yang punya perasaan. Bahkan Superman pun pernah menangis. Menangis membuktikan kalau kita masih punya hati walaupun kadang-kadang tangisan tak harus dengan mengeluarkan air mata. Banyak orang yang menangis dalam hati. Ingin tahu bagaimana rasanya? seperti ditusuk ribuan pisau. Semakin kau menyimpan perasaan-mu semakin sakit pikiran-mu. Kau menyiksa pikiranmu yang membuat jiwamu terluka.

Banyak orang kira setelah bercerita dengan saya mereka bisa mengenal saya lebih dekat. Memang saya orang yang terbuka kepada siapa saja. Tapi mereka tidak tahu siapa saya. Mereka hanya menilai apa yang mereka lihat dari luar. Tidak ada yang mengenal baik saya lebih jauh. Bahkan orang tua saya pun tidak. Saya tidak pernah menunjukkan emosi saya pada mereka. Mereka hanya tahu saya sedang baik-baik saja. Parahnya lagi, saya tidak mengenal diri saya. Saya seperti buku yang isinya lengkap tapi tidak memiliki judul.

Lebih baik lepaskan saja semua. Kita hidup cuma sekali. Apa yang bisa kau tinggalkan lagi selain cerita dan kenangan dirimu kepada orang lain? Semua cerita dan kenangan itu membuktikan kau pernah ada.


"...and it's not easy to be me.."

Love Story

Godaan itu Bernama Cinta yang Dangkal…

Jumat, Maret 19, 2010


“Karena kuyakin akan datang pasangan jiwaku, pada waktu dan cara yg indah..”


Akhir-akhir ini perasaan saya sangat sukar dilukiskan. Hari ini saya tertawa bahagia, 10 menit kemudian saya menangis. Saya marah-marah dan langsung jadi murah hati. Saya patah hati dan jatuh cinta lagi di saat yang sama. Seperti orang bisu yang tertawa dalam keheningannya. Seperti seniman tua yang depresi. Seperti Rambo dan Perak yang sedang jatuh cinta. Entah itu masuk akal atau tidak, saya menyukainya.

Pertemuan saya dengan sobat-sobat lama menghadirkan cerita baru yang mengasyikkan. Kami merasa seperjuangan, senasib, dan saling menopang. Kadang kami tertawa, saling meledek, dan akhirnya menangis bersama. Sungguh menyenangkan. Sungguh gila dan kami menikmatinya.

Sobat-sobat saya sejak zaman perundagian sering datang ke rumah. Acara Session Curhat, Musyawarah Besar, Pansus, bahkan Arisan digelar. Jangan berpikir ini adalah acara heboh yang dilakukan Pemerintah maupun Nyonya-Nyonya Kosmopolitan. Ini hanyalah acara kumpul-kumpul mahasiswa semester 2 yang merasa harus, wajib, dan sadar untuk saling menceritakan pengalaman masing-masing.

Tirta, Maria, Erwin, dan Londa. Kami bercerita, saling meledek, curhat colongan, dan makan tanpa ada rasa segan karena kami berteman. Selalu ada hal yang menyenangkan jika dilewati bersama mereka dan saya sayang kepada mereka. Mereka adalah ornament dalam kehidupan saya.

Pembicaraan mengenai cinta ini semakin dalam ketika hanya tinggal saya, Tirta, dan Maria. Siang itu, di tengah pengapnya udara karena demo di Perintis, kami saling curhat. Kami punya masalah yang sama. Terjebak dalam cinta yang dangkal. Banyak defenisi tentang cinta yang dangkal ini. Tapi bagi saya, cinta yang dangkal adalah cinta yang saya alami ketika saya jatuh cinta dengan seseorang dengan waktu dan kondisi yang salah disebabkan trauma kisah masa lalu dan euphoria lingkungan baru dimana saya mendapat persamaan idealisme, perhatian dan kesenangan semu dari hubungan cinta yang tidak menjanjikan masa depan. Bodohnya, kami bertiga menikmatinya.

Saya dan Tirta sering menangis untuk hal ini. Untuk hal-hal yang tidak jelas ujungnya. Saya tidak tahu bagaimana dengan Maria, yang saya tahu teman saya yang berperawakan tinggi kurus ini sedang bimbang dan galau. Saya pun tidak menangisi subjek dari percintaan saya tapi keadaan mengapa ini yang terjadi. Saya malah berpikir, lebih gampang menemukan jarum di antara tumpukan jerami daripada menemukan satu pria baik di bumi kita tercinta ini.

Dalam diskusi panjang dan melelahkan ini, kami bertiga masing –masing melontarkan statement :

Meike : “Sebenarnya hidup kita baik-baik saja…”
Maria : “kita tidak punya masalah serius yang membebani..”
Tirta : Hidup kita sempurna. Kita punya orang tua yang sayang pada kita, punya teman yang baik, pergaulan yang baik, kita pintar dan nilai-nilai kita memuaskan, kita juga anak gereja-gereja….”
Meike : “kita hanya tidak punya pacar…”
Tirta : “Haruskah itu disebut…???”
Maria : “Ngekkk ngookkk…”
Meike : “kenyataan yang kurang hanya karena kita Jomblo..”
Maria : “Apa yang salah dengan jadi Jomblo?”

Tirta : “Tidak ada…”
Meike : “Lebih baik menunggu untuk yang terbaik daripada menerima apa yang ada..”
Tirta : “Jangan pasang standar terlalu tinggi…”
Meike : “Siaaaaaallll….”
Maria : “Mari kita menikmati kejombloa-an kita.”
Bertiga :"Yeaahhh...!!!"

Dan lagu ‘Single Happy” milik Oppie Andaresta mengalun sepanjang perjalanan kami.

Mudah sekali menemukan semangat baru di tengah-tengah ketidakpastian kita. Apalagi jika kita memiliki orang-orang yang selalu siap untuk berbagi rasa. Masalahnya ketika efek cinta yang dangkal itu hadir lagi, kami bertiga akan larut lagi di dalamnya.

Kisah Perempuan

MASIH TENTANG PEREMPUAN

Selasa, Maret 09, 2010



“Apa kabar perempuan hari ini…?”
“Baik – baik saja…”

“Baik-baik saja” adalah jawaban yang gamblang untuk melukiskan perempuan hari ini, di samping begitu banyak prestasi yang bisa diraih perempuan dan juga semakin banyaknya pelecehan yang dialami perempuan.

Sedikit flashback, 8 Maret diperingati sebagai hari Perempuan Internasional. Ini adalah sebuah hari besar yang dirayakan di seluruh dunia untuk memperingati keberhasilan kaum perempuan di bidang ekonomi, politik dan sosial. Di antara peristiwa-peristiwa historis yang terkait lainnya, perayaan ini memperingati kebakaran Pabrik Triangle Shirtwaist di New York pada 1911 yang mengakibatkan 140 orang perempuan kehilangan nyawanya.

Gagasan tentang perayaan ini pertama kali dikemukakan pada saat memasuki abad ke-20 di tengah-tengah gelombang industrialisasi dan ekspansi ekonomi yang menyebabkan timbulnya protes-protes mengenai kondisi kerja. Kaum perempuan dari pabrik pakaian dan tekstil mengadakan protes pada 8 Maret 1857 di New York City. Para buruh garmen memprotes apa yang mereka rasakan sebagai kondisi kerja yang sangat buruk dan tingkat gaji yang rendah. Para pengunjuk rasa diserang dan dibubarkan oleh polisi. Kaum perempuan ini membentuk serikat buruh mereka pada bulan yang sama dua tahun kemudian. Di Barat, Hari Perempuan Internasional dirayakan pada tahun sekitar tahun 1910-an dan 1920-an, tetapi kemudian menghilang. Perayaan ini dihidupkan kembali dengan bangkitnya feminisme pada tahun 1960-an. Pada tahun 1975, PBB mulai mensponsori Hari Perempuan Internasional. Ini menurut Wikipedia yang saya baca.

Lalu ada apa dengan perempuan hari ini ? Apakah pergerakan feminisme masih ada atau tertidur? Kalau melihat pergerakan Perempuan sekarang untuk meminta hak-nya, rasanya jarang kita melihatnya. Perempuan merasa tengah ada dalam zona aman dimana mereka mengira dunia mereka baik-baik saja. Jika dulu perempuan dilarang sekolah, sekarang perempuan bisa menjadi Professor. Tapi sebenarnya kita tidak aman, kita masih tetap menjadi objek dari segala pemuas kebutuhan. Dalam budaya massa yang kini kita hadapi, perempuan tetap menjadi objek.. Inilah yang tidak disadari perempuan.
Dunia tempat kita berpijak memang selalu memberikan ketimpangan pada perempuan. Entah dalam hal sosial, ekonomi, politik, bahkan dalam agama dan budaya. Padahal apapun yang ada di dunia ini haruslah seimbang. Keseimbangan yang tentunya bukan hanya menguntungkan kaum pria tetapi juga perempuan.

Saya belum akan membahas perempuan sebagai objek dalam budaya populer ini. Saya belum kompatibel untuk mengungkapnya. Saya akan membahas tentang Perempuan dan Cinta. Kadang saya berpikir mengapa perempuan sekaliber Hillary Clinton atau Putri Diana masih diliputi ke-patah hati-an yang sangat dalam hubungan asmara mereka. Tentu saja mereka sempurna, walau tak ada manusia yang sempurna. Tapi lihatlah apa yang mereka alami? Hillary dan Diana diselingkuhi oleh suaminya masing-masing. Tentu kita semua tahu bagaimana kisahnya dan melihat ending daripada kisah hidup mereka sendiri. Lalu bagaimana dengan Jodie Foster? Aktris cantik, peraih Oscar, dan lulusan Harvard. Saya tidak melihat kekuranagn dalam diri Jodie Foster tapi Ia memilih membeli sperma untuk ditanam di rahimnya daripada memilih pernikahan dengan seorang laki-laki. Menjadi single mother daripada menjadi istri. Lain lagi cerita Mary Wollstonecraft, seorang tokoh feminisme di Zaman Pencerahan. Ia membuat Vindication of the Rights of Woman dimana untuk pertama kalinya ide-ide Pencerahan bagi kaum perempuan dikaitkan dengan situasi kaum perempuan pada saat itu. Sebuah batu alas bagi feminisme modern. Seorang tokoh wanita yang radikal menurut saya karena dia menentang semua aspek baik sosial maupun ekonomi yang merugikan perempuan pada saat itu. Tentunya wanita ini sangat cerdas bukan, tapi apa yang terjadi dengan Mary? Ia malah ditinggalkan suaminya saat hamil, berusaha melakukan bunuh diri karena frustasi, dan kisah asmaranya pun tak pernah bahagia. Mary meninggal dunia dua tahun kemudian setelah melahirkan bayinya.

Saya jadi teringat ungkapan “Di balik kesuksesan seorang pria, ada wanita hebat di belakangnya.” Tapi tipe wanita apa yang akan mendatangkan kesuksesan bagi pria ini.

Di dunia ini ada dua jenis perempuan. Perempuan pertama adalah perempuan hanya tahu hari ini saya pakai baju apa, lipgloss merek ini, bedak merek itu, bersenang-senang, dan sebagainya. Tipe perempuan kedua yang tiap saat berkutat dengan buku, negosiator ulung, sahabat yang setia, dan memiliki kecerdasan intelektual di atas rata-rata. Semua PEREMPUAN berhak memilih ingin menjadi tipe pertama atau kedua.

Entah mengapa tipe perempuan pertama selalu menarik hati kaum adam dan tipe perempuan kedua selalu sepi akan datangnya cinta dalam hidup mereka. Seolah-olah perempuan tipe pertama adalah makanan enak yang ramai disantap. Tipe perempuan kedua, begitu terpuruk dengan kondisi mereka tapi berusaha tegar dan kuat walaupun kegersangan meliputi mereka. Menurut saya, inilah penjajahan lain yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan. Mereka memilih-milih mana yang bisa dijadikan target percintaan mereka dan mana yang hanya bisa dijadikan teman biasa yang tidak penting. Naif memang kedengarannya, tapi inilah yang terjadi. Perempuan yang wajahnya menurut mereka cantik, akan mereka “buru” sedangkan yang menurut mereka “biasa-biasa” saja akan dianggap angin lalu. Tanpa mereka sadari, tanpa mengurangi hormat kepada perempuan tipe pertama, perempuan-perempuan seperti itu hanya akan seperti boneka yang membosankan. Ada yang tahu mengapa laki-laki lebih memilih tipe pertama? Karena mereka TAKUT dengan perempuan tipe kedua. Perempuan cerdas yang kecantikannya tidak mati. Yang kecantikannya tidak terpancar bukan hanya dari alat make up tapi dari hati dan intelegensinya. Mereka takut menjadi ter-subordinasi dengan tipe perempuan kedua. Takut untuk bersaing dengan mereka. Jadi, wajar saja jika perempuan tipe kedua lebih banyak menghabiskan kegiatanya dengan kegiatan sosial daripada pacaran di malam minggu. Perempuan tipe kedua hanya bisa menunggu sampai laki-laki gentle datang mencarinya. Salah seorang senior saya mengatakan “Kita ini perempuan istimewa, dan hanya laki-laki istimewa juga yang akan mendapatkan kita.”

Bagi saya : “Saya bukan baju yang ditaruh di rak obral yang bisa dengan gampang ditawar dan gampang dipindah tangakan. Saya adalah baju yang dipajang di manekin. Harganya mahal dan hanya untuk orang yang berani membeli dan pantas memakainya.”