Life Story

Surat Tentang Pengulangan

Kamis, Oktober 20, 2011


Seperti lazimnya sebuah surat maka kalimat "kepada yang terhormat" akan saya tulis disini. Tapi ini surat yang tak biasa. Tulisan ini bahkan tidak layak disebut surat. Tak seorang pun Pak Pos yang mau mengantarkannya.

Untuk Kakak-Kakakku,
Pertemuan kita seperti sebuah serendipity. Kalian lebih dahulu meninggalkan kampus sebelum saya masuk menjadi salah satu penghuninya. Namun, seperti Alexander Flemming yang tak sengaja menemukan penicilin, kita akhirnya bertemu dan bersama-sama merajut benang persaudaraan. Kesamaan-kesamaan kita pun terbentuk bukan karena kita sama-sama suka membaca buku atau menulis, tapi kita memang seperti yang ditulis salah satu di antara kalian dalam blognya "Klik". Saya menyukai kata itu.

Jarak membuat kita tidak leluasa bercakap-cakap. Ada keadaan dan situasi yang membuat kita harus memisahkan diri untuk tak selalu bertemu. Namun, kalian berdua tetap kakak perempuan-ku yang kutemukan ketika seluruh alam semesta berkonspirasi membuatku menangis. Rasanya ada benang merah yang mengikat kita. Dan kita pun digiringnya untuk saling bertolong-tolongan, menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Berkaca pada masing-masing pengalaman kita. Menemukan kembali diri kita.

Seperti terkena karma, Pengulangan itu kemudian terjadi kepada saya berbulan-bulan kemudian. Seorang junior juga mempercayai saya untuk menyimpan cerita atas perasaannya. Hal yang sama ketika saya melakukan itu kepada kalian. Beginikah rasanya menjadi seorang kakak?
Saya bingung harus berbuat apa. Saya hanya duduk mendengarkan ia bercerita dan melihat airmata yang mengalir di pipinya. Usapan di punggung dan kata-kata bijak menenangkan tak cukup untuk bisa menghapus kegalauan si adik di hadapanku.

Apakah kalian juga mengalami perasaan yang sama ketika berhadapan denganku Kak?

jauh....jauh sekali dulu, di saat adikmu ini masih hidup dalam dunia merah mudanya dan hinggap pada cinta yang dangkal.






PS : a letter to my sister Kak Darma dan Kak Emma *BIG HUG*

Life Story

DREAMS ARE NOT ENOUGH

Rabu, Oktober 05, 2011


Salah satu hobi saya adalah tidur. Dalam tidur, saya bisa bermimpi tentang apa saja yang saya inginkan. Namun, ketika terbangun mimpi itu menjadi hal yang terlupakan. Cuma menyisakan kabut tipis yang lama-lama mengabur. Unfortunately, jarang sebuah mimpi bisa diwujudkan.

Agnes Monica telah menjadi buah bibir bagi rakyat Indonesia saat ini. Prestasinya sebagai entertainer semakin bertambah dengan masuknya ia sebagai nominasi dalam MTV Europe Music Award. Tidak hanya itu, ia pun menambahkan nama Michael Bolton sebagai penyanyi asing yang bekerja sama dengannya. Berita baiknya, besar kemungkinan Agnes akan mengeluarkan album berskala internasional. It means, ia akan terkenal sejagat raya. Mimpinya sebagai artis Indonesia yang go internasional segera terwujud.

Ya, mimpi.
Agnes Monica mengakui bahwa hal yang dialaminya sekarang adalah perwujudan atas mimpi-mimpinya selama ini. Kamera tidak bohong. Kita bisa melihat dengan jelas wajah Agnes yang tersenyum bahagia di antara bangga dan puas pada dirinya ketika diwawancarai infotaiment. Semuanya berawal dari mimpi. Apa iya?

Semua orang pasti memiliki impian yang ingin diwujudkan. Angan-angan yang hidup dalam dunia imajinasi kita. Agnes Monica sama seperti kita, sama-sama punya mimpi yang ingin diwujudkan. Lalu, bagaimana cara mewujudkan mimpi itu?

Sebagian orang-orang yang membaca buku The Alchemist karangan Paulo Coelho mengesahkan bahwa mimpi adalah kunci kesuksesan seseorang. Tapi saya tidak sependapat dengan mereka. The Alchemist tidak menempatkan mimpi sebagai kunci kesuksesan. Paulo Coelho berbicara tentang keyakinan. Dan keyakinan adalah kunci keberhasilan seseorang. Bukannya mimpi. Memang semuanya berasal dari mimpi. Namun, manusia lupa, mimpi bukanlah apa-apa dan tidak penting tanpa keyakinan.

Saya bersyukur bahwa Ibu mendidik saya bukan sebagai orang yang AMBISIUS melainkan orang yang penuh dengan KEYAKINAN. Keyakinan tidak bisa dibangun dalam satu malam tapi dia selalu muncul seperti ketika kita menemukan jarum di antara setumpuk jerami.

Ambisius bukanlah pupuk untuk membuat mimpi menjadi kenyataan. Orang-orang yang ambisius akan melakukan apapun, menghalalkan segala cara agar mimpinya terwujud. Tentu saja ada usaha disana, sebuah tindakan. Orang Yunani menyebutnya Homo Homini Lupus, ketika manusia bisa menjadi serigala bagi manusia yang lainnya. Ambisius menjadikan orang melukai sekitarnya atau bahkan dirinya sendiri. Sedihnya, orang-orang yang ambisius tidak menyadari dampak dari apa yang dilakukannya. Saya banyak menemui orang-orang seperti itu dan cara-cara yang mereka lakukan memang menyeramkan.

Kita tidak perlu menjadi orang yang ambisius untuk mewujudkan mimpi kita. Kita perlu keyakinan, agar mimpi-mimpi kita terwujud. Dasar dari keyakinan adalah percaya. Petrus tidak mungkin bisa berjalan di atas air laut jika ia tidak percaya pada Yesus. Bunda Teresa tidak perlu bersusah payah merawat kaum papa jika ia tidak yakin bahwa inilah tugas yang diberikan Tuhan padanya. Joan of Arc tidak mungkin memimpin pasukan perang dan kemudian menyerahkan dirinya untuk digantung kalau bukan karena keyakinan.

Keyakinan adalah pupuk untuk menyuburkan mimpi. Keyakinan adalah air yang menumbuhkan harapan. Keyakinan adalah bibit dari keberanian. Keberanian adalah amphetamine bagi tindakan. Tindakan adalah cara untuk mewujudkan impian. Begitulah cara Santiago membuat orang-orang di padang pasir takjub dan menemukan harta karunnya. Bukan di gurun, tapi di dekat tempat tinggalnya. Dekat dengan dirinya. Hatinya sendiri.





dengan penuh keyakinan,






Meike Lusye Karolus