Life Story

Still Human

Rabu, Maret 19, 2014

The more I learn the more I realize that I don't know anything. I lost my self in the class. Saya minder dan jikapun saya menyuarakan pendapat, saya gugup. Bahasa yang terucap tak beraturan, belum lagi tiba-tiba cegukan. Konsep-konsep yang tersusun di kepala kemudian menjadi acak. Saya sadar itu bukan saya. Saya sadar saya kehilangan diri saya yang pemberani, yang cerdas, yang selalu ingin tahu. Butuh waktu bagi saya beradaptasi. I said to myself,"Hold on. It's just a phase". Saya masih mencari-cari ritme saya di tempat ini. 

Hari ini saya menemukan kembali bagian diri saya yang hilang itu. Saya harap dia terus muncul dan bertahan di hari esok dan yang akan datang.

Pulang kuliah, saya langsung menemui Mbak Truly di kamarnya. Ia sedang mempersiapkan bahan yang akan dibawakannya dalam conference di Surabaya besok. Maka curhatlah saya, tentang perkuliahan dan bagian diri saya yang hilang itu. Dia berkata, "Don't worry, it's proof that you're still human."

Yeah, i'm a human. 
Dan hanya manusia yang ingin berusaha lebih baik lagi. 
It's natural.

Mantra Kalimat

Achtung!

Jumat, Maret 14, 2014


Cuma Tuhan yang boleh membuat manusia menunggu. Sesama manusia dilarang saling memberi harapan palsu. 

Life Story

Supporting Role

Selasa, Maret 11, 2014

When the spotlight is not yours, you are in the right way to love - Meike Lusye Karolus


Tidak selamanya dalam hidupmu kau yang menjadi pemeran utama. Kadang kau harus menjadi pemeran pendukung dalam kehidupan orang lain. Tidak selamanya kau disoroti spotlight, tak selamanya kau menjadi pusat tata surya. Kadang kau harus merendahkan dirimu untuk membantu orang lain menggapai kebahagiannya. Pada saat itulah kau bukan siapa-siapa. Di saat itulah kau harus menanggalkan ke-aku-anmu untuk menjadi si Anu bagi orang lain. 

Tentulah kita sering menonton film. Sebagai penonton, fokus kita hanyalah pada si tokoh utama itu. Adapun si pemeran pendukung hanya muncul di scene-scene tertentu. Ia hanyalah pelengkap dalam kisah si tokoh utama. Dan tokoh utama, setangguh apapun tetap memerlukan orang lain. 

Pada awalnya saya berpikir sangat muluk untuk menjadi penolong bagi orang lain. Dengan percaya diri, saya yakin pasti bisa melaluinya dengan lancar. Tapi rupanya menanggalkan "aku" itu tidak semudah menjemur celana dalam. Ini hidupmu dan kau harus rela lampu sorot mengarah ke orang lain. Lalu kau cuma numpang lewat ketika tokoh utama membutuhkanmu. 

***

Saya sedang menikmati peran sebagai pemeran pendukung. Saya pikir itu adalah salah satu cara dari berbagai macam bentuk untuk melayani sesama. 


Life Story

Cerita Kota

Kamis, Maret 06, 2014




Perhatikanlah apa yang ada di sebuah kota. 

Satu-persatu bangunan disana beraneka ragam. Ada bangunan tua yang telah berdiri jauh-jauh hari sebelum kau lahir. Adapula bangunan baru dengan segala modernitas yang dilekatkan padanya. Adapula percampuran dari kedua bangunan itu, mengawinkan masa silam dengan masa kini. Keduanya tampak serasi. Jangan lupakan pepohonan hijau di kiri-kanan (kau bahkan bisa menemukan pohon beringin bersembunyi di balik bangunan beton). Ada banyak kendaraan lalu lalang di jalan-jalan yang tak seberapa lebarnya. Ada delman dengan pak kusir yang memakai blankon. Para pejalan kaki sampai yang mengenakan kendaraan roda empat lalu lalang dengan tujuan masing-masing. Deru suara kereta api kadang-kadang membuatmu awas. Jangan lupakan musisi jalanan yang mulai beraksi. Kau akan menemukan suasana yang khas. Setiap kota memang memiliki suasananya sendiri. Bila kau punya waktu luang, naiklah ke tingkat paling tinggi (lihatlah dari sisi yang berbeda). Lihatlah dari tempat dimana biasanya kau tak berada disana. Lihatlah dari kacamata yang berbeda.

Jika kau seorang pelukis, kau akan menggabungkan semua elemen yang ada dalam kota ini pada lukisanmu. Satu elemen tetaplah satu elemen, ia tak bisa menceritakan banyak hal meskipun ia adalah objek yang indah. Namun, bila kau menggabungkan satu dengan yang lainnya, objek yang satu dengan yang lainnya, maka pemandangan itu akan bercerita. Saya pernah melihat lukisan keadaan suatu kota yang dilukis maestro Affandi. Entah kota mana yang ia lukis itu. Tapi meskipun sederhana, saya berdiri cukup lama disana, melihat suasana sebuah kota yang hiruk pikuk dengan ceritanya masing-masing.

Sebuah kota sama juga dengan manusia. Kita juga menyukai satu-persatu keindahan yang ada pada manusia. Misalnya mata. Saya sangat dan mudah jatuh hati pada mata seorang lelaki. Jika matanya berhasil meluluhkan saya maka yang hal kedua yang akan saya perhatikan adalah bentuk tangannya. Ada sesuatu yang seksi pada tangan seorang lelaki. Bagaimana ia menyentuhmu itu tergantung pada tangannya. Namun manusia tidak hanya terdiri dari hal-hal yang jasmaniah. Seperti kota, manusia memiliki sifat-sifat, memiliki karakter laksana elemen pembentuk kehidupan pada sebuah kota: manusia yang beraktivitas,  pepohonan yang dimainkan angin, atau kendaraan yang hilir mudik tanpa henti. Tanpa elemen pembentuk kehidupan itu, sebuah kota hanyalah sebuah kota, kota mati. Tanpa karakter yang baik, manusia juga hanyalah robot. Ia tak bermakna, tak dapat memberikan kedamaian hati.

Pada sebuah lukisan keberagaman elemen pada sebuah kota menjadikan lukisan itu nampak indah. Keseluruhan selalu lebih baik daripada sebagian. Sayangnya, pada manusia keseluruhan itu dilihat sebagai kekurangan. Kadang-kadang, kita begitu terpukau pada satu ceruk kecil yang indah dan lupa pada bentuknya yang utuh. Kita menafikan keburukannya untuk satu ceruk yang kita sukai. Sebaliknya, kita begitu memperhatikan satu celah yang buruk daripada keindahan dari keseluruhan bentuknya.



PS: Mungkin itulah saripati yang saya tangkap ketika menonton film Flipped. 

Life Story

Fight Again!

Rabu, Maret 05, 2014

Roh memang kuat, tetapi daging lemah...


Sayup-sayup saya mendengar lagu Can't Fight This Feeling-nya Air Supply terputar di pikiran saya "...'Cause I can't fight this feeling anymore I've forgotten what I started fighting for..."

Mungkin ini cara Tuhan memproses saya. Ia ingin membentuk karakter saya. Ia ingin saya berusaha lebih keras lagi. Ia ingin saya tetap rendah hati.

Saat menyalakan TV, lagu yang sama terputar kembali menjadi backsound dalam sebuah film kartun. Hmm, sinkronisitas.

Setiap pencapaian adalah perjuangan yang baru. Namun ternyata tidak semua perjuangan harus dimenangkan, kadang kita hanya perlu belajar dari sebuah pertarungan.