Life Story

Catatan

Senin, Maret 26, 2018

Halo Duniaaaa....

Rasanya sudah lama sekali saya tak memposting tulisan di blog tercinta ini. Terlalu banyak peristiwa yang telah kualami (*sambil nyanyi) memang akhir-akhir ini sampai tak sanggup untuk dituliskan. Begitu mau dituliskan, momennya sudah hilang. Ya, kayak saat ini, saat saya ingin curhat tentang peristiwa yang saya alami akhir-akhir ini. Tak sanggup. Sungguh.

Peristiwa yang saya maksud sebenarnya dimulai sejak tahun lalu. Tapi ternyata tidak selesai juga hanya dengan bergantinya angka di tahun Masehi. Hal-hal yang awalnya saya pikir bisa dengan legowo saya terima ternyata juga tak mudah dilakukan. Ada dendam. Ada rindu. Di antara keduanya yang paling gigih memang harapan. Harapan untuk terwujud, harapan untuk bersatu.

Saya juga belajar banyak hal-hal penting yang perlu diperhatikan oleh kawula muda yang memasuki usia pertengahan 20-an. Saya belajar bahwa Tuhan (setidaknya Tuhan yang saya imani) dan hukum karma adalah dua perkara yang sama sekali tidak sederhana. Tuhan tidak selalu bisa dijawab dengan logika linear dan iman tidak selalu bisa mengafirmasi sesuatu. Hukum karma juga tak bisa dilihat dalam hubungan timbal-balik semata, hitam-putih seperti itu. Buktinya, ada banyak orang baik hidup dalam penderitaan sementara orang jahat mendapatkan segala keindahan dunia.

Ibu saya selalu bilang,"Jadi orang jahat itu gampang, tetapi paling susah menjadi orang baik". Saya sepakat dengan Ibu, tetapi masalahnya hal-hal yang "baik" itu belum tentu "benar". Kadang persoalan baik-tidak baik, benar-salah, berkelindan sehingga kita pun tak tahu kita ini sebenarnya pelaku kejahatan atau korban. Pada satu persoalan, pertukaran posisi dimungkinakan terjadi. 

Lalu, tentang cinta.
Saya juga banyak belajar tentang cinta. Terutama cinta romantis-erotis yang saya pikir telah menjadi ahlinya. Setelah saya menggali lagi, ternyata selama ini saya salah mencintai. Selama ini ternyata saya cenderung lebih mencintai diri sendiri ketimbang subyek yang saya cintai itu. Subyek yang saya cintai hanyalah proyeksi dari idealitas saya. Saya tak pernah benar-benar mencintai seseorang selain diri saya sendiri. Apa yang saya kagumi atau sukai dari orang tersebut sebenarnya adalah "diri" saya yang ada padanya. Hasil dari cinta egois seperti ini bermuara pada ketidakmengertian saya padanya. Saya tak bisa memahami dia. Saya tak pernah benar-benar mengenali luka-lukanya. Saya senang akhirnya toxic relationship yang terjalin hampir satu tahun itu akhirnya berakhir juga. Saya sadar selama ini saya hanya berelasi dengan "diri sendiri". 

Well, begitulah. Saya ingin menuliskan lagi beberapa hal. Tapi nanti saja. Driver ojol sudah tiba dengan membawa sebungkus nasi padang pesanan saya. 

Ciao.