Life Story

Surat Untuk Mami (2)

Jumat, Desember 20, 2019

Dear Mami, 

Selamat hari 15 Desember. Hari ini akan selalu menjadi milikmu dimanapun engkau berada. Tak banyak orang yang mengingat hari kelahiran orang yang sudah pergi. Tapi, aku akan selalu ingat Mam. Biasanya kita akan merayakannya berdua. Pipi juga ingat kalau itu hari lahir Mami. Dia bilang dia merindukanmu. Pipi sekarang ibu dari satu anak perempuan bernama Puan. Katanya dia hanya ingin punya satu anak saja dan membesarkan Puan seperti Mami membesarkan saya: bersahabat dengan anaknya. 

Oiya, Natal sudah semakin dekat. Tapi tahun ini rasanya sangat lain. Saya terkenang lagu Blue Christmas, Mam, yang liriknya begini dan kunyanyikan dengan penuh penghayatan: 

You'll be doin' all right, with your Christmas of white 
But I'll have a blue, blue blue blue Christmas 

Tahun ini tak ada Pohon Natal di rumah. Mami tahu kan ya, di tahun Mami pergi, Pohon Natal kita patah secara misterius. Daddy sendiri tidak merasa Pohon Natal penting dan tidak tahu pasang juga kalau ada. Kalau Mami tanya apakah sudah menyiapkan keperluan? Jawabannya tentu tidak hahahaha. Nanti saya koordinasi dulu dengan Daddy bagaimana baiknya biar tidak membeli hal-hal yang sudah disiapkannya di rumah. Oiya, Mami Ely dan Kak Neni mengajak Natal bersama. Kita juga akan bersafari ke rumah Oma Soce (sudah kubayangkan Spiheltaart-nya) dan Mama Ani. Tapi saya bingung bagaimana harus membagi diri karena Daddy ingin saya ada di dekatnya. Liburku tidak banyak karena ikut Pemerintah dan belum bisa ambil cuti. Jadi, saya akan kembali ke Jogja di hari Natal yang syahdu. 

Mami, aku takut Natal-ku tahun ini sendu seperti langit mendung yang hadir di bulan Desember. Tak ada Mami dan Mami Ice rasanya lain sekali. Tapi aku harus belajar beradaptasi dan mensyukuri keadaan yang ada. Mensyukuri kehadiran orang-orang yang masih ada sekitarku. Semoga sukacita tetap hidup di hati ya Mam. Biarlah kegetiran ini menjadi kekuatan. 

Bagaimana disana Mam? Berbahagialah bersama Kekasih dan teman-temanmu. 

Love, 
Meike

Cerita Lagu

10 Alasan Mengapa Roxette adalah Duo Legendaris

Sabtu, Desember 14, 2019



1. Tak banyak duo cowok-cewek non saudara yang melegenda. Roxette yang digawangi oleh Marie Fredriksson dan Per Gessle adalah bukti nyata. Mereka adalah harta seni Swedia setelah ABBA.

2. Penampilan Marie Fredrikson, sang vokalis, seperti “affect” bagi saya secara visual. Menganggu. Mungkin karena di tahun 90-an gambaran ideal kecantikan perempuan barat dominan dengan rambut panjang dan pirang sementara rambut Marie pirang tapi potongannya pendek seperti laki-laki. Meskipun harus saya akui kalau potongan rambutnya jauh lebih funky ketimbang potongan rambutnya Sinead O’Connor. Tapi itu dulu, Marie di mata saya kini adalah pahlawan untuk melawan konstruksi kecantikan. Berani menjadi diri sendiri memang tidak mudah.

3. Marie seksi banget kalau nyanyi. Bahasa tubuhnya bisa membahasakan lirik lagu yang ia nyanyikan. Suaranya yang melengking merdu itu sanggup mewakilkan kita yang merasakan frustasi pahitnya cinta *edaaann.

4. Siapa yang tak menyanyikan It Must Have Been Love manakala sedang patah hati? Dinyanyikan dengan penuh penghayatan mulai dari dalam ruang gelap karaoke sampai kamar mandi. 

5. Musik intro di lagu-lagu mereka kece badai, seksi dan sendu. Coba dengar lagu You Don’t Understand Me, Milk and Toast and Honey, Fading Like a Flower atau Wish I Could Fly.

6. Tak ada yang setabah Per Gessle untuk urusan berbagi panggung. Hmm.. mungkin cuma Duff McKagan yang sanggup menyamai "sabar"nya beliau ini.

7. Lagu Spending My Time jadi andalan kalau lagi menanti kepastian sementara lagu Anyone adalah lagu galau pas printer di kantor macet. 

8. Lagu Listen to Your Heart adalah lagu wajib kalau lagi ragu. Tonton video klipnya deh. Marie dan Per kece banget disitu.

9. Kamu akan tahu betapa berartinya sebuah grup musik bagi dirimu jika salah satu personilnya telah tiada. Rest in love, Marie.

10. Lagu-lagu mereka abadi karena mewakilkan "the sound" pada eranya. Kita bisa merasakan penyatuan antara kisah kita dan lagu-lagu hits mereka. Meskipun orang-orang berganti, kisahnya berganti, lagu-lagu mereka tetap relevan.

Sehimpun Puisi

96

Jumat, Desember 06, 2019

96 jiwa jumlahnya
Kami diutus kepada mereka
Kami diperintahkan untuk apapun itu
Kami tidak tahu bagaimana harus memulai
Tapi tampaknya semuanya pelan-pelan terjadi
sudah habis akal rasanya
hanya cinta yang bisa

96 jiwa jumlahnya
wajah-wajah ceria
wajah-wajah penuh harapan
wajah-wajah yang tak tahu
bahwa dalam terik dan mendung
kami duduk dan sidang untuk bertarung

96 jiwa jumlahnya
masa depan mereka menjadi taruhan
masa depan kami juga menjadi taruhan
tak ada kata menyerah
tak ada kata berhenti
satu pasukan khusus sudah turun tangan
demi 96 jiwa

Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna
kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan

Life Story

Andai Hidup Ini Tanpa The Beatles

Senin, Desember 02, 2019

*photo by google


Ini bukan review film. Tapi film ini membuat saya me-review hidup saya. Apa jadinya dunia ini tanpa lagu-lagu dari The Beatles?. Lagu-lagu The Beatles adalah "teman seperjalanan" kita dalam ziarah hidup di dunia ini. Mau senang, mau sedih, lagu-lagu mereka menjadi pelita yang menerangi dan angin yang mengarahkan gerak kita. Kadang-kadang liriknya tidak mudah dimengerti. Mungkin karena sangat personal. Tetapi melodinya berbicara secara universal. Tak ada yang menampik bahwa kolaborasi Lennon-McCartney adalah salah satu yang terbaik yang pernah dimiliki dunia ini.  Karya-karya mereka adalah perpaduan agung antara akal dan rasa. Meskipun kemudian band ini bubar, keempat personil mampu bercahaya dengan caranya masing-masing. 

Pertemuan pertama saya dengan The Beatles terjadi pada hmmm... tampaknya setelah saya bisa mengingat. The Beatles adalah salah satu band favorit Opa. Mami yang mewarisi pengetahuan musik itu dari Opa, selain ia sendiri juga terpengaruh British Invasion di era itu. Mami mengajari saya berdansa. Beliau partner dansa saya yang setia. I Saw Her Standing There adalah salah satu lagu favorit kami untuk berdansa. 

Waktu kecil saya menyanyikan lagu-lagu The Beatles tanpa pernah mengerti liriknya. Yang saya tahu bahwa melodinya sanggup membawa saya ke suatu alam lain yang indah. Seperti dongeng Alice in Wonderland, manakala saya memutar lagu-lagu The Beatles, saya terlempar ke tempat yang penuh dengan imajinasi: cinta dan humanisme. Kapanpun dan dimanapun, jika mendengarkan lagu-lagu The Beatles, perasaan nostalgia itu hadir. Cinta tak harus pada manusia, bisa pada sebuah kota. Kita bisa tahu betapa Paul begitu mencintai Liverpool dari lagu-lagu yang ia ciptakan. 

Entah sedang jatuh cinta atau patah hati, putus asa atau dalam penantian, aura positif itu selalu menguar. Ada harapan ketika mendengarkan lagu-lagu mereka. Bagi saya, John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr adalah para rasul yang memberitakan kabar gembira. Mereka menyampaikan pesan semesta kepada orang-orang yang kesepian. Kepada mereka yang menanti. Kepada mereka yang bersedih. Kepada mereka yang sedang berbahagia. Kadang lagu-lagunya lucu, kadang penuh empati.

Film Yesterday mengganggu kita dengan pertanyaan yang menjadi momok: "melupakan" dan "terlupakan". Hilangnya The Beatles dari memori dunia mungkin merupakan sebuah metafora akan datangnya era baru yang tak lagi menghargai proses. Di film itu dibahas, satu lagu saat ini diciptakan oleh 16 orang seperti membuat produk di pabrik. Padahal kita tahu, kita butuh keintiman dan saat-saat magis untuk bisa menghasilkan  satu lagu yang baik. Seperti karya seni lainnya, lagu, puisi, atau bahkan karya ilmiah sekalipun adalah formula dari alam semesta untuk menyampaikan suaranya. Dan hanya orang-orang yang mungkin dalam keadaan "trans" atau menyatu dengan di luar sekaligus di dalam dirinya yang bisa menggapainya. 

Saya tak bisa membayangkan hidup tanpa lagu-lagu The Beatles. Mereka memang salah satu pelopor musik populer dunia. Musik yang lahir dari kalangan orang-orang biasa. Mengapa lagu-lagu The Beatles bisa abadi? Jawabannya mungkin bervariasi, tapi berdasarkan pengalaman saya mendengarkan mereka, jawabannya adalah karena lagu-lagu mereka sederhana dan memiliki emosi.  Pernah suatu kali saya berdiskusi dengan driver Grab yang ternyata lulusan seni musik senar dari ISI Yogyakarta. Dari hasil diskusi kami, lagu-lagu The Beatles banyak menggunakan nada-nada minor. Selain itu, mereka juga menggunakan akord (chord) nada-nada ke-7, seperti C7 B7 D7 atau G7. Dalam struktur melodi, sudah ada nada-nada mayor dan minor untuk membentuk lagu. Namun, akord terbentuk dari tiga nada atau lebih yang dimainkan secara bersamaan dengan harmonis. Akord 7 biasanya memainkan nada ke-7, satu nada kecil yang bikin “ngilu”. Ketika nada-nada pendukung ini dimasukkan, maka lagu itu memiliki emosi. Ia hidup dan memiliki jiwa. Ibarat rumah, nada-nada mayor dan minor adalah pembentuk bangunan, sementara nada-nada pendukung bertugas untuk mewarnai bangunan itu. Nada-nada pendukung ini kalaupun tidak ada juga tidak apa-apa, tetapi kalau ada, maka ia mampu memberi makna. Itulah sebabnya lagu-lagu The Beatles yang melegenda begitu "menikam" hati. 

Terkadang saya melihat diri saya seperti nada-nada pendukung itu. Tanpa saya pun, dunia ini tetap berjalan. Saya mungkin bukan yang utama di dunia ini. Juga tidak punya kuasa untuk mengubah dan mengontrol situasi. Bukan pula orang yang tampil dan tenar. Tapi saya ingin hadir dan memberi makna pada hidup ini, setidaknya saya memulainya dengan orang-orang di sekitar saya. Saya mencoba untuk mempengaruhi. Saya mencoba menghadirkan emosi dalam hidup mereka. Seperti lagu-lagu The Beatles, mungkin dengan cara yang sederhana itu saya bisa hadir dan mengabadi di hati mereka.

Bagaimanapun, Mei ke dalam bahasa Mandarin juga berarti lagu yang indah.