Day 2: Nrimo

Minggu, April 03, 2022

Orang Jawa punya kata untuk menggambarkan keadaan ketika kita harus berhadapan dengan situasi yang tidak seperti kita harapkan, tetapi harus menerimanya dengan ikhlas: nrimo atau nrima atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai menerima. 

Orang pertama yang mengajariku tentang nrimo adalah Eyang Pomo. Seumur hidupnya, Eyang adalah orang patuh. Ia mengikuti alur hidupnya seperti air yang mengalir. Eyang pernah cerita bahwa ia ingin sekali melanjutkan studinya ke Australia. Tetapi, ibundanya tidak memberikan restu karena jauh padahal Eyang sendiri memilih Australia karena dekat. Meski sedih, Eyang ikut saja dan ternyata ibunya Eyang meninggal dunia. Ternyata, ibunya melarang Eyang karena ibunya mau pergi jauh. Setelah ibunya meninggal, Eyang justru yang dicari dan ditawarkan beasiswa untuk sekolah di Amerika. Bukan main-main, dia berkesempatan melanjutkan studinya di salah satu universitas Ivy League disana yang pastinya jauh lebih bagus dari kampus di Australia. Dari kisah itu aku belajar, kalau sesuatu tidak diberikan kepadamu, maka Gusti Allah akan mengganti dengan yang lebih baik. Kuncinya berserah. 

***

Aku merasa bahwa ujianku kali ini bukan tentang ujian bahasa saja, tetapi ujian tentang kondisi spiritual. Ujian itu topiknya tentang berserah. Apakah itu berserah? 

Salah satu sosok yang mengingatkanku pada Eyang Pomo adalah Arika, sahabat dan kolegaku di kampus. Arika ini anak milenial tapi jiwanya jiwa priyayi Jawa kuno. Selain suka wayang dan hanya mau makan ayam kampung, Arika memiliki karakter yang khas jawani: nrimo. Salah satu hal yang membuatku kagum padanya adalah karena ia tidak memaksakan kehendaknya. Ketika Eyang sudah tidak ada, aku menanyakan padanya arti berserah.

Jawaban Arika menarik: Ya, ikhlas. Ikhlas itu tidak hanya ke sesama, tetapi juga ke atas. Penderitaan itu tidak selamanya. Kesenangan dunia itu juga tidak selamanya. Memang sudah di-setting seperti itu.

Aku kaget. Karena selama ini, aku juga pernah memikirkan hal yang sama. Kenapa kita ini seperti rasanya "tidak utuh" atau "tidak berdaya"? karena sudah di-setting demikian. Supaya kita tetap selalu membutuhkan dan melibatkan Yang Maha Kuasa. Berserah ya percaya bahwa Dia akan bertindak untuk yang terbaik. Kita menyerahkan keputusan tertinggi padaNya dan apapun keputusanNya kita terima.

"Kalau kamu sudah melaluinya, kamu akan jauh lebih kuat," ujar Arika lagi. 

You Might Also Like

2 comments

  1. Tulisan ini ada di daftar bacaan blog paling atasku saat aku merasa butuh substansi seperti ini, Kak! Thank you for sharing (and still writing on blog even after all these years)

    Pagi ini jadi 'tenang' setelah bacanya karena sedang merasa menjalani perjalanan spiritual untuk "nrimo" dengan semua KehendakNya :)

    Semoga sehat selalu, kak!

    BalasHapus
  2. Halo Mirdaaa....terima kasih sudah membaca blog ini sekian lama ya. Komentarmu membuatku merasa kuat dan terhibur.

    semoga kamu kuat juga menghadapi apapun yang kamu alami sekarang. Sehat selalu ya.

    BalasHapus