Feminisme Yang Seharusnya

Kamis, Januari 13, 2011

Dunia ini adalah tentang melihat segalanya berjalan dengan seimbang. Kita melihat semua hal yang bernaung di bawah kaki langit ini tumbuh dalam keadilan. Semuanya setara, selaras, dan bersinergi. Mungkin kelihatannya sepele, tapi saya suka melihat dan bahkan pernah mengalami ketika seorang laki-laki membantu membawakan barang-barang berat yang dibawa perempuan. Suatu hal yang romantis jika melihat ada laki-laki menawarkan diri untuk menemani perempuan pulang di malam hari. Sebuah pemandangan haru jika melihat laki-laki membantu perempuan memasak di dapur. Ini sama bagusnya ketika perempuan tidak bergantung sepenuhnya kepada tenaga laki-laki. Betapa adilnya jika sekali-kali perempuan mentraktir laki-laki dan menjadi hal yang penting juga ketika perempuan tahu bagaimana memanjat atap untuk memperbaiki genteng yang bocor atau setidaknya mengerti tentang barang elektronik yang rusak.

Ya, KESEIMBANGAN dan itulah yang diinginkan feminisme. Sebuah paham tentang menuntut kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan. Sekali lagi kugaris bawahi KESETARAAN. Bukan menuntut untuk melebihi dan merasa superior apalagi menguasai laki-laki.

Saya setidaknya telah membaca beberapa literatur mengenai feminisme dan mengambil kesimpulan bahwa feminisme adalah kuda troya untuk perang keadilan bagi keberadaan perempuan yang memang didominasi oleh maskulinitas. Perempuan dengan hormat meminta kepada laki-laki, " Wahai Laki-Laki, perlakukanlah kami secara manusiawi, sama seperti kalian memperlakukan diri kalian sendiri. "

Feminisme juga banyak digolongkan dalam beberapa bagian. Ada yang menyangkut masalah gender, pembagian kerja, hak-hak politik, dan lain sebagainya. Banyak pula tokoh-tokoh penggerak feminisme serta para pemikir yang membedah paham yang lahir dari rasa tertindas kaum perempuan ini. Walaupun dicatat bahwa pergerakan feminisme berkembang di masa renaissance, tapi saya yakin feminisme sudah lahir jauh sebelum masa itu. Mulai dari feminisme radikal, feminisme liberal, feminisme sosialis, feminisme post-kolonial, feminisme anarkis, feminisme marxis, hingga feminisme post-moderenisme. Kesemuanya ini masing-masing membedah aspek-aspek dimana perempuan tidak dihargai sebagai makhluk yang setara.

Perjuangan paham ini memang sungguh mulia. Namun, sayang beribu sayang, feminisme sering disalahgunakan. Feminisme ditunggangi untuk mendukung kepentingan-kepentingan tertentu yang melenceng dari cita-cita yang semula ingin diwujudkan. Feminisme jadi-jadian ini malah meminta lebih. Meminta kekuasaan dan pengakuan yang diluar batas hakikat sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Belum lagi tanggapan miring dari pihak maskulin yang menganggap feminisme adalah sampah dan rengekan semata. Sigmund Freud bahkan dengan teganya mencetuskan teori "Penis Envy" dimana dalam teori ini feminisme muncul dari rasa cemburu perempuan akan kelamin laki-laki yang disimbolkan sebagai lambang kekuasaan yang menindas perempuan. Dengan kata lain, perempuan tertindas karena tidak memiliki kelamin yang sama dengan laki-laki. Dan feminisme adalah bentuk kecemburuan perempuan terhadap kelamin laki-laki.

Sebagai perempuan, saya tidak pernah berpikir untuk mencemburui kelamin laki-laki. Saya perempuan, bangga menjadi perempuan, bahagia menjadi perempuan, dan bersyukur dilahirkan sebagai perempuan. Maka teori "Penis Envy" ini bagi saya tidak lebih dari bentuk penghinaan kepada perempuan.

Benarkah kami cemburu ?
Iya. Kami cemburu kepada laki-laki tapi bukan kepada kelamin maupun semua hal yang menempel di tubuhnya. Bukan pada miliknya. Kami cemburu karena Laki-laki dianggap manusia yang lebih tinggi daripada kami. Ada pengotakkan kelas manusia yang dibuat oleh pandangan umum laki-laki atas superiornya yang lebih keren dengan sebutan Patriarki. Kelas-kelas yang secara tak kasat mata membagi Laki-laki di kelas 1 dan perempuan sebagai makhluk kelas 2. Berdasarkan pembagian itu, kami secara tidak langsung lebih sering ditindas dan merasa terintimidasi. Analogikanlah dengan dunia sekolah, dimana kakak kelas-lah yang lebih sering menindas adik kelasnya. Padahal semestinya, kami SEKELAS dengan laki-laki. Itulah yang dituntut oleh perempuan. Tuntutan yang sebenarnya keabsaan dari hakikat Ilahi bahwa laki-laki dan perempuan sama dimata-Nya dan sederajat.

Saya pun sampai pada pertanyaan apakah Patriarki lahir dari rasa takut laki-laki akan keberadaan perempuan sehingga perlu dibangun penjara untuk memasung kakinya dan merampas haknya, merampas kebebasannya ? Bayangkan jika pembagian itu tidak ada. Pemerkosaan, pelecehan, penganiayaan baik secara fisik maupun mental tidak harus terjadi. Apakah Patriarki itu semata-mata bentuk keegoisan dan kedengkian yang lahir dari laki-laki atas keberadaan makhluk yang sedihnya diambil dari tulang rusuknya sendiri ?

Feminisme masa kini tidak lagi berbicara tentang emansipasi atau kesempatan yang sama untuk berkembang. Perempuan kini bisa meraih pendidikan setinggi-tingginya, menjadi pemimpin, dan mengaktualisasikan dirinya dengan sempurna. Menurut saya, masalah feminisme sekarang adalah harus membuat perempuan-perempuan di luar sana SADAR akan hakikat dirinya. Tidak SANTAI dan mengira dunia baik-baik saja. Tidak ! Banyak serangan dalam selimut yang dikira perempuan dapat memberinya kehangatan. Pengeksploitasian, pemanfaatan, sampai pelecehan yang bersembunyi di balik hal-hal indah dan manis yang ditawarkan untuk membuat kita menjadi TERLENA dan LEMAH. Hal-hal yang sebenarnya membuat kekuatan kita berkurang sebagai makhluk yang harusnya menjadi tempat sharing partner hidup kita. Fungsi perempuan sebagai tempat bertukar pikiran bergeser menjadi tempat hiburan untuk bersenang-senang dan memuaskan nafsu. Hal yang miris karena sebagai makhluk yang mewarisi sifat Ilahi, kita harusnya dapat mengimbangi sifat fisik yang tercermin dari raga laki-laki dan sebagai citra Ilahi yang terpecah menjadi dua, kodrat kita sebagai laki-laki dan perempuan adalah untuk saling melengkapi dan menjadi wakil Tuhan di muka bumi. Kita saling membutuhkan karena laki-laki tak bisa bertahan tanpa perempuan dan begitu juga sebaliknya. Hatimu untukku dan hatiku untukmu. Itulah yang semestinya terjadi.

Jadi, jika kamu ingin memahami feminisme, selidikilah dengan benar. Hati nurani kita sendiri yang akan menuntun kita dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai perang yang tak kunjung selesai ini. Dengan feminisme kita bisa menjadi kuat, tabah, dan mandiri untuk menjalani kehidupan yang kadang dirasa tak adil. Lagipula, kita juga harus mempersiapkan diri untuk mendampingi pasangan hidup kita nanti. Lelaki beruntung yang akan menemani hidupmu melangkah membangun cita diatas mimpi dan asa.




To My Man :
" Karena kita adalah sepasang sayap yang tidak bisa terbang tanpa bagian yang lain..."


You Might Also Like

0 comments