Kaum Kritis : Plis deh... analisis baik-baik. Kalian senang Astrid bebas dari suaminya yang peselingkuh itu. Kalian senang Astrid bisa membela dirinya. But, Hellooo??? Astrid ini lebih tajir mampus dan powerful dari suaminya (sebaiknya baca bukunya karena lebih jelas kesatirannya daripada filmnya yang merayakan konsumerisme ini). Kalau kamu masih menganggap Astrid menderita, kalian salah. Tidak ada orang yang berkuasa yang menderita.
Kaum Optimis dan Pesimis saling berpandangan, nggak ngerti.
"I'm not that regular of a person, and they really like regular."
Ibu saya selalu mengingatkan,"Jangan pernah berpikir bahwa pernikahan adalah penyelesaian dari segala masalah. Justru sebaliknya masalah yang baru akan muncul". Untuk itulah ibu selalu mendidik saya untuk tidak tergantung pada orang lain, bahkan pada suami nanti. Karena sangat berbahaya menggantungkan hidupmu pada manusia. Tapi kalau tidak menikah juga maka kita akan kesepian secara mental-seksual dan akhirnya mati dengan cara dikremasi lalu abunya ditebar di 7 tempat berbeda karena tak ada anak-cucu yang mau menjenguk makan neneknya.
"Karena mereka bukan lagi dua melainkan satu...."
Pernikahan adalah salah satu fase yang menakjubkan dalam hidup manusia. Bagaimana dua orang bertemu, menjalin kasih, dan akhirnya memutuskan hidup bersama. Lembaga perkawinan adalah jalan yang harus ditempuh untuk melegalkan keputusan itu. Untuk melindungi hal-hal yang kiranya dapat terjadi di kemudian hari. Jika untuk disebut pemain timnas harus mengenakan seragam, maka seragam itu adalah lembaga pernikahan dan pemain timnas adalah pasangan yang akan menikah.
Bagi saya, pernikahan bukan hanya sebagai pelegalan atas hubungan fisik semata tapi persatuan dua orang yang tak bisa dipisahkan oleh apapun kecuali maut. Maka untuk sampai ke tahap ini bukan dilalaui dengan cara main-main. Memilih seseorang untuk menjadi pendamping kita selamanya harus melalui proses jatuh bangun dan berdarah-darah yang panjang. Kadang-kadang dalam pertemuan dengan si belahan jiwa ini kita menjalaninya dengan cara-cara yang variatif. Ada yang mesti bertemu dengan orang yang salah dulu, pertemuan romantis ala film, atau bahkan perjodohan. Tuhan selalu punya beragam scene yang dia pilihkan agar ciptaannya bertemu dengan pasangan jiwanya masing-masing.
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat bercakap-cakap dengan seorang kakak yang akan segera menikah. Ia mengemukakan bagaimana ribetnya mengurus pernikahan. Untuk urusan materil seperti persiapan baju pengantin, gedung, undangan, atau bahkan foto pre wedding harus diurus dengan baik-baik. Belum lagi soalan psikologis yang katanya bikin dumba-dumba geleter. "Banyak yang harus disiapin. Mulai dari kesiapan jadi istri orang, menyatukan dua keluarga, sampai apa yang akan terjadi di hari pertama setelah menikah. Ini pengucapan janji sehidup-semati yang tidak main-main," ujar sang kakak.
Lewat penuturannya, saya pun tergelitik untuk bertanya. Sebenarnya ini pertanyaan yang saya simpan sejak masih ABG. Ini mungkin juga terpengaruh bacaan Oh Mama Oh Papa dan sinetron Janjiku yang booming di jamannya. "Apakah setelah menikah nanti orang yang kita nikahi ini akan tetap sama perilakunya seperti sebelum menikah atau malah berubah?". Pertanyaan saya ini lantas dijawab demikian, " Kita manusia yang selalu berubah, namanya juga inovasi dan kreasi, jadi saya tidak takut sama perubahan. Kalau arahnya positif bagus berarti. Tapi kalau kebalikannya, mungkin ada yang salah dengan cara kita. "
Jawaban dari sang kakak yang akan menikah ini memberi perspektif baru bagi saya terhadap pernikahan. Yang tadinya dipenuhi ketakutan-ketakutan dramatis menjadi hal lain yang lebih realistis. Jika kita siap untuk menikah maka kita harus siap dengan perubahan. Hidup manusia adalah perjalanan menemukan Sang Pencipta. Dan ada fase dimana kita membutuhkan penolong untuk bersama-sama berjalan menuju Dia. Tuhan tahu itu dan dia menyiapkan masing-masing penolong bagi kita. Sebab Dia sendiri yang bilang," Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja....aku akan memberi penolong baginya yang sepadan dengan dia."
To Kak Mamar yang akan menikah,
"karena cinta kuat seperti maut....nyalanya seperti nyala api Tuhan"
Pada suatu hari di suatu masa...
Ada sebuah Baju yang selalu dipajang di etalase toko dan belum ada yang membelinya. Baju itu bukan baju biasa. Ia adalah baju keluaran terbaru dengan model yang unik. Sang Desainer sangat serius dalam membuatnya. Ia merancang sendiri polanya, mengukur kainnya, mengguntingnya dengan teliti, dan menjahitnya dengan kedua tangannya sendiri hingga voila..jadilah sebuah baju yang menawan. Modelnya tidak mengenal zaman. Dalam era apapun ia cocok dikenakan.
Dengan bangga, sang Desainer meneruskan baju itu untuk dijual di Toko Pakaian ternama di kota itu. Sang Pemilik toko langsung terkesima dan langsung mengenakannya pada salah satu manekin terbaiknya. Dilabelinya harga yang tinggi dan langsung dipajangnya baju yang hanya satu berada di toko pakainnya. Cuma satu.
Setiap orang yang melewati toko pakaian itu pasti berhenti dan memandang baju itu dengan kagum. Mereka lalu memasuki toko itu dan melihat label harganya. Mahal. Mereka tidak punya cukup uang untuk membeli. Saking takutnya, untuk mencoba memakainya pun mereka tak berani. Takut rusak jikalau dicoba dan tak sanggup membayar gantinya.
Di lain sisi, banyak pula baju-baju cantik yang dijual di toko pakaian itu. Tapi mereka memiliki kembaran dengan berbagai ukuran. Sebagian dari mereka juga sudah laku terbeli. Baju-baju yang belum laku kemudian dilepaskan dari manekin dan dijual dengan harga murah. Namun tidak demikian dengan Baju ini. Ia tetap dipajang di etalase toko itu. Ia terlalu sayang jika didiskon atau diobral. Ia tidak serendah itu.
Waktu demi waktu berlalu, Baju itu masih terus terpajang disana. Diam-diam sang Baju bertanya-tanya, kapan ia terbeli? Kapan ia termiliki ?
Sudah lama ia menanti pembeli. Setiap dilihatnya calon pembeli yang memandangnya kagum, ia berharap calon pembeli itu segera memilikinya. Tapi pembeli-pembeli itu hanya datang melihat dibalik kaca tanpa ada niat untuk membeli. Memilikinya. Ia selalu iri ketika ada baju-baju lain yang dibawa ke kasir untuk dibeli, tapi belum ada yang berani untuk melakukan itu padanya. Sang Baju kecewa. Ia patah hati.
Lama...
Sang Baju terus menunggu. Ia menantikan pembeli yang akan membawanya pulang.
Pada suatu hari yang cerah, ada seorang calon pembeli melintas di depan toko pakaian itu. Seperti calon pembeli yang lain, ia jatuh cinta kepada Baju itu. Ingin sekali dimiliki dan dikenakannya. Ia masuk ke dalam toko dan melihat angka yang tertera di label. Seketika itupula wajahnya terlihat sedih. Harganya terlalu mahal dan ia tidak bisa membelinya. Ia menyentuh Baju itu. Bahannya begitu bagus dan ia pasti akan terlihat menawan jika memakainya. Dengan penuh keberanian, ia mencoba Baju itu. Biarlah ia tak membelinya paling tidak ia pernah memakainya walaupun cuma sekali. Dan yah....betapa menawannya ia dengan Baju itu.
Calon pembeli itu bahagia dan menikmati saat-saat mencoba Baju itu. Sang Baju juga senang luar biasa. Setelah sekian lama akhirnya ada juga yang mencobanya. Namun, raut wajah calon pembeli itu menjadi muram. Ia melepaskan Baju itu kembali. Calon pembeli itu tidak bisa memilikinya walaupun ia terlihat menawan dengan Baju itu. Ia melihat baju lain yang diobral di toko pakaian itu. Lalu, dibelinya satu yang cocok untuknya. Sang baju kembali dikenakan pada manekinnya. Calon pembeli itu keluar dari toko dengan menenteng baju yang dibelinya tanpa menoleh kepada sang Baju. Air mata sang Baju mulai menetes.
Hati sang Baju hancur. Sungguh tega para pembeli itu. Apakah mereka tidak tahu rasanya diterbangkan ke langit dan dihempaskan begitu saja ke tanah di saat yang sama? Untuk sebuah baju yang telah lama dipajang, ia terluka.
Pemilik toko melihat kesedihan sang Baju. Ia membelai sang Baju dengan penuh kasih.
" Sebenarnya bisa saja aku menurunkan hargamu dan kuobral agar kau laku. Pasti akan banyak sekali yang berebutan untuk memilikimu,"kata Pemilik Toko. "Tapi itu tidak kulakukan karena kamu bukanlah baju biasa. Kau harus berada di tangan yang tepat. Kau harus dikenakan pada pembeli yang berani membelimu. Berani memilikimu."
Sang baju mengangkat wajahnya yang sedih," Kapankah itu, Tuan," tanyanya sambil terisak-isak.
Pemilik Toko lalu menjawab," Sabarlah, waktunya akan tepat untukmu."
*finally, setelah stuck tanpa ide menulis.
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
( salah satu bait dalam Lagu "Ibu Kita Kartini" ciptaan W.R Supratman )
Apa persamaan antara Kartini dengan kita yang hidup di zaman sekarang ?
Selain karena kelaminnya sama ( tentu saja ), Kartini dan kita juga sama-sama menderita hal populer yang disebut Galau. Kalau sedang mengalami kegalauan, kita bisa langsung curhat di status FB atau berkicau di twitter. Nah, hal yang sama juga menimpa Kartini. Karena Internet belum ada pada zaman itu, maka Kartini yang galau langsung menulis surat kepada para sahabatnya: Stella Zeehandelaar, Nyonya Abendanon, dan Ny. Van Kool. Curhat Kartini dalam surat-surat itu kemudian dikumpulkan oleh Tuan Abendanon dan dijadikan buku yang kita kenal dengan judul "Habis Gelap, Terbitlah Terang". Lewat tulisannya, Kartini langsung dinobatkan sebagai pelopor emansipasi perempuan di Indonesia. Ia dijadikan Pahlawan dan dibuatkan hari besar untuk memperingati jasa-jasanya. Semuanya itu berawal dari rasa galau dan keinginan untuk curhat.
Lalu kenapa seorang tukang curhat seperti Kartini bisa menjadi Pahlawan Nasional ?
Mengenai kepahlawanan Kartini memang mengundang pro dan kontra di kalangan perempuan

Kartini memang berbeda. Ia melawan dalam diam. Ia tidak berjuang dengan senjata atau bermandi darah. Ia hanya mampu melawan dengan ujung penanya. Usaha kongkrit yang dilakukannya adalah membuat sekolah kecil agar perempuan-perempuan yang tinggal di sekitarnya dapat mengecap pendidikan walaupun hanya untuk sekedar baca-tulis.
Banyak pahlawan perempuan yang mati dalam medan pertempuran demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun yang berjuang untuk nasib perempuan sendiri hanya sedikit. Sejarah mencatat, bahwa Kartini-lah yang pertama kali memikirkan nasib kaum perempuan pada zaman itu. Ingat! pada masa Kartini hidup belum ada organisasi yang mampu mewadahi bumiputera untuk melawan penjajah dalam ranah intelektualitas. Budi Utomo sebagai organisasi pertama bumiputera lahir empat tahun setelah Kartini wafat. Maka Kartini sudah tentu tidak punya wadah untuk melawan sistem yang ada. Ia hanya mampu menuliskan kegelisahannya, menuliskan pemikirannya, dan tentu saja curhat yang melahirkan gagasan-gagasan hebat bahwa pendidikan adalah kunci bagi majunya sebuah bangsa.
Dalam hidupnya, Kartini juga banyak mendapat kekecewaan. Ia tidak mendapatkan restu Ayahnya untuk sekolah ke Belanda hanya karena ia perempuan. Budaya Jawa bagi Kartini adalah penjara untuk maju dan berkembang. Kartini juga hanya bisa pasrah ketika akhirnya dinikahkan dengan Raden Mas Ario Joyodiningrat. Ia juga hanya bisa diam ketika suaminya berpoligami ( mengenai budaya Jawa tentang gundik dapat dibaca dalam novel "Gadis Pantai" karangan Pramoedya Ananta Toer ). Kartini mengajarkan kita melawan dengan cara lain. Bukankah lewat tulisan kita bisa melawan? Bukankah hanya dengan status dan kicauan twit pun kita bisa melawan ?
Lalu apa yang dilawan ?
Hanya Perempuan sendiri yang tahu apa musuh terbesarnya.
"...Kami beriktiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup diri sendiri. Menolong diri sendiri itu kerap kali lebih suka dari pada menolong orang lain. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula."
( Suratnya kepada Nyonya Abendanon, 12 Desember 1902 )
Selamat Hari Kartini, 21 April 2011
Saya lebih suka menyebutnya Hari Perempuan Nasional. ^^
PS : Marilah menggunakan kata "Perempuan" yang berarti empu, pemilik. Ketimbang "Wanita" yang berarti betina, pelayan, binatang.

Akhir-akhir ini keberanian saya mengendur untuk memasuki dunia baru. Tiba-tiba saya menjadi kipka kecil yang penakut. Ketakutan saya telah membuat semangat untuk berkarya disana menjadi redup. Motivasi saya hilang entah kemana. Mendadak tempat tidur dan rumah menjadi sarang empuk untuk beraktivitas. Tidur.
Lalu semua masalah muncul. Ada beberapa dijadikan pelajaran dan ujian tahan mental. Kemudian ada juga kejutan kecil yang menyenangkan. Namun lebih daripada itu semua, saya takut. Pertanyaan penting yang selalu saya tanyakan kepada diri saya adalah : kemana perginya Superwomen ini?
Saya tidak melihat Perempuan Pemberani itu lagi. Dari dalam cermin terefleksi gadis penakut yang terlalu pengecut untuk memasuki dunia baru. Si Kipka telah menguasai raganya.
Tidak ada yang dapat menggantikan bau khas sehabis hujan di sore hari. Bau yang mampu meremangkan bulu roma dan menghadirkan sensasi yang membuat berahi. Ahh..suasana sehabis hujan yang kusukai. Apalagi di tiap kisahnya selalu ada yang berbeda. Seperti sore ini, saat saya selesai hunting foto untuk keperluan tugas mata kuliah fotografi.
Saya dan Ela, teman saya, berboncengan setelah hunting di SCR alias Sentral Cakar Ratulangi. Suhu udara yang mendingin akibat guyuran hujan membuat kami berdua lapar. Saya pun mengusulkan untuk makan sate. Ela sepakat. Ia menyarankan penjual sate langganannya. Namun sayang seribu sayang. Si Mas Penjual Sate rupanya belum jualan. Masih terlalu dini memang saat itu.
Ela kemudian memutar laju motornya. Kami memutar lewat jalan yang disingkat Ablam. Ela lalu bercerita tentang masa-masa saat ia pernah tinggal disitu. Sepeda motor Ela terus melaju menghasilkan cipratan becek dari jalanan yang tak teraspal. Kanal besar menjadi perantara antara dua jalan yang saling bersisian. Anak-anak kecil berlarian tak beraturan sambil mengangkat tinggi-tinggi layang-layangnya. Saya berteriak. Benang gelas layang-layang itu cukup dekat dengan jarak pandang mata Ela. Saya agak trauma dengan benang gelas karena pernah teriris sewaktu kecil untung jari saya tidak putus. Waktu itu saya sedang mengayuh sepeda dan merasa ada yang tidak wajar dengan sepeda saya. Kontan saya berhenti dan menyelidiki apa yang terjadi. Ada benang yang nyangkut di rodanya. Saya pikir itu adalah benang biasa. Saya lalu menariknya dan mengalirlah darah segar dari buku-buku jari saya. Saya melongo. 5 menit kemudian saya menangis.
Ela masih lanjut bercerita bahkan setelah saya berhenti menjerit melihat benang gelas yang sudah berlalu. Tiba-tiba Ela berkata pada saya,
Ela : Liat ko rumah besar yang pagarnya tinggi dan berkawat..
Saya : Mana?
Ela : Itu yang sebelah kanan.
Saya : Oh iya. Kenapa dengan rumah itu?
Ela : tempat prostitusi itu disitu.
Saya : APAA...masa???
Ela : dehh..kalau malam banyak mobil kesitu nah..
Saya : kayak Nusantara?
Ela : iyo. Tapi terselubung ki...
Saya termenung.
Sebuah tempat prostitusi di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang di bawah garis kemiskinan? Ini suatu kewajaran. Kewajaran yang disengaja.
Kita pasti sudah sering mendengar istilah 3 B yang selalu didengung-dengungkan ketika musim kontes kecantikan telah tiba. 3 B merupakan kepanjangan dari beauty ( kecantikan ), brain ( kecerdasan), dan behavior ( kepribadian ). 3 B adalah kriteria penting yang harus dimiliki oleh peserta sebelum dinobatkan sebagai Ratu Sejagat. Di kampus kita juga ada mahasiswa tipikal seperti itu. Mereka juga memiliki 3 B. Tapi jangan salah 3 B yang dimaksud bukan 3 B milik kontes Miss-Miss itu tetapi 3 B yang dimaksud adalah behel, blackberry, dan belah tengah. Wujud mahasiswa yang menempel pada hedonisme.
Sebenarnya tidak ada yang salah ketika teman-teman kita ini menjadikan 3 B sebagai identitasnya. Masalahnya adalah karakter mereka yang apatis membuat kita sering ketiban sial. Ayo mengakulah! Berapa banyak di antara kamu yang sering dimintai absen oleh mereka? Berapa banyak di antara kalian kena marah senior atas ulah mereka yang sering bolos pengkaderan? Berapa banyak dari kalian yang patah hati karena cinta ditolak atau karena gebetan kalian naksir pada mereka? Seberapa besar usahamu belajar pasti nilaimu tidak lebih tinggi dibanding mereka. Tidak aktif dalam perkuliahan namun IP-nya selangit. Ya, kalian sadar pemberian nilai juga bisa melihat fisik seseorang. Tanpa sadar kalian menjadi jengkel dengan orang-orang seperti mereka, para mahasiswa 3 B.
Di samping urusan akademik yang mengganggu, urusan pergaulan juga sering membuat kita melirik sinis ke arah mereka. Jarang di antara mereka yang mau bergaul dengan mahasiswa lain yang tidak teridentifikasi sebagai 3 B. Kalaupun kamu diajak ngobrol ya itu karena ada U dibalik B. Kalau bukan titip absen ya titip tugas. Entah mengapa kalian juga susah menolak mereka. Apalagi buat yang cowok-cowok, ayo ngaku….hehee…
Tanpa ada maksud mendiskreditkan teman-teman kita yang mahasiswa 3 B, kenyataannya sebagian besar memang seperti itu. Bahkan tanpa sadar kita sering meremehkan mereka. Di lain sisi, mereka juga tidak menyukai mahasiswa di luar kelompok elitnya. Saya hanya ingin mengatakan bahwa tidak semua dari mahasiswa 3 B ini se-negatif yang kita pikir. Ada yang baik, cerdas, mau bergaul dengan siapa saja, dan memiliki simpati yang besar. Sekarang bagaimana pintar-pintarnya kita bergaul dengan mereka. Jangan hanya duduk dan mencemooh penampilan mereka. Mereka tetap sama seperti kita hanya saja pemikirannya berbeda. Ada yang seluas langit biru dan ada yang sedangkal selokan.