Minggu Pagi

Minggu, Juli 19, 2020

Jangan pernah meremahkan informasi. Satu informasi yang positif membuatmu happy menjalani harimu. Satu informasi yang negatif memberimu perasaan sedih. 

Sepertinya keputusan saya menonton ulang film Before Sunset di hari minggu yang tidak cerah ini adalah salah. Pertama kali nonton film ini di kala remaja dan saya tidak mengerti. Barulah di usia dewasa seperti saat ini, saya baru bisa relate dengan konflik yang diajukan film ini. Dialog-dialog antara Jesse dan Celine yang akhirnya berjumpa setelah sekian lama membuat perasaan berkecamuk. Rindu yang membara, perasaan skeptis, depresi, kemarahan, ketidakberdayaan, dan harapan. Ya, kadang kita seperti Jesse dan Celine yang merindukan koneksi dan komunikasi di antara manusia. Perasaan bahwa akhirnya kita tidak sendirian lagi. Perasaan yang disebut cinta. Namun, cinta tidak pernah sederhana. Cinta bukan tujuan melainkan proses. Bertemu dan berpisah. Bersama dan tidak bersama. Bersatu dan sendiri-sendiri. Walaupun endingnya bahagia, pertengahan film sampai menjelang ending benar-benar menguras emosi. "I put all my romanticism into that one night and I was never able to feel all this again. Like, somehow this night took things away from me and I expressed them to you, and you took them with you. It made feel cold like love wasn't for me", begitu kata Celine penuh emosional. Apakah benar bahwa cinta hanya bisa dikatakan romantis bila ia dialami bersama seseorang yang tidak bisa dimiliki dan kamu harus melepaskannya? bahwa waktu ternyata bukan milik kita?

Dan seperti belum cukup. Sebuah berita duka datang di saat yang sama. Sang maestro puisi Indonesia, Sapadi Djoko Damono berpulang ke pangkuan Sang Kekasih. Rasanya Indonesia harus bersabar menunggu lahirnya maestro puisi berikutnya lagi. Selamat jalan, Eyang Sapardi. Karya-karyamu abadi. Engkau abadi. 

You Might Also Like

0 comments