Selamat Datang 2020!

Rabu, Januari 01, 2020

Happy New Year gaes....

Sebuah ucapan selamat tahun baru dari seseorang yang bangun tidur, makan, dan tidur lagi di awal tahun ini. Yap, that's me. Sungguh tak ada hari libur bagi tentara. Setiap hari adalah pertempuran. Setiap saat ada tugas tak terduga yang harus dijawab dengan "Siap laksanakan!". Banyak drama dan juga hal-hal yang tak masuk akal. Yang kusyukuri adalah bahwa saya punya teman-teman sepeleton yang asyik dan punya selera humor yang keren. Saya menyebut mereka Peleton Barbarsari. Kami ada sepuluh orang. Sepuluh orang yang ditakdirkan berada disana hingga entah sampai kapan. 

Bagaimana kalian menghabiskan malam tahun baru kalian?

Hari terakhir di tahun 2019, saya dan teman-teman masih berkutat dengan pekerjaan, tepatnya menyelesaikan mission imposible. Sejak beberapa hari sebelumnya kami berencana untuk merayakan malam tahun baru dengan bakar-bakar, masak-masak, dan makan-makan. Ini untuk merayakan kebersamaan kami. Melatih kekompakan sembari berharap jika kami sudah mapan berdiri sendiri-sendiri, kami tidak saling menghancurkan hehehe. Budaya kompetisi harus dihilangkan, budaya kolaborasi harus dihidupkan. Rantai kekerasan harus diputus. 

Nah, pulang kantor sudah pukul 5 sore. Saya lanjut dari kampus menuju gereja. Tadinya mau masuk di gereja GPIB, tapi waktunya tidak pas. Hujan turun membasahi bumi dengan irama 3/4. Lalu, saya menuju gereja Katolik di Kotabaru. Tapi tampaknya itu ibadah biasa, bukan ibadah malam Tahun Baru. Ibadah Tahun Baru akan dirayakan keesokan harinya. Saya lalu ke gereja HKBP di sebelahnya yang untungnya masih baru mulai. Sayangnya, semua lagu yang dinyanyikan dalam bahasa Batak. Saya tidak begitu menikmatinya karena saya datang terlambat dan duduk di bangku luar yang tak bisa melihat ke layar LCD.

Sambil mendengarkan khotbah Pak Pendeta, saya teringat tradisi yang selalu saya lakukan bersama Mami yaitu doa bersama pada malam Natal dan malam Tahun Baru. Biasanya kami melakukannya setelah pulang gereja. Saya tidak tahu kapan dimulainya tradisi ini, tapi tradisi ini kulihat ada di keluarga Mami Ice juga. Mungkin ini tradisi orang Ambon, mungkin tradisi Gereja Protestan, entahlah. Tapi rasanya selalu ganjil kalau tidak melakukan hal itu. Kata Kak Is, anak Mami Ice, tradisi ini sangat sakral. Sayangnya Daddy tidak memiliki rasa yang sama dengan tradisi itu. Maka, setiap malam Natal atau Malam Tahun Baru pasti akan diwarnai dengan drama. Rupanya itu juga yang dialami Kak Is. Baik Daddy maupun Kak Yud, suami Kak Is, berasal dari suku dan tradisi gereja yang berbeda dengan kami. Disinilah ujiannya. Bagaimana bisa menerima dan menyelaraskan perbedaan-perbedaan atau mungkin lebih tepatnya membebaskan diri dari keinginan-keinginan yang ingin dipaksakan kepada orang-orang terkasih. Sebuah pekerjaan berat atas nama cinta, saudara-saudara. 

Pulang gereja, saya kesulitan mendapatkan ojek online. Maka, saya menghubungi ojek langganan saya, Mas Hendri yang setia mengantar saya kemana-mana sejak saya pindah ke Jogja di tahun 2013. Di tahun 2019, kami mengalami kecelakaan bersama. Ban motornya tiba-tiba meletus saat sedang jalan di aspal. Kami berdua jatuh. Tempurung lutut Mas Hendri retak sehingga ia harus digips sampai tiga bulan lamanya. Kaki kanan saya, khususnya dari bawah lutut sampai tulang kering  terhantam ke aspal juga dan menghasilkan luka lecet dan memar. Itu sebuah keajaiban mengingat saya yang digonceng. Malam itu, setelah lama tak berboncengan. Kami melalui jalan tempat kami jatuh dulu. Saya mengakui saya masih trauma. Takut jatuh lagi. Syukurnya, saya tiba di rumah dengan selamat lalu bersiap-siap untuk menuju rumah Ari, tempat yang disepakati Peleton Barbarsari untuk merayakan tahun baru bersama. Saya berangkat dengan Mas Hendri lagi. Kami mengarungi jalan Kaliurang yang lumayan tak ramai sambil rekonsiliasi dengan luka-luka kami.

Sampai di rumah Ari, saya langsung bergabung dengan Peleton dan mulai bekerja menurut pembagian tugas masing-masing. Med bawa ikan dari kolam ikannya, Rev dan pacarnya Ve bakar jagung, Yu bawa ayam, Us dan suaminya urus bumbu dan bakar ayam, Ari jadi tuan rumah yang baik, Vir dan Acel bakar ikan dengan saya yang memberi penerang pada ikan yang lagi dibakar dan sudah masak, dan Jul sebagai seksi icip-icip. Tak ada kembang api atau petasan karena rumah Ari dikelilingi anak-anak kecil dan bayi yang akan terganggu. Pergantian malam tahun baru ini seperti Malam Kudus: sunyi senyap dengan sesekali tercium bau tahi dari kandang sapi yang tak jauh jaraknya dari rumah Ari. 

Begitulah, saya merayakan Tahun Baru dengan intim dan sederhana. Selamat datang 2020!

You Might Also Like

0 comments