Apa Yang Kusebut "KASIH"

Minggu, April 06, 2014

(pic: weheartit)



Tulisan ini lahir dari apa yang saya amati belakangan ini. Apa yang membuat saya resah dan gelisah pada keadaan masyarakat di sekitar saya. Jika kalian masih ingat pada cerita yang pernah saya bagi saat erupsi Gunung Kelud, kalian pasti tahu tentang ketidakmengertian saya pada seorang manusia yang tidak mau membagi masker-nya pada orang lain yang belum mendapat satu pun masker, meskipun masker yang ia beli banyaknya takkan habis sampai erupsi berikutnya. Peristiwa itu mungkin biasa saja bagi orang lain, tapi itu adalah tamparan telak bagi saya. Saya mulai mempertanyakan sisi humanis dari seorang manusia. Jangan-jangan benar bahwa kita ini "cuma" binatang yang kebetulan berakal seperti kata filsuf-filsuf itu.

Hal ini juga merambah sampai ke media massa. Jika kau lebih peka pada tayangan televisi, tulisan-tulisan di surat kabar atau web, serta pamflet-pamflet, kau akan terkejut bahwa pesan-pesan itu lebih banyak mengarah pada kebencian terhadap sesama daripada seruan untuk mengasihi. Ini lebih parah daripada persoalan pornografi.

Bagi saya, tak ada yang lebih mengerikan dari wajah kebencian.

***

Homo sapiens saat ini kekurangan kasih.
Benar. Kita benar-benar telah menjelma dari manusia yang dulunya kolektif, menjadi individual, dan zaman pasca industri seperti saat ini (atau orang Komunikasi menyebutnya masyarakat jaringan dan informasi) membentuk manusia menjadi egois. Kita tidak benar-benar peduli pada tetangga kita, orang yang serumah dengan kita, apalagi pada sekelompok manusia yang tengah diliputi kelaparan dan peperangan di suatu sudut dunia sana. Segala sesuatu ditimbang apakah itu menguntungkan atau merugikan. Ketulusan menjadi sesuatu yang mahal. Kini yang kita pedulikan adalah apakah semua kebutuhan kita sudah terpenuhi atau apakah kita sudah cukup eksis di dunia maya dan dunia nyata? Kita benar-benar lupa bahwa esensi kehadiran manusia adalah mengasihi, mencintai. 

Tunggu...Tunggu. Jangan dahimu berkerut mendengar kata cinta atau kasih. Sekali lagi ini adalah persoalan sense bahasa. Bahasa Indonesia mengenal empat kata yang mewakili tindakan mengasihi pada sesamanya: cinta, suka, sayang, dan kasih. Keempat kata ini sebenarnya setara menggambarkan perasaan mengasihi kepada makhluk hidup dan Tuhan hanya kemudian penggunaan kata tersebut mengalami perubahan makna untuk membedakan keempatnya. Kasih mewakili sense terhadap cinta Ilahi meskipun banyak juga lagu-lagu cinta bahkan lagu anak-anak ( ingat lagu "Kasih Ibu kepada beta..."?) menggunakan kata ini. Sayang digunakan untuk mewakili perasaan kepada orang tua dan persahabatan. Cinta dan Suka mengacu pada kasih sayang berdasarkan orientasi seksualnya (demi menghormati kaum Gay dan Lesbian). Namun, perbedaannya terletak pada penggunaan Suka dan Cinta sendiri. Suka hanya sebatas pada ketertarikan seksual atau kesamaan/ketertarikan pada hal yang sama sedangkan Cinta merangkul antara seksual dan spiritual seseorang. Tapi dasar orang Indonesia suka rancu, keempat kata ini kemudian bisa dengan serampangan diucapkan tanpa konteks dan makna yang tepat.

Berbeda dengan bahasa Indonesia. Bahasa Inggris hanya memiliki satu kata untuk merangkum semua tindakan mencintai itu. Adakah kalimat dalam bahasa Inggris yang lebih indah selain "I Love You"?. Love, kata ini memang sangat manis didengar dan dibaca. Kitab suci bahasa Inggris menggunakan kata Love untuk mendeskripsikan cinta Ilahi. God is Love (Allah adalah kasih) atau Love is patient, love is kind, love is...(kasih itu sabar, kasih itu murah hati, kasih itu...), dan lain sebagainya. Tapi kata Love juga mengacu terhadap cinta pada orang tua, sahabat, dan kekasih. Untuk membedakan kata ini, kita harus benar-benar memahami konteks dimana kata ini digunakan dan merujuk kepada apa.

Diantara kesemuanya itu, saya paling mengagumi bahasa Yunani dalam mendefiniskan kasih. Bahasa Yunani memiliki empat kata berbeda untuk membedakan tindakan cinta: Agape, Storge, Filia, dan Eros. Agape adalah makna cinta yang paling dalam, the unconditional love. Cinta yang tidak menuntut dan mengharap kembali, seperti cinta Tuhan pada manusia. Tuhan tidak akan tiba-tiba menghilangkan nyawa manusia hanya karena ia marah kita absen berdoa padanya satu hari. Tuhan tetap memberi meski kita tidak meminta. Alam semesta ini gratis untuk kita nikmati dan hayati (sampai kemudian manusia menemukan sistem pertukaran dan utang, dan kemudian segala hal ditimbang dari sudut pandang ekonomi). Agape merujuk pada cinta yang spiritual, di luar batas materil. Kita menyadari cinta itu sebagai sesuatu yang ada, meskipun tidak bisa kita raba dan lihat. Agape itu tidak bisa ditaksir dan diukur, tak bisa pula dibanding-bandingkan. Cinta jenis ini hidup dalam spiritualitas kita dan untuk mencapai spiritualitas, kita harus melepaskan kemelekatan kita pada materi. Menjadi tiada

Dalam tafsiran teologis, Agape harus menjadi roh dalam cinta Storge, Filia, dan Eros. Tanpa Agape, ketiga cinta yang lain ini akan menjadi sesuatu yang menyakitkan. Storge seperti yang kita ketahui diperuntukkan terhadap cinta orang tua dan anaknya. Akan tetapi, tanpa Agape, Storge akan berubah menjadi pemaksaan kehendak orang tua pada anaknya atas nama cinta. Filia adalah cinta dalam persahabatan. Akan tetapi dalam dunia persahabatan selalu ada hubungan timbal-balik. Kita sering mengalami dan mendengar "selama dia baik pada saya, maka saya juga akan baik padanya". Akan tetapi manusia tidaklah sempurna sehingga tumpukan kesalahan-kesalahan kecil mampu membuat persahabatan retak. Agape ada untuk membuat Filia menjadi utuh. Agape menguatkan Filia untuk menerima, berkorban dan mengampuni. Dengan Agape, Filia mampu memaafkan sahabatnya meskipun sahabatnya menyakiti hatinya.

Adalah Eros, cinta yang diikuti dorongan seksual pada lawan jenis atau sesama jenis. Eros lahir dari kekaguman akan keindahan. Tidak ada yang salah dengan keindahan. Bahkan Tuhan pun pecinta keindahan. Dia-lah sang Keindahan itu sendiri sehingga ia menciptakan seluruh ciptaanNya disertai keindahannya masing-masing. Jadi, untuk apa menutup-nutupi keindahan? Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama pecinta keindahan. Nilai dan norma memang bisa meredam ekspresi kita akan keindahan, tetapi kita tetap diam-diam mencintai keindahan.

Seperti tiga jenis cinta yang lain, Eros juga harus disertai Agape. Eros dengan Agape tidak hanya menangkap keindahan secara fisik semata, tetapi keindahan spiritual yang ada di dalam setiap manusia. Keindahan yang tak tampak inilah yang membuat Eros tidak akan pudar seiring waktu menggerogoti keindahan. Bersatunya keindahan fisik dan spiritual akan bertahan apabila Agape telah menyatu dalam Eros. Mengapa kita butuh Agape? Karena Eros akan mudah mengagumi keindahan yang lain. Agape membantu Eros untuk mencintai kesetiaan, ketaatan. Eros juga dikenal sebagai cinta yang ingin memiliki. Dengan Agape, Eros menjadi cinta yang membebaskan. Tidak ada lagi istilah "cinta bertepuk sebelah tangan" karena selama kau mencintainya, ia hidup di dalam dirimu. 

Saya memberikan sedikit contoh mengenai sense kata Kasih. Dalam kitab suci, dikisahkan Yesus bertanya kepada Petrus apakah ia mengasihinya. Kitab suci Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, sehingga penggunaan Agape-Storge-Filia-Eros akan banyak kita temukan. Dalam terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, percakapan itu terjadi seperti ini:

Yesus: Petrus, apakah engkau mengasihi Aku?
Petrus : Ya Tuhan, aku mengasihimu.
Yesus bertanya lagi
Yesus : Petrus, apakah engkau mengasihi Aku?
dan Petrus menjawab: Ya Tuhan, aku mengasihimu
Tetapi Yesus kembali bertanya: Petrus, apakah engkau mengasihi Aku?
maka menangislah Petrus dan menjawab: Ya Tuhan, aku mengasihimu.

Bahasa Indonesia memang tidak bisa memberikan makna dalam percakapan itu. Saya pun yang dulu membacanya juga mikir, ini opo toh maksudne? Karena kata yang digunakan tidak memberikan sense tertentu, sehingga makna pun lenyap. Bahasa Indonesia memang tidak bisa memberikan pemahaman pada makna percakapan Yesus dan Petrus, tetapi bahasa Yunani bisa. Nah, sekarang mari kita bandingkan dengan percakapan yang sesungguhnya yang ditulis dalam bahasa Yunani. 

Yesus: Petrus, apakah engkau agape  padaKu? 
Petrus : Ya Tuhan, aku filia padaMu. 
Yesus bertanya lagi: Petrus, apakah engkau agape padaKu? 
dan Petrus menjawab: Ya Tuhan, aku filia padaMu
Tetapi Yesus kembali bertanya: Petrus, apakah engkau filia padaKu? 
maka menangislah Petrus dan menjawab: Ya Tuhan, aku agape padaMu.


***

Para tetua menganjurkan kita hanya melakukan kasih agape kepada Tuhan. Tetapi saya tidak sepakat dengan itu. Jikalau seperti itu, seperti ada jurang antara Tuhan dan manusia. Sepertinya kita hanya perlu bermanis-manis dengan Tuhan dan biasa saja pada manusia. Ini menurut saya yang salah. Agape bisa dilakukan pada manusia. Jika kita mencintai (agape) pada Tuhan, maka kita harus mencintai (agape) pula pada ciptaan-Nya. Ada kalimat yang berbunyi,"Jika ingin mengenal seseorang, kenalilah dari tulisan-tulisannya". Kita adalah tulisan-tulisan Tuhan yang ditulis dengan jari-Nya sendiri. Bila kita ingin mengenalNya, maka kenalilah Dia lewat ciptaanNya. Siapa saja ciptaan-Nya? Alam semesta, tetumbuhan, binatang, mereka, kamu, dia, dan aku. 

Persoalannya banyak yang mengatakan, cinta Agape sangat susah dilakukan, bahkan cenderung utopis. Bagaimana bisa kau tak ingin memiliki seseorang yang kau cintai mati-matian? Begini. Bayangkan dunia ini. Ada 7 milyar manusia yang hidup. Ada banyak agama yang memperebutkan Tuhan yang Satu. Kita mencintai Tuhan yang sama yang dicintai 7 milyar manusia lainnya. Apa jadinya jika hanya satu agama, satu manusia, dan satu kelompok memiliki Tuhan yang Satu yang dicintai agama-agama lain, kelompok-kelompok lain, dan 7 milyar manusia lain?

Tapi nyatanya, kita tetap mencintai Tuhan yang Satu itu kan? 
Kita bisa mencintai tanpa perlu mengklaim Dia itu milikku seorang. 

dan saya tetap percaya, kita bisa (belajar) agape pula pada sesama manusia.

You Might Also Like

2 comments

  1. Sempat baca tentang empat jenis 'kasih' ini di ebook komunikasi antarpribadi, dan makin mengerti setelah baca postingan ini. Makasih sdh bagi ilmunya kak ^^

    saya jg mau belajar agape :')

    BalasHapus
  2. Syukurlah bermanfaat...

    Bagaimana kabarmu, dek? Tetap semangat ya dalam menghadapi situasi apapun.

    Yup, kita pasti bisa kok, memang tidak mudah dan harus bertarung dengan ego tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan :))

    BalasHapus