Peristiwa Jam 2 Subuh

Senin, Agustus 06, 2012

Perasaan saya campur aduk. Ada senangnya, ada sedihnya, dan ada kemarahan yang mengepul sampai ke ubun-ubun. Taksi yang membawa saya dari daerah Nana (daerah red line di Bangkok) pada pukul setengah 3 subuh menjadi saksi bagaimana remuk redamnya asa yang setiap hari saya naikkan ke langit. Asa yang saya bungkus rapat-rapat dalam mimpi setiap malam.

Saya tidak bisa mendustakan, meski saya memegang teguh ajaran feminisme tapi saya senang dengan perhatian-perhatian yang diberikan oleh para lelaki apalagi bila lelaki itu telah menyemikan hati saya. Perhatian sekecil apapun akan terasa sangat berarti meskipun tidak disengaja.

Lalu siang ini kamu menegur saya.
"Gimana pulangnya kemarin malam?"

Dengan menahan gondok saya menjawab, " Ya diturunin di jalan..."

Dan setelah itu kamu melengos pergi.

Jderrrr.....
Saya menatap punggung kamu yang sedang menerima telpon. Dalam hati ingin rasanya saya lemparkan patung Rama-Shinta yang sedang menari itu ke kepalamu supaya kamu punya rasa peka pada orang lain. Saya tidak tahu masa lalu kamu seperti apa hingga membentukmu menjadi seapatis itu. Saya juga bukan siapa-siapamu yang dapat merubahmu menjadi orang yang punya rasa. "Penjual Daging" di pinggir jalan yang kamu sebut itu pasti memiliki simpati melebihi kamu.

Malam yang ditunggu-tunggu itu menjadi jawaban akan tanda-tanda yang berasal dari  alam bawah sadar saya setiap hari. Saya tidak tahu bagaimana endingnya dan meski ini bukanlah sebuah ending, saya menyerahkan akhir ini pada sang Sutradara. Ia lebih tahu mana akhir cerita yang bagus.

Saya terkenang dengan bbm yang dikirimkan sahabat saya Alvidha tempo hari, "Jangan terlalu kecewa. Tuhan itu baik."


You Might Also Like

0 comments