Pelajaran Dari Totto-chan

Rabu, Mei 25, 2011



“ Kau harus berkenalan dengan Totto-chan, Meike,”ujar Kak Dwipai padaku saat kami sedang makan berdua di AW. Rasa penasaranku tiba-tiba membuncah. Aku bertekad jika aku menemukannya, aku akan membawanya pulang.

Bersama Alvidha, sobatku, kami berdua kemudian ke toko buku. Benar, ia ada disana. Duduk manis sembari menunggu siapapun yang ingin mengajaknya pergi. Aku lalu mendekat. Totto-chan menatapku penuh goda dibalik sampul plastik yang membungkus tubuhnya. Setelah menimbang-nimbang, aku pun segera menarik tangannya menuju kasir. Aku sudah tak sabar untuk berpetualang dengannya.

Sesampainya di rumah, aku langsung mengajaknya bercerita. Kuraba-raba permukaannya yang keras. Setiap lembarnya menyentuh kulitku. Kasar tapi aku suka. Aku mencium aromanya. Hmm, bau buku baru yang kusuka. Aku mulai menyelami pikiran kanak-kanaknya yang polos, imajinatif, dan lucu. Hanya dalam semalam saja aku sudah selesai membacanya.

Totto-chan mulai bercerita padaku mengenai dirinya. Di saat orang-orang tidak bisa menerima sikapnya yang di luar kebiasaan, ia tetap mempertahankan jati dirinya. Berani-lah menjadi unik. Karena setiap orang pun memiliki kekhasannya masing-masing. Totto-chan mengajariku untuk tidak malu menjadi diri sendiri.

Gadis berpipi merah jambu itu lalu mengajarkan tentang persahabatan. Ia bercerita tentang Yasuaki-chan, teman kelasnya yang terkena polio. Penyakit Yasuaki-chan tidak membuat Totto-chan menjauhinya, malahan sebaliknya ia berusaha agar Yasuaki-chan merasa normal. Aku terharu saat Totto-chan berusaha mengangkat tubuh Yasuaki-chan yang lebih besar darinya agar dapat duduk di lekuk cabang pohon. Totto-chan ingin agar Yasuaki-chan pernah mengalami sekali saja dalam hidupnya untuk duduk di atas pohon.

Totto-chan juga mengajarkan bagaimana arti berkorban ketika ia memilih untuk tidak mengenakan pita kesukaannya atas permintaan Mr.Kobayashi, sang Kepala Sekolah. Miyo-chan, putri Mr.Kobayashi, sangat ingin memiliki pita yang sama dengan milik Totto-chan. Namun, meski sudah dicari kemana-mana, pita tersebut tidak ada. Mr. Kobayashi meminta Totto-chan untuk tidak mengenakannya ke sekolah lagi agar Miyo-chan berhenti meminta kepada ayahnya. Mr.Kobayashi sedih tak dapat memenuhi keinginan putrinya dan itulah yang dilakukan Totto-chan, tidak ingin melihat Mr.Kobayashi sedih.

Sebagai anak perempuan, Totto-chan juga mengalami perasaan suka terhadap lawan jenisnya. Totto-chan menyukai Tai-chan teman sekelasnya yang jago fisika. Karena perasaan sukanya, ia selalu meraut pensil-pensil milik Tai-chan sampai menjadi sempurna meskipun pensilnya sendiri asal-asalan dirautnya. Suatu ketika, Totto-chan berhasil mengalahkan Tai-chan dalam permainan sumo. Karena marah, Tai-chan lalu mengatakan sesuatu yang kasar kepadanya, “ Totto-chan kalau sudah besar, aku takkan menikah denganmu. Aku tak peduli walaupun kau memohon-mohon .” (hal 190-191). Namun Totto-chan tetap saja menyukai Tai-chan. “Aku akan tetap meraut pensil-pensilnya,” kata Totto-chan memutuskan. “Karena aku cinta padanya.” ( hal.192). Aku merasakan ketulusan dalam kalimat Totto-chan disana.

Dari buku ini, aku belajar untuk memahami orang lain. Selain Totto-Chan, tokoh Mr.Kobayashi juga menjadi panutan. Ia selalu mengajarkan bahwa setiap orang memiliki kebaikannya masing-masing. Seberapa jahatnya pun ia, ia tetap memiliki kebaikan. Menerima semua orang dengan diri mereka masing-masing juga adalah kebaikan. Aku menyukai perkataan Mr.Kobayashi yang selalu dikatakannya kepada Totto-chan, " Totto-chan, kau benar-benar anak yang baik, kau tahu itu, kan?" (hal. 189 )

Pelajaran terakhir yang aku dapatkan adalah ketika Totto-chan ingin sekali memiliki anak ayam. Namun, ayah dan ibunya tidak ingin membelikannya. “Kami tidak ingin kau punya anak ayam yang akhirnya akan membuatmu menangis, “ ujar ayah-ibunya ( hal 109 ). Namun, dengan sedih Totto-chan berkata, “Belum pernah aku sangat menginginkan sesuatu seumur hdpku. Aku takkan pernah lagi minta dibelikan sesuatu. Tapi belikan aku satu anak ayam ya, Ma, Pa!” (hal 109 ). Akhirnya, Totto-chan dibelikan anak ayam itu. Beberapa waktu kemudian anak ayam itu mati. Totto-chan menangisi kepergian anak ayamnya. Itulah pengalaman kehilangan dan perpisahan yang pertama bagi Totto-chan.

Malam semakin larut. Totto-chan sudah lelap disisiku. Aku pun juga sudah mengantuk. Sebelum tidur aku menggumam, "Sidharta, nanti akan kukenalkan kau pada teman baruku, Totto-chan."





PS : terlihat seperti buku cerita anak-anak namun sebenarnya Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela adalah buku autobiografi dari pengarangnya sendiri Tetsuko Kuroyanagi.

You Might Also Like

1 comments

  1. sama seperti alvidha, mieke selalu bs menyampaikan pesan hebat dlm setiap postingannya. dan q sangat suka. @_@

    BalasHapus