Sikap Bela Negara untuk Mencegah Kekerasan Seksual di Kampus

Kamis, Desember 03, 2020

Foto 1. Bersama Pengurus BEM Universitas dalam launching komunitas Srikandi UPN "Veteran" Yogyakarta (Yogyakarta, 13 Maret 2020)


Sebelum menjadi dosen dan ASN di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saya hanyalah seorang peneliti dan aktivis kesetaraan gender. Berdasarkan pengalaman saya, wacana yang dominan berkembang di tengah-tengah kelompok aktivis adalah ketidakpercayaan atas lemahnya upaya Negara untuk melindungi korban kekerasan seksual, contoh: mandeknya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Pengalaman itu kemudian menjadi bekal yang mungkin membedakan saya dengan rekan-rekan yang lain. Dengan masuk sistem, saya memiliki peluang untuk menjadi agen yang menjembatani Negara dan rakyat. Tujuan idealis saya sebagai ASN adalah menghadirkan kembali Negara kepada rakyatnya yang melindungi mereka. Sebagai dosen, tugas saya adalah mencerdaskan dan mempersiapkan kaum muda menjadi generasi yang cerdas, berintegritas, dan berkarakter. 

Menjadi dosen yang dapat diakses untuk berdiskusi dan memahami mereka adalah strategi saya untuk mengenal dan mendidik para mahasiswa. Puncaknya, beberapa mahasiswi datang mengadukan mengenai pelecehan yang mereka alami di lingkungan kampus. Tak hanya mahasiswi, beberapa mahasiswa juga mulai terbuka bercerita mengenai keadaan mereka sebagai laki-laki yang juga mengalami pelecehan. Baik mahasiswa laki-laki dan perempuan sama-sama diserang seksualitasnya, tetapi berada dalam spektrum yang berbeda. Pada laki-laki, pelecehan yang mereka alami adalah penyerangan pada kemaskulinitasannya sementara pada perempuan dijadikan objek seksual. 

Di masa habituasi latsar CPNS, saya meminta izin Dekan untuk membuat program #SalingJaga!. Program itu untuk membantu fakultas memiliki SOP pencegahan kekerasan seksual di kampus yang pada waktu itu belum ada. Ada beberapa kasus yang terjadi yang menciptakan kebingungan di pihak institusi karena mereka belum memiliki kebijakan dan SOP cara menanganinya. Umumnya, kasus diselesaikan secara “baik-baik” dan tertutup. Hal ini menimbulkan kemarahan dan trauma di pihak korban. Penyelesaian model mediasi seperti ini membuat posisi korban yang umumnya mahasiswa tidak berdaya. Kasus-kasus kekerasan seksual di kampus harus diputus mata rantainya dengan payung hukum yang melindungi dan memberikan rambu-rambu bagi segenap civitas akademika. 

Langkah pertama adalah mengimplementasikan nilai-nilai Bela Negara yang menjadi nilai utama Kampus UPN “Veteran” Yogyakarta, antara lain: 1) cinta tanah air; 2) kesadaran berbangsa dan bernegara; 3) setia kepada Pancasila sebagai ideologi negara; 4) rela berkorban; dan 5) memiliki kemampuan awal bela negara. Sikap Bela Negara yang awalnya berlaku di ranah Tri Dharma Perguruan Tinggi, kemudian diperluas maknanya agar dapat diimplementasikan untuk mencegah kekerasan seksual di kampus. Contoh, teman yang baik adalah teman yang menjaga temannya dari kekerasan seksual. 

Foto 2. Buku saku SOP Pencegahan Kekerasan Seksual Berbasis Nilai-Nilai Bela Negara di FISIP UPN "Veteran" Yogyakarta 


Bersama para mahasiswa pengurus BEM, para dosen dan tendik yang peduli terhadap isu ini, serta dukungan pihak pimpinan kampus (fakultas dan universitas) upaya tersebut mulai menampakkan hasil. Pengkajian dan SOP tingkat fakultas sudah disusun, adanya kampanye sosial melalui media sosial kampus, adanya pembentukan jaringan di level mahasiswa melalui komunitas Srikandi UPN “Veteran” Yogyakarta, serta sebagai pamungkas mendorong pembuatan kebijakan kampus berbentuk peraturan rektor. Hal yang patut diapresiasi adalah pihak rektorat terbuka mengenai ide ini, sebuah kemewahan yang tidak dimiliki semua kampus di Indonesia. Sikap Bela Negara sejalan dengan kebijakan Merdeka Belajar, Kampus Merdeka untuk menciptakan sistem yang aman dan nyaman bagi segenap civitas akademika. Berbagai upaya tersebut masih dalam proses. Namun, inilah tindakan nyata dari kolaborasi antara pihak. Partisipasi aktif ini menjadi sinyal positif bagi proses berdemokrasi di lingkup kampus ketika kita berjuang bersama untuk memiliki kehidupan bersama yang lebih baik. Selebihnya, api harapan harus tetap dibiarkan menyala.

You Might Also Like

0 comments