Sweet Child O' Mine

Minggu, Maret 05, 2017

She's got a smile that it seems to me
Reminds me of childhood memories
Where everything was as fresh as the bright blue sky
(Sweet Child O' Mine - Guns N' Roses)



Saya selalu penasaran dengan bagaimana cara semesta bekerja. 

Setiap kali jatuh cinta, entah mengapa segala sesuatu tentang subyek tersebut akan selalu muncul dimana-mana sebagai kejutan yang manis dan menggetarkan. "Orang asing" ini menjelma iklan komersil yang menggoda dan membuat dadamu berdesir. Tiba-tiba namanya menjadi familiar. Ia muncul dalam percakapan orang-orang yang bahkan kau tidak kenal saat sedang menunggu angkot. Salah satu nama lengkapnya menjadi nama toko mebel atau apotik. Hampir semua orang yang kau tahu tiba-tiba menjadi kenalannya, dari memang teman hingga hanya sekedar pernah mendengar. Nama kota tempatnya tinggal tiba-tiba muncul dalam film yang kau tonton secara tidak sengaja di TV. Idolanya, buku-buku yang ia baca, musik yang ia dengar, film-film yang ia sukai tiba-tiba menjadi sangat bermakna ketika kau melihat atau mendengarnya. Belum lagi informasi-informasi yang kau dapatkan tanpa sengaja dari cerita orang-orang sehingga kau pelan-pelan menilai dirinya. Seakan-akan dunia menyodorkan segala sesuatu tentang sang subyek kepadamu. Kita pun merasa terkoneksi dengan subyek tersebut. Sekalipun sang subyek begitu jauh untuk digapai. 

Saya punya sebuah cerita. Saya adalah penggemar berat band Guns N' Roses. Selain kualitas musik dan kultur yang ia sebarkan ke segala penjuru dunia, band ini merupakan penanda ingatan penting di masa kanak-kanak saya. Kemudian, ada masa yang putus sehingga saya hanya mengingat mereka samar-samar. Obsesi itu muncul lagi ketika saya duduk di bangku SMP. Itu tahun 2004 dan internet hanya bisa diakses oleh orang kaya. MTV tidak segahar di tahun 80-90-an lagi. Lupakan YouTube, lupakan Google. Untuk menyuntik lagu-lagu di toko HP harus membayar 50.000 itupun tidak banyak karena keterbatasan memory card dan harga memory card dengan kapasitas besar saat itu cukup mahal. Dengan setia, saya bertekun menanti video klip mereka setiap hari di MTV atau VH1. Pagi, siang, malam. Saya merindukan kenangan itu. Saya jatuh cinta pada masa lalu. 

Saya mulai memburu segala sesuatu tentang GNR. Barang sekecil apapun, informasi sekecil apapun akan sangat berarti. Saya membeli banyak majalah, termasuk Rolling Stones namun informasi yang saya dapatkan sangat sedikit. Semua teman sekolah saya tahu kalau saya menyukai mereka. Lalu datanglah keajaiban-keajaiban. Ketabahan saya berbuah manis pada suatu hari ketika VH1 memutar vidklip Sweet Child O' Mine dan Patience. Guru les matematika saya -seorang mahasiswi fakultas MIPA- memberi info bahwa seorang temannya menjual poster Axl Rose dan GNR. Saya langsung beli dua. Poster wajah Axl Rose yang jadi cover majalah Rolling Stones yang ukurannya paling besar (satu dinding full) dan band GNR formasi album Appetite for Destruction. Saya tempel di dinding kamar, hingga seorang tante yang pernah berkunjung berkomentar, "kamarmu seperti studio musik". Dunia kemudian perlahan-lahan membawa "mereka" pada saya. 

Seorang teman dengan senang hati mencarikan gambar-gambar GNR di internet untuk saya. Ketika bertemu kami langsung kirim-kiriman via Bluetooth. Teman tersebut juga yang memberikan CD MP3 semua kumpulan album GNR plus vidklipnya sebagai hadiah Natal. Sayang sekali, menjelang kelulusan SMA kami sudah jarang berinteraksi karena beda kelas dan beda ideologi. Tapi saya tidak pernah lupa pada kebaikan hatinya. Suatu kali, saya jalan-jalan di Mall dan menemukan stand penjual baju-baju kaos band. Saya menemukan satu kaos yang ada gambar GNR-nya. Bajunya sekarang sudah ketat, tapi masih bisa dipakai. Itu satu-satunya baju kaos band yang saya punya. Saya punya rule untuk tidak mau memakai baju kaos band jika lagu-lagunya tidak pernah saya dengar hanya karena band-band tersebut keren di mata kawula muda. Selain itu, simbol-simbol GNR tiba-tiba muncul di film-film Indonesia (coba nonton film 30 Hari Mencari Cinta dan Catatan Akhir Sekolah). Walaupun sebegitu cintanya saya pada GNR, formasi awal band tersebut telah retak meskipun bandnya belum bubar. Seberapa keras pun saya menggilai mereka, mereka hanyalah masa lalu.

Rasa tersebut tidak menggebu-gebu lagi ketika saya kuliah. Namun, saya tetap menjadi penggemar mereka. Tahun 2012, GNR menggelar konser di Jakarta, namun GNR hari ini bukan GNR yang saya kenal. Saya menginginkan mereka reuni, kalau perlu formasi Appetite for Destruction. Tahun 2016, Tuhan menjawab doa saya (dan penggemar mereka di seluruh dunia), meskipun tidak lengkap seperti dalam formasi asli, namun GNR tetap GNR dengan adanya Axl, Slash, dan Duff, serta beberapa personil baru yang memberikan kesegaran pada musik dan penampilan mereka. Saya baru mengetahui hal itu ketika Kak Emma memberitahu saya bahwa GNR versi reuni ini akan konser di Sydney bulan Februari yang lalu. Kak Emma mengirimkan video-video mereka, dan sungguh saya menangis terharu dibuatnya. Semoga saya mendapat kesempatan yang sama untuk menonton konser GNR reuni ini di kemudian hari. Efeknya, kami membicarakan mereka hampir tiap hari. Kami seperti Penny Lane di film Almost Famous. Namun, Penny Lane yang suka membaca dan menulis. 

Kini dengan mudahnya akses internet, informasi tentang GNR bisa saya dapatkan dengan mudah. Saya bisa menonton wawancara dan konser-konser mereka di tahun 1988-1992 hanya dengan mengetik di YouTube. Saya kasmaran lagi persis seperti ketika masih SMP. Namun, kali ini lebih sok-sok seperti pengamat musik. Saya mulai membaca ulang biografi band ini, lalu senyum-senyum manja sambil tidak lupa melaporkan informasi-informasi yang saya dapatkan ke Kak Emma. Kami tidak hanya membicarakan GNR saja, tapi mengaitkan dengan situasi musik di Amerika saat itu, mulai dari Seattle Sound (dan kebangkitan genre grunge) hingga konflik antar band rock. Percakapan kami mungkin jika dikumpulkan bisa menjadi paper mahasiswa studi musik populer di universitas hihihi. 

*** 

Masih dalam suasana "kasmaran", tadi saya menonton film Captain Fantastic. Saya suka bagaimana cara Ben dan Leslie mendidik anak-anak mereka. Belum lagi konflik yang menghadang mereka ketika melawan dunia yang dikendalikan oleh sistem kapitalisme. Film ini tidak hanya bercerita tentang bagaimana seharusnya menjadi "keluarga" tetapi juga memberikan kita gambaran seharusnya melihat dunia di sekitar kita. Menjadi manusia laki-laki dan perempuan, menjadi anak, menjadi orang tua, menjadi saudara, dan menjadi pasangan suami-istri. Selalu ada alternatif dalam hidup ini dan kita bisa memilih meskipun pilihan itu terkadang memaksa kita untuk bernegosiasi. 

Dan, di akhir film mereka menyanyikan lagu Sweet Child O' Mine.

You Might Also Like

0 comments