Memori dalam Bengawan Solo

Rabu, Februari 19, 2014

"Bengawan Solo riwayatmu ini 
Sedari dulu jadi perhatian insani..."

Klik.
Siri mematikan tape yang memutar lagu Bengawan Solo, eyang uti-nya sudah jatuh tertidur. Siri ingin membangunkannya, meminta neneknya untuk pindah istirahat di dalam kamar tapi ia urung. Segan. Tape itu bukan satu-satunya barang mewah yang ada di rumah eyang uti di Jogja. Ada TV LCD 32 inc keluaran merk terkenal yang dibelikan ibunya untuk mengganti tv tabung yang dulu dibeli entah di jaman apa. Tapi TV LCD itu juga berada di ruangan yang sama dengan tape itu. Eyang putri -yang ketika Siri masih kecil hanya mampu ia panggil eyang uti, panggilan yang terbawa sampai dewasa- lebih suka mendengarkan lagu ketimbang nonton TV. Celakanya lagi, eyang uti hanya mendengarkan satu lagu yang diputar terus-menerus, lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang. Siri tidak bisa membantah eyang uti, padahal sumpah mati ia ingin sekali nonton infotaiment. 

***

Saras berpikir dengan membelikan ibunya sebuah televisi akan memberikan hiburan baginya. Setidaknya tinggal seorang diri di rumah seluas 1000 meter persegi terasa sangat besar untuk ibunya yang hampir seabad menjalani kehidupan. Saras berpikir anaknya, Siri, akan lebih betah menemani neneknya. Seumur hidup anak itu hidup di kota besar, Jakarta. Ibukota negara yang dahulu daerahnya disatukan oleh Gadjah Mada dan disebut sebagai Nusantara. Saras teringat dulu ia ke Jakarta untuk melarikan diri dari ibunya. Ia tidak nyaman tinggal bersama ibunya setelah ayahnya meninggal. Ia masih kecil tapi ia bisa merasakan ibunya sangat dingin pada ayahnya. Ia masih kecil tapi ia bisa merasakan kepedihan tak terbahasa yang dipendam ibunya. Ia menyalahkan ibunya atas kematian ayah. Bahkan ketika ia menikah pun, ia tak mengundang ibunya. Waktu itu ia masih diliputi kemarahan. Kelahiran Siri-lah yang melunakkan hatinya. Ia ingat ibunya, perempuan priyayi yang dingin itu. Ia kasihan.

Siri lantas tumbuh menjadi anak yang individualistis dan apatis. Saras tidak ingin anaknya semakin parah sikapnya apalagi pergaulan ibukota yang lebih kejam dari belantara. Itulah sebabnya setiap liburan sekolah, dikirimnyalah Siri berlibur ke Jogja, menemani neneknya yang renta. Saras berpikir Siri akan berubah menjadi lebih ramah, lebih peduli terhadap orang lain, lebih rendah hati. Suasana Jogja yang ramah dan nyaman diharapkan mampu melembutkan hati Siri. Lagipula ibunya pasti senang ditemani cucu perempuan satu-satunya itu. Dengan begitu, Saras akan perlahan-lahan membayar utangnya. Utang berisi kebersamaan dengan ibu kandungnya sendiri.

***

"Aliran Bengawan Solo ini sampai ke Blora, Nak. Jauh...jauh sampai ke laut," begitu kata bapak pada Sri yang baru berumur 8 tahun. Sri sangat suka jika diajak bapak melewati sungai Bengawan Solo meskipun hanya tepiannya saja yang terjangkau matanya dari atas delman. Ketika usianya 15 tahun, bukan lagi Bengawan Solo yang menarik perhatiannya. Tetapi pemuda yang sering duduk di tepiannya. Sri suka memandanginya diam-diam. Memandangi punggung pemuda itu dari jauh. Sekalipun delman itu melaju meninggalkan lekuk Bengawan Solo, bayangan pemuda itu semakin lekat dalam benak Sri. Katanya pemuda itu bisa bernyanyi, suaranya menyejukkan. Pernah Sri nekat, diam-diam menonton pertunjukkan pemuda itu di kampung sebelah. Ia tertangkap pelayan bapaknya. Sri dihukum tak boleh keluar rumah selama dua minggu. Sri memang dikurung tapi pemuda itu tak pernah keluar dari ingatannya.

Waktu tentara Jepang masuk ke kota Solo, suasana berubah 360 derajat. Bapaknya yang keturunan bangsawan itu cepat-cepat mengungsikan putrinya. Namun kemana pula mengungsikan anak gadisnya yang tumbuh ranum sedangkan tentara Jepang menjadikan hampir semua perempuan desa sebagai jugun ianfu? Maka oleh ayahnya, Sri, disamarkan menjadi anak lelaki. Dadanya ditutupi berlembar-lembar kain. Rambut panjang hitam kebanggaanya dipotong pendek seperti bocah lanang. Sri menangis berhari-hari. Dukanya bertambah dalam ketika didengarnya pemuda yang punggungnya ia tatap dari pinggir sungai Bengawan Solo itu telah menikah. Bertahun-tahun kemudian, Sri tahu bahwa orang-orang Jepang itu, orang-orang yang membuatnya menyamar seperti bocah lanang sangat suka dengan lagu ciptaan pemuda itu. Lagu yang bercerita tentang keindahan sungai Bengawan Solo.  

***

"Eyang....Yang...,"Siri memanggil lembut neneknya. Disapunya lengan neneknya lembut. Eyang uti tak kunjung bangun. Kali ini Siri lebih keras menyapu lengan neneknya. Tak ada respon. Siri mulai khawatir. Diguncang-guncangnya bahu neneknya. Kepala neneknya yang miring ke samping semakin lemas. Siri menegang. Diraihnya gagang telepon. Kepalanya seketika terasa pusing, raungan ambulans baru saja meninggalkan halaman rumah. 

"Mata airmu dari Solo
Terkurung gunung seribu 
Air meluap sampai jauh 
Dan akhirnya ke laut...."






PS:
penghormatan untuk Gesang dan lagu Bengawan Solo yang abadi. 

You Might Also Like

0 comments