Kenangan Dari Siti Gila

Minggu, Desember 16, 2012

Orang-orang memanggilnya Siti. Tak ada yang tahu siapa nama aslinya dan tak ada yang mau berkenalan dengan seorang seperti Siti. Siti hidup dalam ingatan masa kanak-kanak saya. Meski hanya bertemu beberapa kali dan kini wajahnya hanya tinggal samar-samar, kenangan Siti selalu hidup.

Siti sering terlihat di sekitar Balaikota, kantor pos, bahkan Taman Segitiga. Karena TK tempat saya bersekolah berada di jalan Balaikota dan berhadapan dengan Taman Segitiga, maka kehadiran Siti sering kami jumpai. Kadang-kadang Siti berani masuk sampai ke dalam halaman TK. Anak-anak akan lari ketakutan dan Pak Satpam akan mengusir Siti dengan pentungan.

Untuk ukuran orang seperti Siti, ia masih terbilang sopan. Pakaiannya masih lengkap meskipun sudah compang-camping dan ada beberapa bagian yang sudah robek. Tak ada yang tahu mengapa Siti bisa menjadi seperti itu. Karena ketidaktahuan itu, maka berhembuslah berbagai macam versi penyebab kegilaan Siti. Ada yang bilang Siti gila karena suaminya selingkuh. Versi lain mengatakan Siti diperkosa saat masih remaja oleh orang yang tak dikenal dan akhirnya menjadi gila. Ada juga yang mengatakan Siti memang sudah gila sejak kecil. Tapi versi yang paling tragis mengatakan, Siti gila karena ditinggalkan kekasihnya. Konon, kekasih Siti adalah seorang pelaut. Saat kekasihnya akan berlayar, ia berjanji akan menikahi Siti. Namun, kekasih Siti tak pernah kembali. Siti jadi stress dan selalu nongkrong di pelabuhan menunggu kekasihnya yang tak pernah kembali. Karena diusir  porter pelabuhan dan kadang-kadang dilecehkan, Siti pun pergi dalam keadaan mental seperti itu. Ia pun kemudian sering terlihat di sekitar benteng Rotterdam, kantor pos, atau Taman Segitiga. Kata beberapa orang, Siti mungkin tidak ingin jauh dari laut.

Keberadaan Siti Gila sering dijadikan mitos seperti kehadiran Zwarter Piet saat Natal. Para orang tua sering mengancam anak-anaknya dengan menggunakan nama Siti.
" Jangan nakal ya... nanti Mama panggilkan Siti supaya kamu digigit."
" Tunggu Mama sampai datang jemput ya, jangan kemana-mana ada Siti Gila yang suka makan anak-anak."

Mitos tentang Siti terus didengungkan sehingga anak-anak seperti saya jadi antipati dengan kehadiran Siti. Beberapa anak lelaki sering melempari Siti dengan batu untuk mengusirnya. Mereka yang tadinya takut bertemu Siti berubah penuh dendam padanya. Tak terkecuali saya, jika Siti sudah lewat di depan TK, saya akan berlari ketakutan masuk ke halaman dalam sekolah. Bagi saya waktu itu, lebih baik tidak bertemu Siti, daripada bertemu dan dimakan hidup-hidup olehnya.

Suatu hari, saya dan beberapa teman sedang menunggu mobil antar-jemput yang akan mengantar kami pulang. Pak Jupri - nama supirnya-- rupanya terlambat datang sehingga kami harus menunggu. Suasana TK juga sudah mulai lenggang. Tiba-tiba dari kejauhan muncul Siti. Ia masuk ke dalam halaman dan duduk di bangku panjang yang disediakan disitu. Jaraknya hanya satu meter dari tempat saya duduk. Teman-teman saya sudah siap melemparinya batu. Namun, seperti ada sesuatu yang menahan kami. Siti tidak melakukan apa-apa yang membuat kami terluka. Ia hanya memandang kami satu-persatu. Ia tersenyum lalu kemudian tertawa. Tawa yang menampilkan gigi-gigi hitam yang tak pernah disikat entah sudah berapa lama. Saya memperhatikan Siti lekat-lekat. Tanpa baju compang-campingnya, rambut awut-awutan, tubuh kurus karena jarang makan, dan gigi-gigi hitam yang tak disikat, Siti sesungguhnya cantik.

Setelah hari itu, saya tidak pernah lagi melihat Siti. Bahkan sampai saya tamat dari TK itu. Setiap melewati daerah Balaikota atau sekitaran Benteng dan kantor Pos, sosok Siti tak pernah tampak bahkan sampai hari ini. Konon kabarnya, Siti sudah dimasukkan di rumah sakit jiwa. Versi lain mengatakan ia sudah pindah lokasi entah dimana. Tapi versi yang menyedihkan mengatakan bahwa Siti sudah meninggal.

Orang-orang seperti Siti hanyalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang berbeda dengan sebagian besar orang. Siti hanya memiliki kerusakan otak yang membuatnya menjadi gila. Ia tidak punya kontrol atas tubuhnya sendiri. Ia tidak bisa berpikir layaknya orang normal pada umumnya. Terlepas apa yang membuat Siti menjadi seperti itu sesungguhnya jiwanya tak pernah sakit. Ia tak pernah bermaksud mencelakakan seseorang. Siti hanya seorang perempuan yang memiliki naluri keibuan untuk dekat dengan anak-anak. Anak-anak yang mungkin tidak pernah atau (pernah) dimilikinya. Bila reinkarnasi sungguh ada, saya berharap di kehidupan berikutnya, Siti merasakan kebahagiaan bersama orang yang dicintainya dan anak-anak yang dikasihinya.



You Might Also Like

0 comments