Pesta Kemerdekaan

Jumat, Agustus 17, 2012

*picture diculik dari DP-nya Techank*



Sebuah pertanyaan tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya, "Berapa harga sebuah pesta kemerdekaan?"

Jari saya hampir tersayat pisau cutter saat memotong undangan konser piano dalam rangka perayaan hari kemerdekaan RI ketika magang di kedutaan kemarin. Kedutaan membuat dua acara yang berbeda dengan dua undangan yang berbeda pula. Undangan pertama adalah undangan formal dengan bahan kertas khusus berlogo emas burung Garuda yang merupakan undangan gala dinner para pejabat penting dan warga Indonesia disana. Undangan kedua desaign-nya lebih berwarna dan terkesan lebih santai meskipun suasana formal tetap terasa. Undangan kedua-lah yang menjadi tanggung jawab saya untuk diurus. Sebuah undangan untuk menghadiri konser piano Sudiarso Duo, duo pianis ibu-anak yang setelah saya searching merupakan pianis langganan kedutaan RI. Salah satu contohnya adalah mereka pernah tampil dalam acara yang diselenggarakan KBRI di Praha.

Setelah melihat tempat gala dinner dan konser, saya pun iseng-iseng mengkalkulasikan berapa banyak dana yang dikeluarkan negara untuk menggelar acara seperti itu. Makan Malam Kenegaraan digelar di hotel mewah di Bangkok dengan lebih dari 1700 tamu. Itu belum termasuk dengan goddie bag yang dihadiahkan kepada setiap tamu. Sedangkan konser piano itu meski bekerja sama dengan salah satu Universitas disana tetap memakan biaya yang tinggi. Pesta kemerdekaan merupakan pesta yang mahal di luar negeri. Sedangkan di dalam negeri sendiri, untuk membuat bendera merah putih dan menghias jalan dengan lampu warna-warni, pemerintah kita masih pelit untuk mengucurkan dana. Miris. Pesta Kemerdekaan kita begitu mewah di luar negeri sedangkan di dalam negeri aura kesenyapan mengiringi 17 Agustus. Tidak ada lagi lomba-lomba menyambut perayaan kemerdekaan atau panggung rakyat. Entah apa yang dilakukan ketua RW dan RT saat ini.

Ketika hal itu coba saya diskusikan dengan salah seorang teman, jawaban yang saya terima semakin membuat hati saya mencelos. "Ya, mungkin karena waktunya bertepatan dengan bulan puasa," begitu jawab kawan saya. Lagi-lagi agama dijadikan pembenaran untuk ketidakpedulian kita. Padahal meskipun bulan Agustus tidak bertepatan dengan bulan puasa, toh perayaan kemerdekaan tetap senyap. Tidak ada perasaan senang atas kemerdekaan yang telah direnggut selama 67 tahun. Ataukah kita sebenarnya belum merdeka? sehingga kita pun acuh tak acuh menyambut perayaan kemerdekaan itu.




You Might Also Like

2 comments

  1. Terkadang tak perlu ada perayaan, dalam hening terkadang kita malah lebih memaknai hari kemerdekaan itu ^^
    Dan rasanya kok gak pantas ya mengadakan perayaan besar-besaran padahal di luar sana masih banyak penduduk Indonesia sendiri yang hanya untuk makan saja susah ._.

    BalasHapus
  2. keheningan diperlukan untuk melihat bagaimana bangsa kita berjalan setelah kemerdekaan.

    untuk kemerdekaan yg setengah mati diperebutkan sudah sepatutnya kita merayakan dengan penuh sukacita. Malaysia saja yang kemerdekaannya karena jalur diplomasi begitu bersemangat setiap menyambut kemerdekaannya. Dengan bangga mereka menaruh bendera di setiap meja kerjanya loh kak...

    Entahlah kak, saya lebih memilih pesta mewah untuk sebuah perayaan kemerdekaan ketimbang uangnya dipakai anggota dewan untuk studi banding. Studi Banding-nya sama dengan jalan-jalan sih....hehehe...

    BalasHapus