Kalau Cinta Mesti Dipukul Ya...?

Senin, September 06, 2010

Sebenarnya ini adalah pertanyaan lama yang masih terendap untuk ditanyakan. Kebingungan dan keprihatinan yang muncul ketika saya menyaksikan dua sejoli atau katakanlah orang yang sedang berpacaran yang seolah-olah dunia adalah milik mereka berdua, kadang-kadang melakukan kekerasan terhadap pasangan mereka sendiri.


Kejadian ini sering saya saksikan. Pertama kali menyaksikannya ketika saya masih SMA. Saat itu, saya ingin membeli majalah remaja edisi terbaru. Untuk sampai ke kios majalah langganan di jalan Hertasning, saya harus naik becak. Maka dalam perjalanan itulah saya menyaksikan dari arah seberang, berdiri dua sejoli. Mereka sepertinya berhenti di pinggir jalan ini untuk bertengkar. Karena terparkir sebuah motor tak jauh dari pasangan ini. Si Perempuan sedang menangis dan si Lelaki berteriak-teriak penuh kemarahan. Ia memukul kepala si Perempuan dengan helm standar hingga si Perempuan terjungkal ke belakang. Tangis Perempuan itu semakin pecah. Saya tidak sempat menyaksikan kelanjutannya lagi karena becak yang saya tumpangi terus berlalu. Tapi saya masih sempat menoleh ke belakang dan melihat sudah ada beberapa orang lelaki yang sepertinya penjual buah dekat tempat itu yang berusaha melerai.


Lain tempat lain juga kejadian. Saat itu saya sedang berboncengan dengan seorang teman. Kami melintas di jalan Cendrawasih. Saat sedang melaju itu, kami melihat di sisi jalan raya banyak dikerumuni orang. Teman saya lalu memelankan motornya. Kami melihat seorang perempuan dan seorang lelaki bertengkar. Si lelaki menampar pipi perempuannya. Usianya agak setengah baya, jadi kami berasumsi bahwa pasangan ini adalah pasangan suami-istri. Si Perempuan kemudian berlari menghindar sambil berteriak-teriak, lalu si Lelaki memburu Perempuan itu dan memakinya dengan kata-kata kasar. Tak cuma memaki si Lelaki juga menarik kasar tangan perempuan itu dan menyeretnya entah kemana. Kami tak menyaksikan lebih lanjut karena teman saya terus melajukan motornya.

Terakhir saya melihat hal yang sama terjadi di kampus. Saat itu sore hari, saya duduk-duduk di gazebo dekat parkiran fakultas untuk menunggu Ibu saya menjemput. Posisi saya waktu itu saling berbelakangan dengan pasangan yang tampaknya sedang bertengkar. Mengapa saya bilang demikian, karena si Perempuan memohon-mohon kepada kekasihnya untuk tidak meninggalkannya. Sedangkan sang Lelaki, dengan ketus malah mencaci si Perempuan. Lalu dengan ekor mata saya melihat si Lelaki menoyor kepala si Perempuan. Bukannya, melawan si Perempuan malah menangis terisak-isak. Langsung saja saya pergi dari tempat itu dan lebih memilih menunggu di halte. Saya tidak tahan melihat kejadian itu serta merasa tidak berdaya untuk menolong.

Sebuah pertanyaan lalu terlintas di benak saya “Kalau cinta mesti dipukul ya ? ”

Bagaimana tingkat kekerasan rumah tangga tidak tinggi kalau dalam tahap pacaran saja kekerasan itu sering terjadi. Lalu perempuan-perempuan ini juga begitu lemahnya menerima sikap kekerasan itu. Saya tidak mau menjadi hakim, karena saya toh juga tidak mengetahui alasan “mereka-mereka” yang saya lihat kejadiannya di atas itu bertengkar. Tapi sepantasnya, kekerasan secara fisik ataupun mental tidaklah layak kita berikan kepada sesama manusia.

Please, jangan sakiti Perempuan. Saya tahu Laki-Laki melakukan begitu banyak pengorbanan untuk mendapatkan perempuannya. Dan saya yakin seyakin-yakinnya, Perempuan yang Laki-Laki cintai tidak untuk disakiti.

Yang Perempuan juga jangan menyakiti dan semena-mena terhadap Laki-laki ya….

Semuanya harus seimbang demi terciptanya kedamaian.


NB : Tulisan ini juga dipost di Kompasiana dan menjadi Headline

You Might Also Like

0 comments