Let It Be

Kamis, Agustus 03, 2017

"Akan ada saatnya Sang Bunda memampukan kita mengatakan jadilah kehendak-Mu," Suster Tres berkata lembut. Ia tersenyum dengan tatapan matanya yang dalam. Dinding-dinding batu yang berasal dari perut Merbabu semakin membuat suasana menjadi dingin di ruangan itu. Padahal di luar sana, matahari sedang terik-teriknya. 

Di seberang meja, saya duduk membeku penuh dengan tissue, airmata, dan ingus. Sungguh tampak tak menarik. Perempuan rahib itu memahami bahwa airmata adalah bahasa yang tak memiliki sistem linguistik. Ia tidak dapat dilogikakan. Airmata berkata-kata dengan bahasa yang hanya bisa dirasakan. Airmata itu bercerita panjang lebar tentang penglihatan-penglihatan. Airmata itu menuturkan ketakutan-ketakutan. Kalau kamu takut gelap, maka gelap itu harus diterangi. 

Suster Tres mengakhiri pertemuan itu dengan memeluk saya erat. Selama di perantauan, saya sangat jarang dipeluk seperti ini. Bagai dua sahabat lama kami berpelukan. Dada dengan dada, lengan melingkar penuh. 

Saya tak menduga bahwa hari itu akan datang secepat ini.

You Might Also Like

0 comments