[Day 4: One Important Person] Karena Semua Orang Itu Penting

Senin, November 09, 2015

Maafkan saya yang baru kali ini lama untuk meng-update blog, apalagi menjawab tantangan dari sodari Alvidha. Semoga ia masih menantikan kelanjutannya. Sejujurnya tantangan keempat terasa berat. Karena saya tidak bisa memilih siapa satu orang yang penting dalam hidup saya. Pertama, saya anak tunggal. Jika saya hanya menulis ayah saja, maka ibu saya akan sedih. Kalau saya menulis ibu, maka ayah saya akan cemburu. Kedua orang tua saya adalah orang-orang terpenting dalam hidup saya. Tapi kan soal tantangannya harus satu orang. Orang yang menikah dan berumahtangga akan memilih pasangannya atau anaknya. Kebetulan saya belum bersuami dan belum beranak-pinak. Dan saya pikir menomorsatukan pacar yang belum tentu berakhir di pelaminan sungguh adalah tindakan yang sangat takabur. 

Kalau saya punya saudara, mungkin saya akan menuliskan tentang adik yang tak pernah saya miliki itu. Tapi saya tidak yakin akan menyukai mereka. Secara biologis, kalau saya punya adik perempuan, maka adik tersebut akan lebih cantik, lebih tinggi, dan mungkin lebih pintar. Ah, mungkin adik laki-laki. Tapi kok yah saya gak rela punya adik. Selama ini perhatian dunia tercurah pada saya. Kalau saya punya adik, maka saya harus membaginya dengan si adik. Hmmm....

Bagaimana keluarga? Keluarga saya seperti kisah dalam Mahabharata. Bukan karena tragedinya, tapi karena tokoh-tokohnya tidak pernah luput dari kesalahan. Sebaik apapun mereka, seberapa favoritnya pun mereka. In the end, they're all human and human do mistakes. Lagipula, memfavoritkan salah satu di antara mereka juga bukan perbuatan yang adil karena mereka memiliki kebaikannya masing-masing.

Ketidakadilan. Nah, sepertinya itu masalahnya. Bayangkan, ada manusia yang dipilih menjadi yang "ter" diantara yang lain. Kalau kau yang terpilih sih mungkin enak di elu, tapi bagaimana dengan yang tidak terpilih? yang diabaikan itu? Saya jadi ingat toga kelulusan saya. Lulusan cum laude mengenakan toga yang berbeda dengan yang lulus dengan predikat sangat memuaskan dan lain-lain. Toga tersebut memiliki bis kuning di dada dan lengannya. Siapapun yang kuliah di kampus saya pasti tahu bahwa yang toganya berbeda itu adalah lulusan cum laude sementara yang toganya polos hitam berarti bukan lulusan cum laude. Di satu sisi, toga cum laude adalah bentuk apresiasi terhadap mereka yang memiliki prestasi akademik cemerlang. Tetapi di sisi lain, toga cum laude telah membuat perbedaan sekaligus menciptakan iri hati dan kesedihan. Saya memang mengenakan toga cum laude, tapi saya memikirkan teman-teman saya dan orang lain yang mengenakan toga biasa. Betapa terasa ada pembedaan. Dan pembedaan kadang menganggu rasa keadilan.  

Oleh sebab itu, bagi saya siapapun mereka, memiliki hubungan darah atau tidak, adalah orang-orang yang penting. Mereka harus diperlakukan dengan secara manusiawi. Yah, kecuali saya memutuskan tidak berteman dengan mereka dengan alasan tertentu misalnya ada yang memiliki masalah kejiwaan atau orang jahat yang menciptakan penderitaan pada saya atau orang lain. Mungkin memang ada favoritisme karena ada yang lebih dekat dengan kita dibandingkan yang lain, tapi itu bukan menjadi pengesahan kita memperlakukan orang secara berbeda-beda. Kalau kita bisa, kalau kita mau, semua orang bisa menjadi "important" bagi kita. 

Tapi, kalau dipaksa harus memilih lagi, maka saya akan memilih Dia yang kepadanya segala sembah dan syukur untuk dipanjatkan.

Dia...


You Might Also Like

0 comments