Mohon Maaf Lahir dan Batin

Rabu, Juli 15, 2015

Beberapa hari yang lalu, kak Emma -via Line- memberitahu saya bahwa ia menjalani sahur bersama kak Abe dan Kak Were di kantor Revius. Katanya, momen itu mengingatkan dia pada bulan puasa setahun silam ketika dia, saya, dan Kak Abe yang bersahur-ria di kantor Revius. Waktu memang cepat sekali berlalu. Dan seperti kata Kak Abe, bahwa ia menanam memori pada lagu-lagu yang mengingatkannya pada suatu kenangan, saya juga mengingat lagu Blue Moon-nya Rod Stewart sebagai lagu yang memberi kenangan pada momen itu. 

Tahun ini saya merayakan lebaran di Jogja demi tugas akademik dan mau menemani Eyang. Cuma saya, Eyang, Mbak Par, Pak Jono, dan si kecil Aziz yang tinggal di rumah besar itu. Anak-anak yang lain pada mudik. Jogja lengang dan tempat-tempat makan kebanyakan tutup. Saya tidak tahu harus makan apa besok pagi. Eyang berjanji bahwa kami akan makan opor ayam dan ketupat besok sampai lebaran. Bisa juga nanti diselingi McD. Beberapa teman kuliah yang juga tetap tinggal di Jogja mengajak untuk ikut makan-makan pas lebaran. Saya ingin pergi tapi nanti tergantung sikonnya (susah mendapat kendaraan umum pada hari raya). 

Lebaran bagi saya memberikan satu makna: pengampunan. Mungkin pada hari raya inilah kita akan saling mengucapkan mohon maaf lahir dan batin. Jika kita sungguh-sungguh mendalaminya, memohon maaf lahir dan batin pada orang lain itu sangat dalam maknanya. Memaafkan itu tidak mudah, saudara. Dan begitu banyak perbuatan kita baik sengaja atau tidak sengaja telah melukai hati orang lain. Butuh kekuatan besar untuk memaafkan. Dan hanya orang-orang yang kuat hatinya yang mampu mengampuni. Saya belum memiliki hati sekuat itu. Terkadang saya lebih memilih menghindar untuk meredam konfrontasi. Saya pikir itu tidak sehat. Tapi, saya belum mengetahui dimana batas antara memaafkan dan menghindari seseorang karena perbuatannya. Saya belum tahu batas antara mana perbuatan yang patut dimaafkan dan mana perbuatan yang perlu dihindari. Hingga saya bertanya-tanya, apakah kita perlu memaafkan orang-orang yang melukai kita karena pikirannya tidak normal? Dia toh berbuat salah karena ia tak sadar. Lalu, apa hanya perbuatan yang dilakukan dengan penuh kesadaran yang pantas menerima pengampunan? Entahlah. 



Dari hati yang paling dalam. Saya mohon maaf lahir dan batin. 


You Might Also Like

0 comments