When Harry Met Sally

Rabu, November 06, 2013



"...when you realize you want to spend the rest of your life with somebody, you want the rest of your life to start as soon as possible." 
Harry

Sepanjang minggu ini saya menonton film-film lawas mulai dari era 60-an sampai akhir 90-an. Salah satu film lama yang memorable bagi saya adalah film "When Harry Met Sally" yang dibintangi Meg Ryan dan Billy Cyrstal. Film yang dirilis di tahun 1989 ini merupakan salah satu dari sekian film romantis legendaris Hollywood. Sejujurnya, film ini agak mengingatkan saya pada trilogi Before Sunrise-Sunset-Midnight karena kekuatan film ini terletak pada dialognya. Jika trilogi Before Sunrise-Sunset-Midnight termasuk "serius" dengan dialog-dialognya, berbeda dengan When Harry Met Sally yang cenderung ringan tapi mengena. Kita akan terbawa pada serunya perdebatan Harry dan Sally tentang relationship antara laki-laki dan perempuan.

Di tahun 1977, Sally Albright (Meg Ryan) berkenalan dengan Harry Burns (Billy Crystal) yang saat itu berpacaran dengan Amanda, roomate-nya saat kuliah di University of Chicago. Sally memberikan tumpangan pada Harry yang kebetulan memiliki tujuan yang sama ke New York. Sally ingin melanjutkan sekolah di bidang Jurnalisme sedangkan Harry ingin meniti karir di kota Big Apple itu. Dalam perjalanan menuju New York inilah mereka berdua selalu terlibat perdebatan sebelum akhirnya kemudian berpisah. Dalam dialog-dialog itu kita dapat melihat perbedaan sudut pandang laki-laki dan perempuan dalam melihat sebuah hubungan men-women friendship

Harry: Men and women can't be friends because the sex part always gets in the way. 
Sally: That's not true. I have a number of men friends and there is no sex involved. 
Harry: No you don't. 
Sally: Yes I do. 
Harry: No you don't. 
Sally: Yes I do. 
Harry: You only think you do. 


Lima tahun kemudian, Sally dan Harry bertemu lagi. Kali ini Sally sudah menjadi jurnalis dan sedang berkencan dengan Joe yang ternyata teman lama Harry. Harry sendiri akan menikah, sesuatu yang membuat Sally takjub. Mereka pun tetap kembali berdebat tentang men-women friendship sampai akhirnya berpisah lagi.

Beberapa tahun kemudian, mereka bertemu kembali. Kali ini Sally sudah putus dengan Joe sedangkan Harry bercerai dengan Helen, istrinya. Sikon mereka yang pas itu membuat keduanya berteman. Harry mulai mengenal pribadi Sally, demikian juga sebaliknya. Tanpa disadari, Harry dan Sally pun mulai saling bergantung.

Harry: There are two kinds of women: high maintenance and low maintenance. 
Sally: Which one am I? 
Harry: You're the worst kind; you're high maintenance but you think you're low maintenance.

Persahabatan Harry dan Sally kemudian teruji ketika "sex involve into friendship" seperti yang pernah dikatakan Harry. Hubungan mereka pun merenggang. Namun, khas film Hollywood, hubungan Harry dan Sally tentu saja tidak berakhir sad ending macam film Asia. Menonton film ini membuat saya berpikir tentang konsep jodoh. Meskipun terpisah bertahun-tahun, namun entah mengapa kita akan kembali dipertemukan dengan orang itu. Bukan hanya itu saja, kita juga terkoneksi dengan orang-orang yang dekat dengan orang itu. Film ini cocok ditonton di malam minggu dalam keadaan sendiri maupun dengan orang terkasih. Soundtracknya juga pas membingkai jalinan peristiwa dalam film, seperti lagu Let's Call The Whole Thing Off-nya Ella Fitzgerald dan Louis Armstrong atau It Had To Be You-nya Frank Sinatra yang dibawakan Harry Connick, Jr. 

Menonton film ini membawa saya kembali ke masa kanak-kanak dan tentu saja kembali optimis seperti yang dinyanyikan dalam lagu It Had To Be You:
"It must have been that something lovers call fate, kept me saying," I Had To Wait". I saw them all, just couldn't fall 'till we met."


PS: menyempatkan menonton film di sela-sela hiruk-pikuk  Mid-Term :p

You Might Also Like

0 comments