Feminisme Dalam Dongeng

Minggu, September 22, 2013



Judul Buku     : Feminisme Dalam Dongeng
Penulis           : Meike Lusye Karolus
Penerbit         : Graha Ilmu
Tahun Terbit  : 2013
ISBN            : 978-602-262-040-2


Inilah "anak ketiga" saya. Namanya "Feminisme Dalam Dongeng". Kehadirannya di dunia tulis-menulis penuh dengan drama dari ngidam, mengandung, sampai melahirkan. Tidak pernah terpikirkan bagi saya untuk membuat sebuah buku berbau ilmiah. Cita-cita saya sederhana, saya ingin menulis novel atau kumpulan cerpen. Tapi ternyata menulis novel atau hal-hal berbau sastra sungguh diluar dugaan. Waktu yang diperlukan cukup lama. Kadang saya stuck, tak tahu harus membawa cerita itu kemana. Akhirnya, novel itu,ditinggalkan dan lama-kelamaan terlupakan.

Dongeng menjadi hal yang sangat dekat dengan saya. Kesenangan pada dongeng inilah yang menjadi nyawa dalam penelitian ini. Sejak kecil saya sangat suka membaca dongeng-dongeng. Entah itu dari buku atau diceritakan orang tua. Namun, perasaan saya menjadi tak enak kala saya beranjak remaja lalu menuju dewasa. Ada yang aneh. Mengapa perempuan harus menunggu? Mengapa perempuan yang jatuh cinta harus diam-diam menyimpan perasaannya. Jika mereka berusaha mengekspresikannya, mereka dicap negatif. Dibilangnya cewek agresif-lah, kegatelan-lah, dan celaan lainnya. Anehnya hal itu tidak berlaku buat laki-laki. Laki-laki sangat wajar bahkan harus mengejar perempuan. Padahal tidak sedikit teman laki-laki saya yang pemalu, bagaimana mau mengejar atau menyatakan cinta, berdekatan pun mereka tidak sanggup. Saya merasa ada yang ganjil. Sesuatu yang tidak adil. Ini bukanlah kodrat, ini adalah peran dan peran bisa dipertukarkan.

Keresahan-keresahan itu membuat saya mendiskusikan hal ini dengan sahabat-sahabat saya. Rata-rata pembicaraan itu berakhir dengan,"So, where's my Prince Charming?Does he exist?". Tapi persoalannya hidup tidak seperti dalam dongeng, bahwa kepasrahan akan membawa pada sebuah kemenangan seperti Putri Salju yang diselamatkan Pangerannya. Hidup penuh perjuangan, kita lahir ke dunia saja dengan perjuangan seorang ibu yang mengejan sekuat tenaga. Kita berhak memperjuangkan hak kita, termasuk memperjuangkan perasaan-perasaan kita. Namanya juga perjuangan, selalu butuh korban. Dalam hidup selalu ada konsekuensi.

Tapi tentu saja keresahan-keresahan saya itu harus bisa dibuktikan secara ilmiah. Saya harus menunjukkan ada diskursus dalam dongeng tersebut. Mengapa sih perempuan selalu dikonstruksi sebagai tokoh yang lemah dan pasrah? Jadinya saya meneliti diskursus dalam teks dongeng Putri Salju dan 7 Kurcaci. Saya ingin memperlihatkan konstruksi perempuan dalam dongeng. Hasilnya, dongeng tidak sesederhana yang kita pikir. Tidak hanya berfungsi mendidik atau menghibur, tapi juga mempengaruhi sampai ke tataran psikis dan tindakan. Dalam dongeng ada wacana yang terus diproduksi. Dongeng Putri Salju yang terus mengalami perubahan cerita seiring perkembangan zaman membuat saya terheran-terheran. Ada apa ini? Dan yap, rupanya ada kekuasaan maskulin  yang bersembunyi disana.

Ketika skripsi ini selesai saya pun berpikir,"alangkah bagusnya jika skripsi ini diketahui banyak orang". Tentu saja kerja keras mengerjakan skripsi akan terbayar lunas jika banyak orang yang membacanya. Sesuai dengan tujuannya bahwa skripsi harus bermanfaat bagi banyak orang. Tapi pertanyaannya, "Siapa yang mau repot-repot ke kampus membaca skripsi orang kecuali mahasiswa akhir yang mau skripsian?". Saya lantas berharap andaikata skripsi ini dapat dibukukan, dibaca, dan memberikan informasi bagi banyak orang. Sungguh materi tidak penting bagi saya. Namun saya ingin keresahan saya diketahui banyak orang. Saya ingin memperlihatkan kebenaran bahwa ketidakadilan benar-benar nyata di dunia ini. 

Kalian tahu, doa yang sungguh-sungguh diucapkan dapat memindahkan sebuah gunung. Pucuk dicinta ulam pun tiba, tawaran untuk membukukan buku ini bagaikan doa yang dijabah. Semoga saja buku ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Terima kasih untuk kedua orang tua saya, para dosen Ilmu Komunikas Unhas terutama pembimbing skripsi saya (Pak Iqbal dan Pak Mul), para sahabat teman curhat, orang-orang baik yang sudi saya serap ilmu dan ceritanya, untuk mereka yang memberikan pelajaran berharga tentang arti "mencinta", "menunggu", dan "mengharap". Terutama untuk semua perempuan lajang dimanapun kalian berada. Pesan saya,"Menunggu Ksatria Berkuda Putih boleh-boleh saja, tapi jika dia tidak datang, sebaiknya berpikir untuk membeli kendaraan sendiri hihihii..."


Selamat membaca, semoga bermanfaat. 




NB: Bukunya bisa diperoleh di toko-toko buku seluruh Indonesia atau via online di web Graha Ilmu. 


You Might Also Like

5 comments

  1. Meiiii, malem minggu kemarin aku ke Gramedia MaRI, tapi bukumu ternyata sudah habis.. Aku sedih karna blm dapet, sekaligus senang krn bukumu cepat sold outnya :D

    Sukses ya di sana!

    BalasHapus
  2. Eh...beneran kak? sold out atau belum ada di toko? soalnya di Toga Mas Jogja belum ada sih hehee...(saya belum cek lagi)..

    bbm sama line-nya gak aktif ya kak? mau curcol nih hihihi..^^

    BalasHapus
  3. Terima kasih Kak Mei, saya jadi semakin yakin untuk "membeli kendaraan sendiri" hihi. Ah ya, jadi kepengen beli bukunya :')

    BalasHapus
  4. Waktu di cek di komputer Gramed, bukumu sudah ada, tapi kata mbak pelayannya stocknya sudah habis.. Cepet juga yaa, wohooo..

    BalasHapus
  5. Nunu : sama2 say....semoga bermanfaat ya..bukunya jangan lupa dibeli juga ya hihi :p

    kak boen : ohh...iya kak..aminn...moga2 jd best seller hehe..trims infonya..^^

    BalasHapus