I Want My Santa Clause Back!

Kamis, Desember 08, 2011



"...He's making a list
He's checking it twice
He's gonna find out
Who's naugthy or nice..."
(Santa Clause is Coming To Town )

Jika kamu merayakan Natal kamu akan mengerti mengapa Santa Clause begitu berkesan bagi yang merayakannya.

Waktu saya kecil saya hanya tertarik dengan kado-kado yang akan saya terima nanti. Saya telah membuat daftar barang-barang yang saya inginkan tanpa tahu bahwa ini adalah "kerjaan" orang tua saya.

Lalu, Desember datang.
Saya sudah mengenakan baju terbaik saya untuk bertemu dengan Sinterklas. Dengan masih mengisap jari, saya yang masih berumur tiga atau empat tahun pun sudah menanti kedatangannya. Di gedung paling mewah di kota ini saat itu (sekarang gedung itu sudah dihancurkan), kami anak-anak kecil sudah mengantri ingin bertemu Sinterklas.

Setelah menunggu sekian lama, datanglah rombongan Sinterklas dan Zwarter Piet. Perlu diketahui Santa Clause di tiap negara memang berbeda rupanya. Karena kiblat kami ke Belanda maka pemakaian sebutan Santa Clause menjadi Sinterklas mengikuti ejaan Belanda. Sinterklas mengenakan jubah merah putih dengan salib besar di dadanya lengkap dengan topi salib seperti punya Paus dan tongkat gembala. Ini berbeda dengan tradisi Amerika yang mengenakan celana merah, baju merah lengan panjang, topi, dan membawa karung merah berisi kado-kado. Namun, baik Santa maupun Sinterklas keduanya sama-sama berambut putih panjang dan berjenggot putih.

Sosok Zwater Piet adalah sosok yang menakutkan di mata kanak-kanak saya. Ia sangat menyeramkan, hitam, bibrnya merah, suka bawa karung dan sapu lidi. Anak-anak nakal akan dimasukkan dalam karung dan dibuang di laut oleh Om Piet, panggilan Zwarter Piet. Lewat kedua sosok inilah saya merasakan dua kejadian pertama dalam hidup saya. Pertama, saya tahu kalau ada orang baik dan orang jahat. Kedua, saya mendapatkan pengalaman ketakutan untuk pertama kalinya.

Sinterklas akan memanggil nama kami satu-persatu. Lalu memberikan nasihat untuk jangan melawan papa-mama dan rajin sekolah minggu. Lalu, Om Piet akan menggertak kami jika ada catatan bahwa si anak memiliki kebiasaan buruk atau kenakalan.

Saya tidak nakal tapi saya memiliki kebiasaan buruk. Saya masih mengisap jempol saya hingga umur 3 atau 4 tahun. Dan untuk menghilangkan kebiasaan itu, Om Piet adalah solusi yang tepat. Saya ingat saya menangis ketakutan ketika dibentak oleh Om Piet. Anda lihat foto di atas? itu adalah foto saya ketika mengikuti acara Sinterklas. Tidak ada anak kecil yang wajahnya beres setelah difoto dengan Sinterklas. Sidharta bilang saya terlihat depresi di foto ini.

Percaya atau tidak, gertakan Om Piet manjur luar biasa. Sejak saat itu saya tidak pernah lagi menghisap jari. Bahkan sampai saya lulus SD pun saya masih percaya tentang keberadaan Sinterklas dan Zwarter Piet dan masih takut setengah mati untuk bertemu dengan Om Piet.

Setelah beranjak remaja, saya baru mengerti makna dibalik keberadaan Sinterklas dan Om Piet. Mereka memang hadir untuk merubah sesuatu. Sesuatu yang buruk yang ada dalam diri kita. Hadiah ataupun kado tak lebih daripada bonus.

Jika kamu merayakan Natal kamu akan mengerti mengapa Santa Clause sangat berkesan bagi kami. Santa Clause atau Sinterklas selalu membawa keceriaan. Kedatangannya selalu dinantikan. Seolah-olah ada impian yang menjadi nyata. Ada harapan yang akhirnya digenapi.

I want my Santa Clause back! I wish...



"...He sees you when you're sleeping
He knows when you're awake..."

You Might Also Like

0 comments