Menunggu

Rabu, Juni 13, 2018

photo by Meike


Setiap orang mengalami pertarungannya sendiri. Pertarungan saya yang paling berat adalah melawan waktu. Saya lahir satu bulan lebih awal dari yang semestinya. Saya tak sabar ingin keluar dari rahim Ibu, gerakan saya yang berenang kesana-kemari mencari jalan keluar dalam cairan amniotik membuat saya terlilit tali pusar. Saya tercekik, tak bisa bergerak. Di luar perut Ibu, tak ada tanda-tanda yang menunjukkan pertarungan itu. Kejadian itu seperti sepenggal lirik lagunya Ebiet G Ade, "...sebab semua peristiwa hanya di rongga dada, pergulatan yang panjang dalam kesunyian". Namun, Tuhan tetap baik meskipun kadang kita tidak tahu mau-Nya apa. Ia mengizinkan anak itu lahir lebih awal. Tak pernah dibiarkan hidup anak itu menderita. Semua keinginannya terpenuhi. Tapi waktu datang merebut kepercayaan kanak-kanaknya. Harga sebuah kedewasaan menghasilkan sikap skeptis. Ia berjuang dan menanti dalam ketidakpastian.

Lama saya merenungi perjalanan saya akhir-akhir ini. Saya tahu tujuan saya dan sudah mengikuti track yang harus dilalui untuk sampai kesana. Namun kadangkala, seperti perjalanan kereta api dari Yogyakarta menuju Surabaya, perjalanan terasa melelahkan dan lama justru dalam perjalanan antara sebelum sampai tujuan, yaitu antara Solo dan Madiun. Jika dua perhentian ini sudah dilewati, rasanya tujuan semakin dekat. Rasa inilah yang saya derita. 

Waktu tak bisa dilawan. Ia adalah hukum yang tetap. Perspektifmu-lah yang menentukan sebuah ukuran: lambat atau cepat. Pada akhirnya, kesabaran adalah sebuah usaha, suatu sikap dan bukan semata-mata sifat lahiriah seseorang.

You Might Also Like

0 comments