Tuhan dan Selera Humornya yang Tidak Biasa

Jumat, Juli 11, 2014

Dunia ini memiliki dua jenis waktu. Waktu pertama disebut chronos yang merupakan asal kata dari kronologi dalam bahasa Yunani. Chronos adalah istilah untuk waktu menurut urutannya, sekuensial, seperti detik ke menit, menit ke jam atau seperti dari lahir, bertumbuh, dan kemudian mati. Waktu chronos disebut pula sebagai waktu manusia. Waktu dimana manusia menjalani aktivitasnya sesuai perputaran bumi. Adapun waktu kairos, waktu yang disebut waktu Tuhan. Waktu yang di dalamnya berisi momen-moment khusus atau kesempatan yang dapat menjadi titik balik manusia. Waktu kairos adalah momen dimana manusia mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Kairos tidak berurutan seperti chronos, tetapi sudah pasti bahwa di dalam waktu chronos, terdapat waktu kairos. Kau tidak bisa memilih waktu perjumpaan dengan Tuhan, Tuhanlah yang memilihmu. Jika kau peka saja dan kadang-kadang tidak terlalu “serius” menghadapi hidup, kau akan mendapatkan momen bahwa Tuhan sedang mengajakmu bercanda. 

Pesawat yang saya tumpangi akan lepas landas 15 menit lagi, ketika saya melihat sepasang muda-mudi menaiki pesawat dan duduk di kursi yang jaraknya dua-tiga meter dari tempat saya duduk. Lebih tepatnya mereka duduk 2 nomor diatas nomor kursi saya. Mereka di sayap kiri sementara saya di sayap kanan. Itulah mengapa saya dapat dengan jelas melihat dan mengamati apa yang mereka lakukan.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan aktivitas mereka. Mereka hanyalah pasangan yang dimabuk asmara. Dan layaknya proses komunikasi pasangan yang kasmaran, maka kemesraan mereka tidak hanya sebatas verbal, tapi juga non-verbal yang minimal diisi dengan tatapan mata penuh cinta. Bagaimanakah bentuk tatapan penuh cinta? Akan muncul beragam deskripsi mengenai itu, tetapi yang saya tahu, tatapan cinta tidak hanya bisa dirasakan kedua subjek yang sedang berpandang-pandangan itu. Mereka yang tidak terlibat dalam aktivitas pasangan itu juga akan ikut merasa terharu seperti saya dan untuk sekejap saja berpikir bahwa masih ada cinta sejati berkeliaran di dunia ini.

Tapi kemudian ada yang menusuk ulu hati saya. Sesuatu yang membuat mata saya langsung berkaca-kaca. Sesuatu yang tidak hanya merangsang keluarnya air di pelupuk mata, tetapi juga hasrat saya untuk tertawa. Saya tertawa dengan mata berkaca-kaca. Lina, teman saya yang duduk di sebelah terheran-heran.

“Kamu kenapa?,” dengan polos Lina bertanya.

Saya menelan ludah sebelum kemudian menjawab,“Baru saja saya melihat refleksi masa depan saya jika bersama orang yang saya inginkan itu. Sesuatu yang kau tahu tidak mungkin kau miliki dibiarkan hadir di depan matamu dalam wujud orang lain. Itu lucu sekali sekaligus menyedihkan”.

“Masa sih? darimana kesimpulanmu itu?”. 

Ini dia susahnya ngomong sama akademisi, semua serba diuji. Saya menyeka air mata yang cuma nempel di sudut mata doang, menatap Lina dengan dramatis dan kemudian menunjuk pasangan yang saya maksud tadi. Lina tertegun sejenak, lalu berkata,

“Cewek itu....walaupun mukanya gak mirip kamu tapi bentuk badannya mirip. Dan cowoknya mirip banget sama....,”Lina tak meneruskan kata-katanya lagi.

Maka tahulah saya bahwa saat itu saya berada dalam kairos. Jika kalian bertanya darimana saya tahu maka saya akan menjawab “hanya tahu, itu saja”. Ketimbang memberi saya pencerahan seperti Sidharta Gautama, Tuhan malah mengajak saya bercanda. Untuk sesaat saya berpikir bahwa Tuhan memiliki selera humor yang buruk. Tapi kemudian saya meralat kata-kata itu. Saya sepakat dengan Voltaire. Tuhan memang seperti seorang komedian yang berusaha melucu di depan penonton yang bahkan terlalu takut untuk tertawa. Dan kita bahkan terlalu serius menanggapi lelucon Tuhan. Lelucon yang kadang-kadang kita anggap sebagai cobaan.

Pada titik ini, timbullah keinginan saya untuk mengenal Tuhan sebagai pribadi yang humoris. Saya ingin belajar menertawakan lelucon Tuhan yang saya anggap kadang sebagai sebuah kesedihan maupun ketidakadilan. Atau mungkinkah definisi "lucu" saya yang harus diperbaiki? Pada titik ini saya berpikir: Jika Dia adalah Maha, maka itu juga termasuk kemampuannya sebagai sang Maha Melucu. Tuhan juga seorang Jim Carey dalam jubah putih meskipun selera humornya sangat tidak biasa.

Demi Tuhan yang Maha Lucu, tertawalah ketika ia melontarkan “lelucon”. Jangan terlalu serius dan jangan terlalu tegang. Jika Ia mengajakmu bercanda, itu tandanya Ia menganggapmu sebagai sahabat-Nya.




*dipengaruhi percakapan "chronos-kairos" dengan Mbak Truly dan didedikasikan pada Lina, partner in crime de la creme :D

You Might Also Like

2 comments

  1. Waktu lama atau singkat itu lebih masalah hati.
    Kalau sedang bahagia, seperti melancong ke negeri sebrang untuk bertemu si anu, waktu terasa singkat ;)
    Kalau sedang galau, seperti rindu, waktu terasa lamaaa. #eaa..
    Memang perlu ya kegalauan dipandang dari kacamata sayang Tuhan ke kita.
    Lalu bisa tertawa bersama-Nya dalam waktu-Nya.

    BalasHapus
  2. mungkin kita harus memperbaiki definisi "lucu" kita dan kemudian tertawa-tawa bersama-Nya :))

    BalasHapus