Aston

Jumat, September 04, 2015

sumber foto : weheartit.com



Jadi ceritanya begini. 


Waktu itu saya masih duduk di kelas 3 SMP. Mami baru saja membeli album kompilasi berjudul Alone. Di dalam album itu ada lagu Lovefool dari The CardigansThe First Cut is The Deepest-nya Sheryl Crow, Songbird versi Eva Cassidy, dan Easy-nya Lionel Richie. Sampul album itu juga se-gloomy judul albumnya, berwarna ungu violet dengan gambar boneka Teddy Bear berekspresi muram. Album itu dan foto Wang Lee Hom di majalah Gadis adalah penyebab terciptanya khayalan bernama Aston. 

Aston berwajah Wang Lee Hom, tinggal di jalan Pengayoman, dan kuliah jurusan Arsitektur di Unhas. Ia adalah pacar khayalan saya. Mengapa namanya Aston? Saya kurang tahu. Itu di luar kesadaran saya. Bisa saja diilhami nama sebuah hotel berbintang, tapi yang pasti Gaston Castano belum dikenal waktu itu (heh?). Kisah saya dan Aston begulir setiap malam. Dalam khayalan itu, saya sudah kuliah. Saya menjadi mahasiswa Arsitektur di Unhas. Kami jadi pasangan senior idola para junior saat Ospek. Kami mengenakan jaket almamater warna merah yang menjadi ciri khas Unhas. Ia sangat keren dengan jaket itu. Pokoknya "Architecture's Sweethearts"-lah kalau mau meniru pasangan John Cussack dan Catherine Zeta-Jones dalam film America's Sweethearts

Saya senang sekali memutar album itu sambil berfantasi dengan mata tertutup tentang hubungan saya dengan Aston. Entah itu siang hari ketika matahari sedang terik-teriknya atau ketika malam datang dan membelai saya sampai jatuh tertidur. Berkhayal memang indah walaupun di kehidupan nyata kita sering menjumpai kisah pasangan seperti itu yang berakhir dengan pengkhianatan si cowok dengan junior paling cantik di angkatannya. 

Orang bilang khayalan sering berbanding terbalik dengan kenyataan. Bisa lebih baik atau bahkan lebih buruk. Kenyataannya, saya kuliah di jurusan Komunikasi bukan di Arsitektur. Pada waktu saya masuk kuliah, Ospek sudah dihapuskan. Pacar saya semasa kuliah tak ada mirip-miripnya dengan Aston. Satu-satunya yang menjadi dream come true dari khayalan itu adalah saya berhasil masuk Unhas dan mengenakan jaket almamater warna merah seperti di khayalan saya. Aston? Tentu saja dia tidak nyata dan tidak menjadi kenyataan. Percayalah, ketika kau kuliah, berfantasi menjadi kemewahan tersendiri. Lagipula khayalan tentang Aston bertahan sampai saya masuk SMA. Di SMA, Aston yang imajiner tergantikan dengan sosok lain dari kehidupan nyata. Tapi itu kita bahas di lain waktu.

Syahdan, datanglah hari ini. Sambil men-scroll Facebook, saya menemukan foto seorang cowok yang wajahnya mirip Aston dari akun seorang teman. Mulai dari bentuk tubuh, mata, rambut, dan kriteria lain seperti pendidikan dan agamanya juga persis seperti khayalan saya. Dia tentu saja bukan Wang Lee Hom. Dia manusia lain. Orang Indonesia juga. Aston-ku. Dan sayup-sayup terdengar suara Byran Adams bernyanyi:

"I swear to you
I will always be there for you 
There's nothin' I won't do 
I promise you
All my life I will live for you
We will make it through..."

Api harapan saya menyala. Aston-ku menjadi nyata. Lalu setelah saya cek profilnya..hmm, dia memang memenuhi kriteria idaman saya. Saya mencari-cari lagi, siapa tahu dia belum punya pacar. Kalau dia tak punya pacar, saya bisa saja minta teman saya itu menjodohkan kami. Dan setelah mengecek di profilnya, tak ada tanda-tanda dia memiliki pacar atau sedang berumah tangga. Api harapan saya semakin berkobar. Sepertinya Dewa Kama menyapa saya malam ini, mengabulkan permohonan yang telah terkubur sekian lama. Tapi tunggu dulu...

Sebagai orang yang pernah belajar jurnalistik, kita harus mengecek fakta (check) dan mengecek ulang fakta (recheck). Selain itu, jangan percaya dengan satu sumber informasi. Kita harus mencari sumber lain untuk menguatkan fakta yang ada di lapangan. Maka dengan prinsip-prinsip jurnalisme, saya mengujungi Mbah Gugel dan mengetik namanya. Tak banyak informasi di sana. Namun, di barisan ketiga artikel yang muncul, ada sebuah website yang berjudul namanya dan nama seorang perempuan.

Saya mengklik website itu (menurut ngana?) sambil berdoa semoga nama itu berwajah lain, bukan wajah Aston-ku. Lama juga website itu terbuka. Mungkin jaringan yang lambat. Mungkin Dewa Kama lagi-lagi menguji kesabaran saya yang telah menunggu sejak kelas 3 SMP untuk bertemu dengan Aston yang hidup di dunia nyata. Dan...

Website itu terbuka. Tak ada apa-apa di sana selain foto dua orang yang saling berpelukan. Perempuan itu memeluk tubuh lelaki itu. Wajah mereka sumringah bahagia. Itu Aston-ku dan calon istrinya. Mereka akan menikah besok. Ya, besok. Api harapanku terasa disemprot satu kompi pemadam kebakaran. Byran Adams membanting gitarnya dan Dewa Kama tertawa ngakak di pojok sana sambil berkata," Kena lu..". Ini adalah dagelan dengan ending yang berulang.


Tuhan dan selera humornya....

You Might Also Like

2 comments

  1. sesuatu tak akan salah kak kalau tentang 'takdir', segalanya terasa sangat tepat. right in the red spot. :*

    BalasHapus