Christmas Present

Jumat, Desember 07, 2012



Suatu hari di awal bulan Desember, Ronald, salah seorang teman saya bertanya sesuatu, "Saat hari Natal nanti kamu mau hadiah apa?". Pertanyaan Ronald membuat saya berpikir. Ronald, temanku yang baik. Kami dulu sama-sama tergabung dalam paduan suara pemuda di gereja. Meskipun sudah tak menyanyi lagi disana karena jarang latihan, kami masih berhubungan baik hingga saat ini.

"Hmm...kamu mau belikan saya kado Natal ya?," saya tersenyum kegeer-an
Ronald tertawa, "Bukan. Kamu mau minta kado apa sama Tuhan Yesus?," tanyanya ulang.
Kening saya berkerut, sedang memikirkan hadiah apa untuk Natal nanti. Masa berdoa sama Tuhan minta baju baru terus. Saya lantas kebingungan.
Rupanya Ronald masih setia menanti jawaban saya."Kamu pasti punya keinginan hati yang ingin dikabulkan sama Tuhan. Sesuatu yang kamu nantikan sejak lama."
Saya pun tercekat. Sesuatu yang dinantikan sejak lama. Doa-doa yang setiap malam dipanjatkan sebelum tidur. Pengharapan yang terus membuat hidup.
"Emm....anu...saya mau...," saya jadi malu.
"Apa itu?," Ronald semakin tertarik mendengar.
"Hmm...Tidak cengeng kan? Tidak merana kan? Kalau misalnya saya minta diberikan seseorang yang akan duduk di samping saya saat kebaktian malam Natal nanti ?," ujar saya pelan.
Ronald tersenyum, "Itu permintaan paling jujur. Percayalah, dan kau akan menerimanya."

----

Kebaktian malam Natal dimulai pada pukul 9. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya akan datang sendiri dan duduk di bangku pertama di sayap kanan. Saya suka suasana pergantian dari tanggal 24 ke 25. Malam yang dingin, kadang-kadang hujan, dan kalau Tuhan sedang berbaik hati, Ia menghadiahkan banyak bintang. Malam itu tidak hujan, hanya langit yang begitu gelap serta angin malam yang kadang-kadang berhembus dan menghadirkan sensasi dingin yang ganjil.  Tak ada bintang yang nampak. Namun, saya tetap bersyukur, setidaknya tidak basah kuyup masuk ke gereja.

Suasana dalam gereja sudah ramai. Kebaktian akan dimulai dalam beberapa menit lagi. Saya melihat Ronald dari tempat duduk khusus paduan suara. Ia tersenyum penuh arti pada saya. Saya balas tersenyum padanya. Tiba-tiba saya tersadar bangku di sebelah kiri saya kosong. Padahal di jejeran sebelah kanan saya full diduduki sebuah keluarga komplit dari ayah, ibu, dan 4 anaknya yang beranjak remaja.

Ibadah pun dimulai, salah seorang presbiter maju ke mimbar membacakan narasi pengantar ibadah. Lampu gereja dimatikan, yang menyala hanya lampu pohon terang dan lampu di meja mimbar tempat presbiter membacakan tata ibadah. Lalu terdengar lagu Malam Kudus mengiringi pendeta dan majelis masuk ke gereja. Mereka memegang sebatang lilin, prosesi ini membuat saya merinding. Tiba-tiba ada bunyi grasa-grusu yang pelan-pelan mendekat ke arah saya. Saya spontan berbalik dan melihat ke arah datangnya suara itu. Seorang lelaki yang mengenakan kemeja motif batik warna merah dengan celana kain hitam. Ia jauh lebih tinggi dari saya---saya hanya setinggi bahunya. Ia melihat ke arah saya, seperti hendak meminta izin untuk duduk di sebelah saya. Saya lalu memindahkan tas yang saya taruh di bangku sebelah kiri ke tempat duduk saya. Ia tersenyum. Dalam gelapnya ruangan saya masih dapat melihat wajahnya. Hmm...dia termasuk tipe good looking. Tidak tampan amat kayak bintang film tapi dia menarik. Baru sekali liat sudah rasa klik.

Tak lama kemudian lampu gereja menyala, ibadah pun dimulai. Saya menoleh ke samping. Dari samping dia terlihat seperti Ari Wibowo. Saya melihat ke tangannya yang sedang memegang Alkitab. Tidak ada cincin kawin melingkar di jarinya. Pipi saya jadi panas, ibadah malam itu terasa hangat.

Saat tiba bagian pembacaan Alkitab, dia menawari saya permen mint. Saya menerimanya sambil mengucapkan terima kasih. Selanjutnya pada bagian persembahan, saya akhirnya bisa melihat wajahnya dengan jelas saat ia berbalik ke bangku setelah membawa persembahannya ke kotak persembahan. Wajahnya mirip Donnie "Ada Band". Adakah yang lebih masuk akal dari seseorang yang terlihat mirip dari samping seperti Ari Wibowo dan dari depan seperti Donni "Ada Band"?

Tanpa sadar mata saya bertubrukan dengan mata Ronald. Ia tersenyum sambil mengancungkan jempolnya. Saya membalasnya dengan tersenyum. Malam itu mungkin jadi malam kebaktian Natal saya yang romantis. Ibadah pun selesai, saya bersalaman dengannya sebagai tanda persekutuan sambil mengucapkan "Selamat Natal". Kami lantas pulang ke rumah masing-masing.

Sampai sekarang saya tidak tahu siapa namanya. Meskipun Natal sudah berlalu, saya sering mencari-cari sosoknya seperti biasa dalam ibadah Minggu. Ia tidak pernah muncul. Dalam kegiatan pelayanan di gereja pun, ia tak pernah ada. Saya pernah menanyakannya pada Ronald.

"Onald, kamu masih ingat cowok yang duduk di samping saya waktu malam Natal lalu?,"tanya saya sewaktu kebetulan bertemu Ronald di parkiran gereja.
"Hmm iya. Kenapa ?," tanya Ronald.
"Kamu pernah ketemu dia?," tanya saya.
Ronald menggeleng,"Kayaknya tidak pernah. Pertama ketemu dia juga sepertinya pas malam natal itu. Kayaknya dia bukan anak gereja sini."
"Ohh...oke deh. Saya duluan ya...," terbesit sedikit perasaan kecewa di hati saya. Saya pun berlalu dari Ronald.

Tiba-tiba Ronald memanggil saya lagi,
"Tunggu. Bukannya doamu sudah terkabul kan? Kamu mendapatkan kadomu saat Natal," ujar Ronald.
Saya menatap Ronald lagi. Diantara merasa terkejut dan merasa tertampar.
"Iya ya...astaga! saya bahkan lupa dengan doa sendiri."

Saya dan Ronald pun tertawa bersama. Ada sukacita yang kami rasakan
...yang saya rasakan.



You Might Also Like

3 comments