Aku dan Lelaki Itu

Sabtu, Mei 21, 2011

Ini merupakan kisah nyata yang saya tuliskan dalam bentuk cerita pendek. Seseorang yang menceritakannya kepada saya meminta untuk tidak menyebutkan namanya. Ia hanya memperkenankan satu nama saja yang boleh disebut. Beginilah kisah itu.

***

Aku masih ingat hari itu. Perjumpaan yang tak meninggalkan kesan. Hanya membuat memory otakku berproses cukup lama untuk mengingat semuanya. Potongan-potongan puzzle yang merangkum suaranya, tubuhnya, dan wajahnya. Ini bukan cinta pada pandangan pertama. Aku tahu itu.

Seperti biasa, kami para mahasiswa baru akan dikumpulkan oleh senior yang menjabat sebagai pengurus seusai kuliah. Selain untuk penyesuaian terhadap lingkungan baru, kami juga akan dikenalkan dengan para senior-senior lain sebagai tanda dimulainya proses pengkaderan. Aku sudah lelah dengan perkuliahan dan mesti harus bersabar lagi dengan pengumpulan hari itu. Cuaca yang panas kontan membuat gerak tubuh menjadi lambat.

Di Baruga Andi Pettarani para mahasiswa baru sudah berkumpul. Aku sudah beberapa kali menguap. Teman-temanku yang lain juga mulai menunjukkan tanda-tanda kebosanan yang sama. Ada yang mulai terkantuk-kantuk, ada yang mengeluh kelaparan, dan ada yang sibuk bermain handphone.

“ Saya sudah lelah dan ingin sekali pulang,”ujar Titah yang duduk di sebelahku.

“ Sama. Mudah-mudahan ini cepat selesai,”jawabku.

Setelah mendengarkan ceramah dari pengurus, kami kemudian dikenalkan dengan salah seorang senior yang menjadi jurnalis di kota Manado meskipun ia bekerja di media besar. Ia datang dengan salah seorang temannya yang juga adalah senior kami. Tak ada yang berkesan. Semuanya datar. Kami hanya mengagumi pengalaman yang diceritakannya kepada kami. Lelaki itu bercerita tentang dunia jurnalisme dan berbagi pengalamannya selama di Kosmik. Mulai dari ketika ia masih maba, menjadi pengurus, hingga menjadi sarjana. Saat tiba waktunya untuk kami bertanya, aku pun mengancungkan tangan.

“ Kak, apa sih fungsi press release dalam media cetak?,” tanyaku.

Lelaki itu lalu menjawab pertanyaanku. Setelah acara ramah tamah dengannya, beberapa dari kami kemudian mendatanginya untuk meminta tanda tangan. Sebuah hal yang selalu dilakukan berulang-ulang oleh mahasiswa baru. Dengan meminta biodata yang disahkan dengan tanda tangan, diharapkan kami dapat mengenal senior kami. Aku pun juga datang kepadanya untuk meminta biodatanya. Namun, tanpa melirik apalagi melihat wajahku. Lelaki bertubuh tinggi besar dengan rambut gondrong yang diikat itu hanya menyuruhku untuk menyalin biodatanya dari temanku yang sudah lebih dulu mendapatkannya.

“ Liat saja sama teman yang sudah,”katanya tanpa menoleh. Tangannya masih terus menulis.
Aku mundur selangkah. Wajahku berubah masam. Tega sekali. Itulah pertemuan pertamaku dengan lelaki yang kemudian kukenal dengan nama Ridwan.

***

Kejadian itu telah lewat dua semester. Semuanya kemudian menjadi ingatan yang samar-samar hingga kemudian aku menemukan akunnya di jejaring sosial. Hanya sekedar mengajak berteman tanpa ada kesan. Berkomen status atau mengucapkan sapaan pun jarang. Belum ada yang berubah.

Cuaca bulan oktober sungguh tak terduga. Kadang terik matahari kadang mendung kelabu disertai hujan. Namun, hari itu langit sedang tersenyum meskipun hatiku tidak. Karena kecewa akan janji yang tak mendapat kepastian, aku pulang ke rumah. Aku memilih absen mengikuti kuliah pada jam terakhir itu. Tidak ada firasat apa-apa sampai aku tiba di rumah dan menemukan sebuah pesan yang masuk ke handphone-ku dari salah seorang senior.

Dek, dicari kakak maha patih di mace…

Aku langsung terkesiap.
Orang ini mencariku? Ada gerangan apa? Aku bahkan tidak begitu akrab dengannya. Berjumpa pun baru sekali. Namun mengapa ia mencariku? Pertanyaan-pertanyaan kecil yang melintas itu kemudian redam lagi begitu tak ada kepastian.

Waktu terus berjalan dan belum ada yang berubah. Ada yang datang dan kemudian ada yang pergi. Masing-masing meninggalkan kesan seperti tingkatan parfum dengan ketahanan wanginya masing-masing. Ada yang masih tercium, ada yang samar-samar, dan ada yang hilang tanpa bekas.

***

Seseorang itu menghentikan ceritanya. Ia kelihatan berpikir. Saya menduga mungkin ada sesuatu yang masih dipertimbangkan untuk diceritakan. Kemudian ia tersenyum dan melanjutkan ceritanya.

***

Bulan demi bulan berganti dan penanggalan tahun pun berubah. Masih ada yang belum berubah. Hingga sebuah telepon berdering. Telepon biasa namun merubah segalanya. Ternyata benar, satu hal kecil yang berarti dapat mempengaruhi segalanya. Berawal dari telepon itu dan kisah ini benar-benar terjadi.

Malam itu karena tidak sedang mengerjakan apa-apa aku memutuskan hanya menonton televisi. Hingga handphone-ku berdering dari nomor yang tak kukenal.

“Halo…,” sapaku

“Halo bidadari badung…,”sebuah suara terdengar dari seberang sana.

Suara itu bagaikan lullaby untuk mengantarkanku ke alam mimpi. Suaranya. Percakapan malam itu kemudian diakhiri dengan janji untuk berjumpa. Aku menyambut hal itu dengan sukacita walaupun tanpa ada ekspetasi yang besar. Bagiku itu merupakan awal untuk menjalin relasi yang lebih baik.

“Jangan berpikiran macam-macam. Anggap saja kau mendapat teman baru, “aku bergumam.

Janji yang sudah disepakati itu malah kuingkari. Aku tak bisa datang menemuinya. Karena keadaan dan situasi yang terjadi secara mendadak aku pun membatalkan janji. Di seberang sana, ia pasti kecewa. Aku bisa merasakan itu dari kata-kata yang diketiknya melalui pesan singkat. Perasaanku tak enak. Ada rasa segan yang tiba-tiba muncul. Apakah aku telah mengecewakan seseorang?

***

Saya menghentikan menulis cerpen ini sesaat. Ini adalah bagian sulit untuk dituliskan. Saya masih ingat bagaimana seseorang itu berusaha mengatakannya pada saya. Saya mendengarkan dengan sabar setiap perkataannya.

***

Awalnya hanya pesan-pesan singkat biasa. Lalu kemudian menjadi telepon yang selalu berdering. Hingga kemudian pengakuan itu terucap. Jarak geografis yang memisahkan kami menjadi salah satu rintangan yang harus dihadapi. Ridwan berusaha membuatku yakin padanya bahwa ia mencintaiku. Butuh waktu memang. Hingga waktu kemudian menjawab satu persatu pertanyaan yang pernah singgah di hatiku.

“ Mengapa harus saya?,” tanyaku suatu hari.

“ Saya tidak tahu. Selama ini saya tidak dapat melihatmu secara fisik. Tapi saya tahu bahwa kamulah orangnya,” jawabnya dari telepon yang tiap malam menjadi nyanyian pengantar tidur bagi kami berdua.

Percakapan itu kemudian membuatku menyelami dirinya. Suaranya menjadi kata pengantar akan gerbang bertuliskan dirinya. Aku mulai mengenal keluarganya dari cerita-ceritanya. Aku mengetahui apa saja yang dilakukannya lewat pertukaran kabar yang selalu kami lakukan. Setiap hari menjadi berbeda sejak ia ada dalam hidupku. Ridwan adalah malaikat yang menemani hari-hariku yang sepi.

Aku merasakan bagaimana dicintai. Lewat cinta yang ia berikan, aku menyembuhkan diriku dan cintaku pun menyembuhkan dirinya.

***

Seseorang itu kemudian menunjukkan pesan-pesan yang masih disimpan dalam handphonenya. Saya membacanya dan mengatakan semoga ia berbahagia dengan Ridwan. Seseorang itu tersenyum. Ia sedang jatuh cinta.

***

Akhirnya hari itu tiba juga. Ketika aku dan lelaki itu berjumpa. Kali ini ada yang berbeda. Kami bukan lagi terbatas pada hubungan organisasi namun lebih dalam lagi. Ia kekasihku dan begitu juga sebaliknya.

Pagi-pagi benar ia sudah membelah langit dari kota seberang hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Menemaniku menghabiskan waktu dengan berada dekat dengannya. Aku mengajaknya bertemu ayah dan ibu dan memperkenalkannya bukan sebagai teman biasa. Hidupku berubah sejak ia ada di dalamnya. Aku bahkan melupakan dukaku dan berhenti mendengarkan lagu-lagu sedih. Ia membuatku bahagia. Betapa lamanya aku menunggu saat-saat seperti ini. Terima kasih sudah memilihku.

Tidak.

Tuhanlah yang memilihkanmu untukku.

Aku tahu itu.

***

Kisah ini belum selesai. Ada beberapa fakta yang diceritakan pada saya dan karena faktor-faktor tertentu tidak saya ceritakan dalam cerita pendek ini. Setiap manusia memiliki kisahnya masing-masing selama ia menjalani kehidupan di dunia ini. Kisah seseorang ini pun juga termasuk di dalamnya. Karena seseorang itu hidup untuk menuliskan kisah ini.

***




PS : cerpen yang jadi tugas final penulisan kreatif...and just for you ^^

You Might Also Like

0 comments